Thursday, May 22, 2025

Memperbaiki Niat Dan Berusaha Ikhlas. (1)

 Memperbaiki Niat Dan Berusaha Ikhlas.


Wahai saudaraku, hendaklah Anda selalu memperbaiki dan menuluskan niatmu sebelum beramal. Karena ia merupakan sendi segala amal. Baik buruknya amal, selalu tergantung pada niatnya.


Rasulullah Saw. bersabda:


إِنَّمَاالْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَالِكُلِّ امْرِئٍ مَانَوَى.


“Segala perbuatan tergantung pada niat dan setiap orang akan memperoleh pahala menurut niatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)


Oleh karena itu, janganlah Anda berbicara, bekerja dan berkehendak tanpa didasari dengan niat untuk mendekatkan diri kepada Allah serta senantiasa mengharap pahala-Nya. Dengan demikian Allah Ta’ala pasti memberikan anugerah dan kemuliaan padamu.


Hubungan antara Niat dan Pendekatan Diri kepada Allah Ta’ala


Ketahuilah, bahwa tak akan sempurna pendekatan dirimu kepada Allah Ta’ala, bila tidak dengan yg digariskan oleh Allah Ta’ala melalui lisan Rasul-Nya, Muhammad Saw., baik yg fardlu maupun Sunnah.


Adakalanya niat yg benar itu memberi pengaruh pada perkata² mubah, sehingga ia menjadi qurbah (perbuatan yg mendekatkan diri kepada Allah). Hal ini sesuai dengan kaidah ilmu ushul: Alwasail Hukmul Maqashid. Misalnya ketika kita makan, berniat untuk memperoleh kekuatan dan gairah dalam beribadah kepada Allah, ketika berhubungan dengan istri, kita berniat agar dikaruniai anak yg saleh.


Hubungan antara Niat dan Amal


Niat dikatakan benar jika disertai dengan pengamalan. Contohnya, seseorang yg menuntut ilmu, dan berniat untuk mengamalkannya tetapi ketika sudah berilmu ia tidak melaksanakannya, maka niatnya tidak benar.


Bagi mereka yg mencari kekayaan dunia dengan niat untuk tidak meminta² kepada orang lain, mampu bersedekah pada yg membutuhkan dan menjalin tali silahturahmi dengan kerabatnya. Dan bila niat itu pun tidak dilaksanakan, maka hampa pulalah niat itu.


Dan niat tidak memberi pengaruh sama sekali terhadap perbuatan² maksiat, sebagaimana bersuci tidak memberi pengaruh terhadap benda² najis (seperti daging babi, biar dicuci berapa kali pun, ia tetap najis). Karenanya, seseorang yg berjumpa dengan orang lain yg sedang menggunjing, lalu ia ikut ambil bagian dalam pergunjingan itu dengan tujuan untuk menyenangkan hati si penggunjing, maka ia termasuk salah seorang penggunjing pula.


Siapa saja yg diam dan tidak menyampaikan amar makruf nahi munkar ketika melihat sesuatu kemunkaran dengan alasan tak ingin melukai hati pelakunya maka ia telah bekerja sama dalam dosa.


Suatu amal baik menjadi batil bila didasari dengan niat jelek, misalnya beramal saleh untuk mengejar kekayaan dan pangkat.


Maka berusahalah, wahai saudaraku, agar niatmu dalam ibadah itu semata² hanya untuk mencari keridhaan Allah Ta`ala. Dan berniatlah ketika melakukan hal² yg mubah, sebagai penolong untuk melakukan perbuatan taat kepada Allah.


Ketahuilah, apabila seseorang menyatukan beberapa niat baiknya dalam satu amal perbuatan, maka ia akan memperoleh pahala sebanyak niat yg ia lakukan.


Hubungannya dengan hal ibadah, misalnya pada saat kita membaca Al-Qur`an dapat menyatukan beberapa niat, yaitu: bermunajah kepada Allah Ta’ala, menggali ilmu yg ada dalam Al-Qur`an, dan memberi manfaat bagi para pendengar.


Hubungannya dengan mubah, contohnya pada waktu kita makan, seyogyanya kita berniat untuk:


– Melaksanakan perintah Allah Taala yg tersebut dalam firman-Nya:


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِن طَيِّبَاتِ مَا رَ‌زَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُ‌وا لِلَّـهِ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ ﴿١٧٢﴾


“Hai orang² yg beriman, makanlah di antara rezeki yg baik² yg Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar² kepada-Nya kamu menyembah.” (QS. Al-Baqarah: 172)


– Untuk selalu mendapatkan kekuatan dan gairah untuk beribadah kepada-Nya.


– Dan menjadikannya sebab untuk selalu mensyukuri nikmat-Nya. Ini sesuai dengan Al-Qur`an surah As-Saba` ayat 15 yg berbunyi:


لَقَدْ كَانَ لِسَبَإٍ فِي مَسْكَنِهِمْ آيَةٌ ۖ جَنَّتَانِ عَن يَمِينٍ وَشِمَالٍ ۖ كُلُوا مِن رِّ‌زْقِ رَ‌بِّكُمْ وَاشْكُرُ‌وا لَهُ ۚ بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَ‌بٌّ غَفُورٌ‌ ﴿١٥﴾


“Sesungguhnya bagi kaum Saba` ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): “Makanlah olehmu dari rezeki yg (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yg baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun”. (QS. As-Saba`: 15)


Pengertian Niat


Niat mempunyai dua pengertian. Pertama, niat adalah ungkapan tentang suatu keinginan yg mendorongmu untuk berkehendak, beramal dan berbicara.


Dengan pengertian ini, niat kebanyakan lebih baik daripada amal jika amal yg diniatkan itu baik dan sebaliknya lebih buruk dari amal jika amal yg diniatkan itu buruk. Sesuai dengan sabda Rasulullah Saw.:


نِيَّةُ الْمُؤْمِنِ خَيْرٌ مِنْ عَمَلِهِ.


“Niat orang yg beriman lebih baik daripada amalnya.” (HR. Baihaqi)


Renungkanlah, mengapa hal ini dikhususkan pada orang mukmin. 


Kedua, niat merupakan ungkapan tentang suatu amal perbuatan. Tetapi niat ini tidak mungkin lepas dari hal² berikut :


1. Berniat dan langsung melaksanakannya.


2. Berniat tapi tidak langsung melaksanakannya padahal sudah mampu untuk melakukannya. Niat inilah yg disebut azzam (cita²).


Keduanya dijelaskan dalam hadits yg diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra. dari Rasulullah Saw., bahwa Beliau bersabda:


إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ بِقَوْلِهِ فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَاكَتَبَهَااللَّهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً فَإِنْ هَمَّ بِهَافَعَمِلَهَاكَتَبَهَااللَّهُ عِنْدَهُ عَشَرَحَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضَعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيْرَةٍ وَإِنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَاكَتَبَهَا اللَّهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً فَإِنْ هَمَّ بِهَافَعَمِلَهَاكَتَبَهَااللَّهُ عِنْدَ هُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً.


“Barangsiapa bermaksud mengerjakan satu kebaikan lalu tidak melaksanakannya, Allah akan mencatat baginya satu kebaikan. Apabila ia melaksanakannya, Allah akan mencatat sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus lipat, bahkan tak terhingga kelipatannya. Dan barangsiapa bermaksud mengerjakan satu kejahatan, lalu ia tidak mengerjakannya, Allah mencatat baginya satu kebajikan. Apabila ia mengerjakannya, Allah hanya mencatat satu kejahatan.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas).


3. Berniat tapi tak mampu melaksanakannya kemudian ia hanya berharap.


Maka, meskipun ia tidak melaksanakannya, ia akan memperoleh pahala seperti yg melaksanakannya.


Ini sesuai dengan sabda Rasulullah Saw.:


أَلنَّاسُ أَرْبَعَةٌ رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ عِلْمًاوَمَالَا فَهُوَ يَعْمَلُ فِى مَالِهِ بِعِلْمِهِ فَيَقُوْلُ آجَرُلَوْ آتَانِىَ اللَّهُ مِثْلَ مَاآتَاعَمِلْتُ مِثْلَ عَمَلِهِ فَهُمَافِى الْأَجْرِسَوَاءٌ, وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا وَلَمْ يُؤْتِهِ عِلْمًافَهُوَ يَخْبِطُ فِى مَالِهِ بِجَهْلِهِ فَيَقُوْلُ آخَرُلَوْ آتَانِىَ اللَّهُ مِثْلَ مَاآتَاهُ عَمِلْتُ مِثْلَ عَمَلِهِ فَهُمَافِى الْوَزْرِسَوَاءٌ.


“Manusia terbagi atas empat golongan. Pertama, orang yg dikaruniai ilmu dan kekayaan oleh Allah. Dan ia mampu memanfaatkan kekayaannya dengan ilmunya. Kedua, orang yg hanya berniat, jika Allah mengaruniaiku seperti dia, saya juga akan beramal seperti dia. Maka kedua orang tersebut mendapat pahala yg sama. Ketiga, orang yg dikaruniai oleh Allah Ta’ala kekayaan, tanpa ilmu, kemudian ia menggunakan hartanya dengan kebodohannya. Orang ke empat, ialah orang yg hanya berniat untuk mengikuti jejak orang ketiga, bila ia diberi karunia itu. Maka mereka berdua menanggung beban dosa yg sama.” (Al-Hadits) Risalatul Mu’awanah:


2. Memperbaiki Niat Dan Berusaha Ikhlas.


Wahai saudaraku, hendaklah Anda selalu memperbaiki dan menuluskan niatmu sebelum beramal. Karena ia merupakan sendi segala amal. Baik buruknya amal, selalu tergantung pada niatnya.


Rasulullah Saw. bersabda:


إِنَّمَاالْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَالِكُلِّ امْرِئٍ مَانَوَى.


“Segala perbuatan tergantung pada niat dan setiap orang akan memperoleh pahala menurut niatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)


Oleh karena itu, janganlah Anda berbicara, bekerja dan berkehendak tanpa didasari dengan niat untuk mendekatkan diri kepada Allah serta senantiasa mengharap pahala-Nya. Dengan demikian Allah Ta’ala pasti memberikan anugerah dan kemuliaan padamu.


Hubungan antara Niat dan Pendekatan Diri kepada Allah Ta’ala


Ketahuilah, bahwa tak akan sempurna pendekatan dirimu kepada Allah Ta’ala, bila tidak dengan yg digariskan oleh Allah Ta’ala melalui lisan Rasul-Nya, Muhammad Saw., baik yg fardlu maupun Sunnah.


Adakalanya niat yg benar itu memberi pengaruh pada perkata² mubah, sehingga ia menjadi qurbah (perbuatan yg mendekatkan diri kepada Allah). Hal ini sesuai dengan kaidah ilmu ushul: Alwasail Hukmul Maqashid. Misalnya ketika kita makan, berniat untuk memperoleh kekuatan dan gairah dalam beribadah kepada Allah, ketika berhubungan dengan istri, kita berniat agar dikaruniai anak yg saleh.


Hubungan antara Niat dan Amal


Niat dikatakan benar jika disertai dengan pengamalan. Contohnya, seseorang yg menuntut ilmu, dan berniat untuk mengamalkannya tetapi ketika sudah berilmu ia tidak melaksanakannya, maka niatnya tidak benar.


Bagi mereka yg mencari kekayaan dunia dengan niat untuk tidak meminta² kepada orang lain, mampu bersedekah pada yg membutuhkan dan menjalin tali silahturahmi dengan kerabatnya. Dan bila niat itu pun tidak dilaksanakan, maka hampa pulalah niat itu.


Dan niat tidak memberi pengaruh sama sekali terhadap perbuatan² maksiat, sebagaimana bersuci tidak memberi pengaruh terhadap benda² najis (seperti daging babi, biar dicuci berapa kali pun, ia tetap najis). Karenanya, seseorang yg berjumpa dengan orang lain yg sedang menggunjing, lalu ia ikut ambil bagian dalam pergunjingan itu dengan tujuan untuk menyenangkan hati si penggunjing, maka ia termasuk salah seorang penggunjing pula.


Siapa saja yg diam dan tidak menyampaikan amar makruf nahi munkar ketika melihat sesuatu kemunkaran dengan alasan tak ingin melukai hati pelakunya maka ia telah bekerja sama dalam dosa.


Suatu amal baik menjadi batil bila didasari dengan niat jelek, misalnya beramal saleh untuk mengejar kekayaan dan pangkat.


Maka berusahalah, wahai saudaraku, agar niatmu dalam ibadah itu semata² hanya untuk mencari keridhaan Allah Ta`ala. Dan berniatlah ketika melakukan hal² yg mubah, sebagai penolong untuk melakukan perbuatan taat kepada Allah.


Ketahuilah, apabila seseorang menyatukan beberapa niat baiknya dalam satu amal perbuatan, maka ia akan memperoleh pahala sebanyak niat yg ia lakukan.


Hubungannya dengan hal ibadah, misalnya pada saat kita membaca Al-Qur`an dapat menyatukan beberapa niat, yaitu: bermunajah kepada Allah Ta’ala, menggali ilmu yg ada dalam Al-Qur`an, dan memberi manfaat bagi para pendengar.


Hubungannya dengan mubah, contohnya pada waktu kita makan, seyogyanya kita berniat untuk:


– Melaksanakan perintah Allah Taala yg tersebut dalam firman-Nya:


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِن طَيِّبَاتِ مَا رَ‌زَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُ‌وا لِلَّـهِ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ ﴿١٧٢﴾


“Hai orang² yg beriman, makanlah di antara rezeki yg baik² yg Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar² kepada-Nya kamu menyembah.” (QS. Al-Baqarah: 172)


– Untuk selalu mendapatkan kekuatan dan gairah untuk beribadah kepada-Nya.


– Dan menjadikannya sebab untuk selalu mensyukuri nikmat-Nya. Ini sesuai dengan Al-Qur`an surah As-Saba` ayat 15 yg berbunyi:


لَقَدْ كَانَ لِسَبَإٍ فِي مَسْكَنِهِمْ آيَةٌ ۖ جَنَّتَانِ عَن يَمِينٍ وَشِمَالٍ ۖ كُلُوا مِن رِّ‌زْقِ رَ‌بِّكُمْ وَاشْكُرُ‌وا لَهُ ۚ بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَ‌بٌّ غَفُورٌ‌ ﴿١٥﴾


“Sesungguhnya bagi kaum Saba` ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): “Makanlah olehmu dari rezeki yg (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yg baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun”. (QS. As-Saba`: 15)


Pengertian Niat


Niat mempunyai dua pengertian. Pertama, niat adalah ungkapan tentang suatu keinginan yg mendorongmu untuk berkehendak, beramal dan berbicara.


Dengan pengertian ini, niat kebanyakan lebih baik daripada amal jika amal yg diniatkan itu baik dan sebaliknya lebih buruk dari amal jika amal yg diniatkan itu buruk. Sesuai dengan sabda Rasulullah Saw.:


نِيَّةُ الْمُؤْمِنِ خَيْرٌ مِنْ عَمَلِهِ.


“Niat orang yg beriman lebih baik daripada amalnya.” (HR. Baihaqi)


Renungkanlah, mengapa hal ini dikhususkan pada orang mukmin. 


Kedua, niat merupakan ungkapan tentang suatu amal perbuatan. Tetapi niat ini tidak mungkin lepas dari hal² berikut :


1. Berniat dan langsung melaksanakannya.


2. Berniat tapi tidak langsung melaksanakannya padahal sudah mampu untuk melakukannya. Niat inilah yg disebut azzam (cita²).


Keduanya dijelaskan dalam hadits yg diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra. dari Rasulullah Saw., bahwa Beliau bersabda:


إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ بِقَوْلِهِ فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَاكَتَبَهَااللَّهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً فَإِنْ هَمَّ بِهَافَعَمِلَهَاكَتَبَهَااللَّهُ عِنْدَهُ عَشَرَحَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضَعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيْرَةٍ وَإِنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَاكَتَبَهَا اللَّهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً فَإِنْ هَمَّ بِهَافَعَمِلَهَاكَتَبَهَااللَّهُ عِنْدَ هُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً.


“Barangsiapa bermaksud mengerjakan satu kebaikan lalu tidak melaksanakannya, Allah akan mencatat baginya satu kebaikan. Apabila ia melaksanakannya, Allah akan mencatat sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus lipat, bahkan tak terhingga kelipatannya. Dan barangsiapa bermaksud mengerjakan satu kejahatan, lalu ia tidak mengerjakannya, Allah mencatat baginya satu kebajikan. Apabila ia mengerjakannya, Allah hanya mencatat satu kejahatan.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas).


3. Berniat tapi tak mampu melaksanakannya kemudian ia hanya berharap.


Maka, meskipun ia tidak melaksanakannya, ia akan memperoleh pahala seperti yg melaksanakannya.


Ini sesuai dengan sabda Rasulullah Saw.:


أَلنَّاسُ أَرْبَعَةٌ رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ عِلْمًاوَمَالَا فَهُوَ يَعْمَلُ فِى مَالِهِ بِعِلْمِهِ فَيَقُوْلُ آجَرُلَوْ آتَانِىَ اللَّهُ مِثْلَ مَاآتَاعَمِلْتُ مِثْلَ عَمَلِهِ فَهُمَافِى الْأَجْرِسَوَاءٌ, وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا وَلَمْ يُؤْتِهِ عِلْمًافَهُوَ يَخْبِطُ فِى مَالِهِ بِجَهْلِهِ فَيَقُوْلُ آخَرُلَوْ آتَانِىَ اللَّهُ مِثْلَ مَاآتَاهُ عَمِلْتُ مِثْلَ عَمَلِهِ فَهُمَافِى الْوَزْرِسَوَاءٌ.


“Manusia terbagi atas empat golongan. Pertama, orang yg dikaruniai ilmu dan kekayaan oleh Allah. Dan ia mampu memanfaatkan kekayaannya dengan ilmunya. Kedua, orang yg hanya berniat, jika Allah mengaruniaiku seperti dia, saya juga akan beramal seperti dia. Maka kedua orang tersebut mendapat pahala yg sama. Ketiga, orang yg dikaruniai oleh Allah Ta’ala kekayaan, tanpa ilmu, kemudian ia menggunakan hartanya dengan kebodohannya. Orang ke empat, ialah orang yg hanya berniat untuk mengikuti jejak orang ketiga, bila ia diberi karunia itu. Maka mereka berdua menanggung beban dosa yg sama.” (Al-Hadits).

No comments: