Thursday, May 22, 2025

Keutamaan Abu Bakar.

  Keutamaan Abu Bakar

Diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa ia berkata, “Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama bertemu dengan Jibril ‘alaihi as-salam. Lalu Rasulullah menanyainya:

‘Apakah umatku akan mengalami hisab atau penghitungan amal?’

‘Iya! Mereka akan mengalami hisab kecuali Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu, maka ia tidak akan mengalaminya. Kemudian dikatakan kepadanya: Hai Abu Bakar! Masuklah ke dalam surga. Ia menjawab: Aku tidak akan mau masuk ke dalam surga kecuali bersama dengan orang- orang yang mencintaiku di dunia,’ jawab Jibril.”


Siapa yang Menggigitmu?


Berdasarkan hadis ini, ada sebuah cerita dengan sanad yang bersambung kepada Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa ia berkata:


Suatu ketika kami sedang duduk di dekat Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama. Tiba-tiba ada seorang laki-laki dari golongan sahabat    mendatangi    dan menghadap Rasulullah dengan kondisi kedua betisnya berdarah.


“Apa yang telah terjadi dengan kedua betismu?” tanya Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama.


“Aku melewati seekor anjing milik si Fulan yang munafik. Kemudian anjing itu menggigitku,” jawab laki-laki itu.


“Duduklah,”       kata       Rasulullah

shollallahu ‘alaihi wa sallama.


Kemudian laki-laki itu pun duduk di depan Rasulullah SAW.


Beberapa saat kemudian, datanglah seorang laki-laki lain dari golongan sahabat datang dan menghadap Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama dengan kondisi kedua betisnya berdarah. Ia berkata:


“Wahai Rasulullah! Sesungguhnya aku melewati seekor anjing milik si Fulan yang munafik. Kemudian anjing itu menggigitku,” kata laki- laki itu.


Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama pun segera berdiri dan berkata kepada para sahabatnya:


“Antarkan kita melihat anjing ini agar kita bisa membunuhnya.”


Kemudian semua sahabat berdiri dan masing-masing membawa pedang. Ketika mereka semua telah mendatangi anjing itu dan hendak memenggalnya maka anjing itu tiba-tiba berdiri di hadapan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama dan berkata dengan bahasa yang fasih dan jelas :


“Janganlah kalian membunuhku. Sesungguhnya aku ini anjing yang beriman kepada Allah dan Rasul- Nya.”


“Mengapa kamu menggigit kedua laki-laki ini?” tanya Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama.


“Wahai Rasulullah! Sesungguhnya aku ini adalah anjing yang diperintahkan untuk menggigit siapa saja yang berkata kotor (Jawa: misuhi) tentang Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu dan Umar radhiyallahu ‘anhu,” jawab anjing.


Kemudian Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama berkata, “Hai kalian berdua (laki-laki). Apakah kalian mendengar apa yang dikatakan anjing ini?”


Dua laki-laki itu menjawab, “Wahai Rasulullah! Sesungguhnya kami bertaubat kepada Allah dan minta maaf kepada Rasul-Nya.”


Segala puji adalah milik Allah.

AMALAN YANG MENEBUS SEBAGIAN DOSA.

  AMALAN YANG MENEBUS SEBAGIAN DOSA


Diriwayatkan dari Abu Nasr al-Wasiti bahwa ia berkata, “Aku mendengar Abu Rojak al-Athoridi berkata dari riwayat Abu Bakar as-Sidiq bahwa ada seorang Baduwi mendatangi Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama. Kemudian ia berkata, “Telah sampai kepadaku (Wahai Rasulullah!)    bahwa    anda mengatakan kalau dari sholat Jumat satu sampai sholat Jumat berikutnya dan dari sholat satu sampai sholat berikutnya adalah pelebur dosa-dosa di waktu antaranya bagi orang yang menjauhi dosa-dosa besar.” Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama menjawab, “Iya benar.” Kemudian beliau menambahkan dan berkata, “Mandi pada hari Jumat adalah pelebur dosa dan berjalan menuju sholat Jumat adalah pelebur dosa. Setiap langkah dari berjalan menujunya adalah seukuran amal selama 20 tahun. Ketika seseorang telah selesai dari sholat Jumat maka ia dibalas dengan amal 200 tahun.” Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Bakar as-Shidiq.


 

 a.    Sebab Abu Bakar Masuk Islam


Disebutkan bahwa Abu Bakar adalah seorang pedagang pada zaman Jahiliah. Sebab mengapa ia masuk Islam adalah ketika ia melihat sebuah mimpi di tanah Syam. Dalam tidurnya, ia bermimpi kalau matahari dan bulan berada di atas pangkuannya. Kemudian ia memegang keduanya dengan tangan dan mendekatkan keduanya pada dada. Setelah itu ia menutupi keduanya dengan selendangnya. Sesaat ia tersadar dari mimpinya, ia pun bergegas menemui pendeta Nasrani untuk menanyainya tentang tafsiran mimpinya itu. Setelah ia menemui pendeta itu, ia berkata; 


“Aku telah melihat sebuah mimpi demikian. Aku minta anda mentakbirkannya.”


“Darimana kamu berasal” tanya pendeta.


“Dari kota Mekah,” jawab Abu Bakar.


“Dari kabilah mana kamu terlahir,” tanya pendeta.


“Dari Kabilah Taim,” jawab Abu Bakar.


“Apa profesi pekerjaanmu?” tanya pendeta lagi.


 “Berdagang,” jawab Abu Bakar.


Kemudian pendeta menjelaskan kepadanya, “Akan datang pada zaman kehidupanmu seorang laki- laki yang berasal dari keturunan Hasyim. Laki-laki itu bernama Muhammad al-Amin. Ia berasal dari Kabilah Hasyim. Ia akan menjadi seorang nabi akhir zaman. Andai ia tidak terlahirkan niscaya Allah tidak akan menciptakan langit dan bumi dan seisinya. Begitu juga andai ia tidak terlahirkan maka Dia tidak akan menciptakan Adam, para nabi dan para rasul. Ia adalah pemimpin para nabi, para rosul dan penutup mereka. Kamu akan masuk ke dalam agamanya. Kamu akan menjadi patih baginya dan khalifah setelahnya. Demikian ini adalah    takbir    mimpimu. Sebenarnya aku telah mengetahui ciri-ciri Muhammad dan sifat- sifatnya dalam Kitab Taurat, Injil, dan Zabur. Aku pun juga telah masuk ke agama Islamnya dan menyembunyikan keislamanku karena takut dengan orang-orang Nasrani”.

Setelah Abu Bakar mendengar penjelasan tentang ciri-ciri dan sifat Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama dari pendeta itu, hatinya pun menjadi luluh dan ingin sekali menemui Rasulullah. Kemudian Abu Bakar datang ke kota Mekah dan mencarinya. Akhirnya Abu Bakar pun menemukan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama. Ia tidak sabar sebentar saja tanpa melihatnya.

Ketika kebersamaan Abu Bakar dan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama telah berlangsung lama, maka pada suatu hari Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama bertanya kepadanya:


“Hai Abu Bakar! Tiap hari kamu menemuiku serta menemaniku, tetapi engapa kamu belum masuk Islam?”


Abu Bakar menjawab, “Kalau anda adalah seorang nabi, maka sudah pasti anda memiliki mukjizat.”

Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama berkata, “Apakah belum cukup bagimu mukjizatku berupa mimpi yang kamu lihat di tanah Syam, kemudian mimpimu itu dita’birkan oleh pendeta Nasrani dan ia memberitahumu tentang keislamannya?”


Sesaat setelah mendengar penjelasan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama barusan, Abu Bakar berkata, “Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan anda adalah utusan Allah.”


Akhirnya Abu Bakar pun masuk Islam dan bersungguh- sungguh dalam keislamannya.


b.    Adik yang Bertaubat dan Kakak yang Ingkar.


Ada dua bersaudara, kakak dan adik, yang berkepercayaan Majusi pada zaman Malik bin Dinar.    Mereka    berdua menyembah api. Si kakak telah menyembah api selama 73 tahun sedangkan si adik telah menyembahnya selama 35 tahun.


Si adik berkata, “Kakak! Kemarilah! Mari kita coba apakah api yang kita sembah itu akan memuliakan kita atau membakar kita sebagaimana api membakar benda-benda lain yang tidak menyembahnya. Kalau api memuliakan kita maka kita tetap akan menyembahnya. Tetapi apabila api membakar kita, maka kita tidak akan menyembahnya lagi.”


Si kakak menjawab “Baiklah. Aku setuju.”


Kemudian si kakak dan si adik menyalakan api.


“Kakak! Kamu dulu yang meletakkan tangan di atas api atau aku dulu?” tanya si adik.


“Kamu dulu saja!” jawab si kakak.


Kemudian si adik pun meletakkan tangannya di atas api dan ternyata api membakar jari-jarinya.


“Aaah,” teriak si adik kesakitan sambil segera menjauhkan tangannya dari atas api.


“Hai api! Aku telah menyembahmu selama 35 tahun dan kamu telah membuatku sakit terbakar!” seru si adik.


Si adik melanjutkan, “Hai kakak! Mari kita menyembah Tuhan Yang Esa yang apabila kita berbuat dosa dan meninggalkan perintah-Nya selama misalnya 500 tahun maka Dia akan mengampuni dan memaafkan kita dengan kita melakukan ketaatan sebentar saja dan meminta ampun sekali saja.”


Kemudian si kakak setuju dengan ajakan si adik.


Si adik berkata, “Kakak! Mari kita pergi menemui seseorang yang bisa memberikan petunjuk kepada kita pada jalan yang lurus dan mengajari kita agama Islam.”


Setelah itu, mereka bersama-sama sepakat untuk menemui Malik bin Dinar agar menuntun mereka masuk Islam. Kemudian mereka pergi menuju Malik bin Dinar dan menemuinya. Setelah sampai di tempat Malik bin Dinar berada, mereka mendapatinya tengah berada di daerah datar Bashrah sedang berada di perkumpulan orang- orang sambil memberikan nasehat kepada mereka. Banyak sekali    orang-orang yang berkumpul di majlis nasehatnya.


Ketika si kakak dan si adik melihat Malik bin Dinar, si kakak berkata kepada si adik:


“Aku telah berubah pikiran. Aku tidak akan masuk Islam karena sebagian besar usiaku telah aku habiskan untuk menyembah api. Andai aku masuk Islam dan masuk ke dalam agama Muhammad, maka para keluarga dan para tetanggaku akan mencelaku. Menyembah api lebih baik bagiku daripada menerima celaan mereka.”


“Jangan kakak! Celaan mereka bisa hilang tetapi menyembah api tidak bisa hilang,” pinta si adik.


Tetapi si kakak tetep saja tidak memperdulikan omongan si adik.


“Ya sudah! Kembali sana dengan kepercayaanmu menyembah api. Kamu adalah orang yang celaka dan anak dari orang celaka pula. Sungguh orang yang celaka di dunia dan akhirat!” kata si adik kepada si kakak.


Kemudian si kakak kembali tidak jadi menemui Malik bin Dinar dan tidak jadi masuk Islam.


Sementara itu, si adik bersama istri    dan    anak-anaknya mendatangi Malik bin Dinar.


Mereka ikut berkumpul bersama orang-orang. Mereka duduk hingga Malik bin Dinar selesai dari pengajiannya. Kemudian si adik itu berdiri dan menceritakan kisahnya. Ia meminta Malik bin Dinar menuntun dirinya dan keluarganya untuk masuk Islam. Mendengar permintaannya, Malik bin Dinar pun menuntunnya dan keluarganya masuk Islam. Akhirnya mereka semua masuk Islam. Orang-orang pun menangis karena sangat senang dan terharu.


Beberapa saat kemudian, si adik hendak pulang. Tetapi Malik bin Dinar berkata:


“Duduklah sebentar! Aku hendak mengumpulkan harta bersama santri-santriku untukmu.”


“Aku tidak ingin menjual agamaku dengan harta dunia,” jawab si adik.


Kemudian si adik dan keluarganya kembali dan memasuki suatu bangunan- bangunan sepi. Di sana mereka menemukan sebuah rumah kosong. Mereka menempatinya.


Pagi hari kemudian, si istri berkata kepadanya:


“Pergilah ke pasar! Carilah pekerjaan! Belilah makanan dengan upah kerjamu!”


 Kemudian si adik bergegas dan pergi ke pasar mencari pekerjaan. Tetapi tak ada lowongan kerja sama sekali.



“Baiklah kalau tidak ada kerjaan yang aku dapati, aku akan bekerja kepada Allah,” kata si adik dalam hatinya.


Kemudian si adik masuk ke masjid yang sudah tidak terpakai dan sholat di sana karena Allah sampai malam. Kemudian ia kembali ke keluarga dengan tangan kosong.


“Apakah hari ini kamu tidak mendapati sesuatu yang bisa dimakan?” tanya istri.


“Wahai Istriku! Aku sudah bekerja kepada Malik dan ia belum menggajiku. Barangkali ia akan menggajiku besok,” jelas si adik.


(Kata Malik yang dimaksud oleh si adik adalah Allah Yang Maha Merajai. Sedangkan si istri memahami kata malik sebagai orang yang mempekerjakan buruh).


Akhirnya    mereka    semua semalaman istirahat dengan kondisi lapar.


Pada pagi hari berikutnya, si adik keluar menuju pasar dan mencari pekerjaan. Tetapi ia lagi- lagi tidak mendapati pekerjaan seperti    hari    sebelumnya.


 Kemudian ia memutuskan untuk sholat lagi di masjid yang sama sampai malam. Kemudian ia kembali ke keluarga dengan tangan kosong.


“Apakah hari ini kamu juga tidak mendapati sesuatu yang bisa di makan?” tanya istri.


“Wahai Istriku! Aku sudah bekerja kepada Malik yang sama seperti kemarin dan ia belum menggajiku. Barangkali ia akan menggajiku besok,” jelas si adik.

Hari besoknya adalah hari Jumat. Akhirnya    mereka    semua semalaman istirahat dengan kondisi lapar.


Pada hari berikutnya, yaitu hari Jumat, si adik pergi lagi ke pasar mencari pekerjaan. Tetapi seperti hari-hari sebelumnya, ia lagi-lagi tidak mendapati pekerjaan. Akhirnya ia pergi ke masjid yang sama dan melaksanakan sholat dua rakaat. Setelah selesai sholat, ia mengangkat kedua tangannya dan berdoa:


“Wahai    Tuhanku!    Wahai Pemimpinku! Wahai Gustiku! Engkau telah memuliakanku dengan masuk Islam. Engkau telah mengenakanku mahkota dengan mahkota Islam. Engkau telah memberiku petunjuk dengan petunjuk Islam. Oleh karena itu dengan kemuliaan Islam yang telah Engkau rizkikan kepadaku, dan dengan kemuliaan hari yang penuh berkah yang merupakan hari agung di sisi-Mu, yaitu hari Jumat, aku meminta kepada-Mu agar menghilangkan kesulitanku dalam menafkahi keluarga dan agar memberiku rizki dari arah- arah yang tidak aku sangka- sangka. Demi Allah! Aku malu dengan keluargaku dan anak- anakku dan aku takut mereka akan keluar dari Islam karena kondisi mereka seperti ini.”


Kemudian si adik berdiri dan khusyuk melaksanakan sholat dua rakaat. Setelah setengah hari terlewati, si adik pergi menuju sholat Jumat.


Sementara itu, si istri dan anak-anaknya merasa sangat lapar. Tiba-tiba ada seorang laki- laki datang di depan pintu rumah dimana mereka tinggal. Laki-laki itu mengetuk pintu. Kemudian si istri membukakannya. Sesaat setelah membuka pintui, ia melihat laki-laki yang ganteng dengan membawa suatu wadah emas yang tertutup kain yang ditenun dengan emas pula. Laki- laki itu berkata;


“Ambillah wadah ini! Dan katakan kepada suamimu kalau ini adalah upah pekerjaannya selama dua hari sebelumnya. Katakan kepadanya pula untuk lebih bekerja keras, karena kami akan mengupahinya, terutama pada hari ini, yaitu hari Jumat, karena bekerja sedikit di hari ini di sisi Allah Yang Maha Merajai dan Perkasa adalah pekerjaan yang besar.”


Kemudian si istri pun menerima wadah emas itu. Ketika ia buka, ternyata di dalamnya terdapat 1000 dinar. Kemudian ia mengambil satu dinar dan pergi ke tempat penukaran uang. Saat itu, pemilik toko penukaran uang adalah seorang Nasrani. Sesampai di toko, si istri memberikan satu dinar kepada pemilik toko. Satu dinar itu di timbang dan ternyata timbangannya lebih dari satu mitsqol sampai dua mitsqol. Kemudian si pemilik toko melihat ukiran uang dinar itu. Ia tahu kalau uang dinar itu adalah berasal dari hadiah akhirat.


“Darimana kamu mendapatkan uang dinar ini?” tanya si pemilik toko.


Kemudian si istri menceritakan kisahnya saat diberi wadah emas berisi uang dinar itu kepada si pemilik toko.


“Tuntun aku masuk Islam,” pinta si pemilik toko.


Kemudian si pemilik toko pun masuk Islam dan memberi 10 dirham kepada si istri.


“Infakkan 10 dirham ini! Jika sudah habis, maka beritahu aku!” pinta si pemilik toko kepada si istri.


Sementara itu, si adik selesai dari sholatnya. Ia pun kembali menemui keluarganya dengan tangan kosong. Sebelum menemui mereka, ia mengambil kain dan mengisinya dengan debu.



“Kalau istriku menanyakan apa bungkusan kain ini maka aku akan menjawab kalau bungkusan ini adalah gandum,” kata si adik dalam hatinya.


Ketika si adik telah masuk ke sekitar    bangunan-bangunan kosong, ia melihat rumahnya. Tiba-tiba, dari dalam rumahnya, ia telah melihat telah dipersiapkan tikar dan ia mencium bau makanan. Ia pun meletakkan kain berisi debu itu di dekat pintu rumahnya agar istrinya tidak tahu.


Kemudian si adik bertanya kepada istrinya tentang apa yang telah terjadi dan tentang makanan yang tiba-tiba sudah ada di rumah. Kemudian si istri bercerita kepada si adik, suaminya, tentang semua yang telah terjadi. Kemudian si adik bersujud bersyukur kepada Allah ‘Azza Wa Jalla.


“Apa yang kamu bawa di dalam kain itu?” tanya si istri kepada suaminya.


“Tidak perlu ditanyakan!” jawab si suami.


Kemudian si istri pergi mendekati pintu dan membuka kain. Tiba- tiba debu yang sebelumnya di dalam kain telah berubah menjadi gandum dengan izin Allah Ta’ala. Melihat kejadian itu, si suami bersujud bersyukur kepada Allah dan beribadah kepada-Nya sampai ia dicabut nyawanya oleh Allah Ta’ala.


Al-Faqih semoga Allah merahmatinya berkata “Angkatlah kedua tangan kalian dan ucapkan, ‘Dengan kemuliaan hari Jumat, ampunilah kami dan dosa-dosa kami! Hilangkanlah kesusahan- kesusahan kami!’ karena si adik ini ketika berdoa kepada Allah dan meminta kepada-Nya adalah dengan menggunakan kata-kata ‘dengan perantara kemuliaan Jumat (Bihurmatil Jumat)’ hingga Allah memenuhi kebutuhannya dan memberinya rizki dari arah- arah yang tidak ia sangka-sangka. Begitu juga dengan kita, ketika berdoa pada hari Jumat, maka kita sebaiknya mengucapkan kata-kata ‘dengan perantara kemuliaan Jumat (Bihurmatil Jumat).’ Barangkali    semoga    Allah memenuhi kebutuhan-kebutuhan kita karena sesungguhnya Dia adalah Dzat Yang Maha Pengasih dan Tuhan Yang Maha Mulia”.


KEIMANAN / TENTANG HAL YANG DINUKIL DARI ZABUR NABI DAUD AS.

  


KEIMANAN / TENTANG HAL YANG DINUKIL DARI ZABUR NABI DAUD AS

Diriwayatkan dari as- Shomad dari Mughoffal bahwa ia berkata, “Saya telah mendengar kalau Wahab bin Munabbah radhiyallahu ‘anhu berkata, ‘Aku telah membaca 30 sajak di akhir Kitab Zabur Nabi Daud, Semoga Allah merahmatinya:


Allah berfirman; Hai Daud! Apakah kamu tahu orang mukmin manakah yang lebih Aku sukai untuk Aku panjangkan usianya?


Daud menjawab; Tidak. (Hamba- Mu) tidak tahu.


Allah menjelaskan; Yaitu orang mukmin    yang    ketika mengucapkan kalimat [’ﻻ إﻟﻪ إﻻ اﷲ‘] maka kulitnya mengkerut dan tulang-tulangnya bergetar. Ketika demikian itu, Aku tidak suka ia mati sebagaimana orang tua tidak suka anaknya mati. Akan tetapi kematian sudah pasti akan menemuinya.    Aku    ingin membahagiakan ia di sebuah desa selain desa (dunia) ini karena kenikmatan dunia adalah cobaan. Kemudahan di dunia adalah suatu beban. Di dunia terdapat musuh yang mendekatkan kalian pada kerusakan yang tidak mengalir sebagaimana darah mengalir. Karena sifat dunia yang seperti ini, maka Aku mempercepat para kekasih-Ku menuju 44t ut (dengan mati di usia pendek). Andai sifat dunia tidak seperti itu niscaya Adam dan anak cucunya akan panjang umur sampai ditiup sangkakala tanda datangnya Hari Kiamat.


Dengan sanad seperti diatas, terdapat sebuah riwayat dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda ‘Barang siapa membaca ﷲ إﻻ ﻻإﻟﮫ dan ia memanjangkan bacaannya maka 4000 dosa besarnya telah sirna.” Hadis ini diriwayatkan oleh Ali radhiyallahu ‘anhu.


a.    Penyakit Rasa Takut


Di Majlis Tafsir al-Quran yang diasuh oleh Syeh al-Imam az- Zahid Ya’qub al-Kisai, Semoga Allah merahmatinya, disebutkan sebuah riwayat bahwa Hazim bin Walid radhiyallahu ‘anhu jatuh sakit. Kemudian ia dibawa ke seorang dokter. Dokter tersebut memeriksa denyut jantungnya. Setelah diperiksa, si dokter berkata kepada orang-orang yang mengantarnya:


“Tidak ada penyakit yang diderita oleh Hazim bin Walid. Tetapi coba kalian bertanya kepadanya.


 Karena seseorang akan lebih tahu tentang keadaan dirinya sendiri”. Kemudian orang-orang bertanya kepada Hazim bin Walid “Sebenarnya penyakit apa yang anda derita”.


“Aku tidak menderita suatu penyakit. Penyakitku adalah rasa takut kepada Allah Yang Maha Mulia dan Maha Pemberi. Begitu juga aku takut dengan dilaporkan dan dihitungnya amal-amal dan takut dengan hilangnya keimanan sehingga aku menjadi orang yang berhak menerima balasan siksa. Beruntung sekali orang yang keluar dari dunia dengan membawa keimanan dan tempat kembalinya adalah surga.”


b.    Taubatnya Raja Sombong 

 

Diceritakan dari Abu Bakar bin   Abdillah   al-Muzni,   Semoga Allah merahmatinya bahwa ada seorang raja yang sombong terhadap Allah. Orang-orang Islam tidak    terima    dengan kesombongannya itu. Akhirnya mereka memutuskan untuk memeranginya. Dengan izin Allah, mereka berhasil mengalahkan dan menawannya hidup-hidup.


Mereka berkata, “Bagaimana kita akan membunuhnya. Ia telah berbuat sombong terhadap Allah.”


Kemudian mereka bersepakat membunuhnya       dengan       cara meletakkannya di sebuah bejana besar dengan diikat kepalanya. Kemudian dari bawahnya, dinyalakan api. Ketika raja itu merasakan panasnya api maka ia menyeru berhala-berhalanya yang ia sembah;


“Hai Lata! Selamatkanlah aku! Hai Habil! Selamatkanlah aku! Hai Uzza! Selamatkanlah aku dari siksa yang aku alami saat ini. Hai Habil! Dulu aku pernah mengusap kepalamu dan kedua kakimu pada tahun demikian.”


Ketika raja itu mengeluh kepada berhala-berhala yang ia sembah, maka panas api semakin bertambah. Ia menjadi tahu kalau berhala-berhala itu tidak 46t u menyelamatkannya. Ia merasa putus asa dan bertaubat kepada Allah. Kemudian di dalam bejana besar, ia berseru:


ﻻ إﻟﻪ إﻻ اﷲ ﳏﻤﺪ رﺳﻮل اﷲ

“Tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya”.


Sesaat setelah seruan itu, Allah mengutus hujan dari langit untuk jatuh di atas api bejana dan memadamkannya. Allah juga mengutus angin agar angin menerpa bejana besar dan membuatnya terbang. Karena hembusan angin, bejana besar itu bergerak-gerak di udara. Raja yang ada di dalam bejana besar terus-menerus    mengucapkan

ﻻ إﻟﻪ إﻻ اﷲ ﳏﻤﺪ رﺳﻮل اﷲ


tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya.


Kemudian angin menerbangkan dan melempar jauh bejana besar itu hingga tak terlihat mata hingga menjatuhkannya di antara suatu kaum yang tidak mengenal Allah sama sekali.


Melihat bejana besar jatuh dari langt, kaum pun penasaran dan mendekatinya. Mereka memeriksa dan membukanya. Tiba-tiba mereka melihat raja itu. Dengan segera, mereka mengeluarkan raja dan bertanya:


“Siapa kamu? Apa yang telah terjadi denganmu?”


“Aku adalah raja di wilayah (demikian),” jawab si raja.


Kemudian raja itu menceritakan kisahnya kepada kaum. Akhirnya mereka semua masuk Islam..



Rizki Allah.

  Diriwayatkan dari Mu’adz Jabal    radhiyallahu    ‘anhu bahwa ia berkata, “Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama bersabda; Allah berfirman: (1) Hai anak cucu Adam! Malulah terhadapku ketika    menyiksamu. (2) Hai anak cucu Adam! Bertaubatlah kepada-Ku! Maka Aku akan memuliakanmu seperti kemuliaan yang diberikan kepada para nabi. (3) Hai anak cucu Adam! Jangan memalingkan hatimu jauh dari-Ku karena sesungguhnya apabila kamu memalingkan hatimu jauh dari-Ku maka Aku akan menghinakanmu dan tidak akan menolongmu. (4) Hai anak cucu Adam! Apabila kamu bertemu dengan-Ku sedangkan kamu membawa kebaikan-kebaikan    sebanyak penduduk bumi maka Aku tidak akan menerimanya sampai kamu membenarkan janji dan ancaman- Ku. (5) Hai anak cucu Adam! Sesungguhnya Aku adalah Dzat yang memberi rizki. Kamu adalah makhluk yang diberi rizki dan kamu tahu kalau sesungguhnya Aku memenuhimu dengan memberimu rizki. Oleh karena itu, jangan meninggalkan ketaatan kepada-Ku gara-gara rizki karena sesungguhnya apabila kamu meninggalkan ketaatan kepada- Ku gara-gara rizkimu maka akan tetap bagimu siksa-Ku. Hai anak cucu Adam! Jagalah 5 (lima) nasehat ini karena-Ku maka akan tetap bagimu surga … (hingga akhir hadis).”

a. Kalo Sudah Jadi Rizkimu Maka Tidak Akan Kemana.

Hai saudara-saudara muslimku! Janganlah kalian bersedih hati atas rizki dan janganlah rizki kalian mencegahmu dari taat kepada Allah karena ada Firman-Nya: tidaklah dari makhluk hidup di bumi kecuali Allah telah mengatur rizkinya,1 seperti keterangan yang tertera dalam hadis bahwa sesungguhnya Allah menciptakan burung hijau di udara dan menjadikan anak panah berada di punggungnya dan anak panah lain di bawah perutnya. 

 

Dan Allah menciptakan ikan besar di laut yang selalu memakan ikan kecil. Sesaat setelah ikan besar itu memakan ikan kecil, ternyata didapati sedikit daging ikan kecil yang terselit di antara gigi-giginya. 

 

Selitan daging itu membuatnya sakit hingga ia mengeluarkan kepalanya ke permukaan air. Saat kepalanya dikeluarkan ke permukaan air, mulutnya terbuka. Sementara itu, burung hijau datang ke arah mulut ikan besar dan masuk ke dalamnya. Kemudian burung hijau itu memakan daging yang terselit di antara gigi-giginya. 

 

Dua anak panah yang tertancap di punggung dan bawah perut burung hijau menjadi seperti dua tiang di mulut ikan besar sehingga ikan besar tidak bisa melahap dan memakan burung hijau. Setelah selitan daging yang menyelit di antara gigi-gigi ikan besar habis dimakan burung hijau, ia pun keluar dari mulut ikan dan terbang ke udara. 


Allah telah menetapkan rizki burung hijau itu berada di antara gigi-gigi ikan besar. Kemudian ikan besar kembali ke tempatnya dan beristirahat. Masing-masing dari burung hijau dan ikan besar saling menjadi sebab satu sama lain. Allah tidak meninggalkan burung hijau tanpa mendapatkan rizki. Lantas apakah Allah akan meninggalkan manusia tanpa memperoleh rizkinya?”


b.    Disuapi Roti Oleh Burung Gagak


Diceritakan bahwa sebab Ibrahim bin Adham bertaubat adalah bahwa pada suatu hari, ia keluar berburu. Kemudian ia beristirahat di suatu tempat sambil mengeluarkan nampan piring untuk memakan bekal makanannya. 

 

Saat makanan berada di atas nampan piring, tiba-tiba burung gagak datang dan menyambar rotinya dengan paruh dan langsung terbang ke udara. Ibrahim pun kaget. Kemudian ia bergegas menaiki kuda dan mengejar burung gagak itu hingga menuju ke arah gunung. Ibrahim kehilangan jejak. Ia pun terus mengejar burung gagak itu dengan naik ke arah gunung. Tiba- tiba dari kejauhan, ia melihat burung gagak itu. 

 

Ketika ia telah mendekati, burung gagak itu kaget dan akhirnya terbang. Melihat tempat burung gagak itu mulai terbang, tiba-tiba Ibrahim melihat seorang laki-laki terikat tergeletak miring di gunung. Ia pun turun dari kudanya dan melepaskan ikatan laki-laki itu. Setelah laki- laki itu terbebas, Ibrahim pun menanyakan apa yang telah terjadi padanya. Laki-laki itu menjelaskan;


“Sebenarnya aku adalah seorang pedagang. Aku telah dirampok oleh segerombolan perampok. Semua harta yang aku bawa dirampas oleh mereka. Mereka menganiayaku, mengikatku, dan membuangku di tempat ini. Aku bertahan di sini sudah selama 7 hari. Setiap harinya, burung gagak itu membawakanku roti. Ia berada di atas dadaku dan memotong- motong roti dengan paruhnya. Kemudian ia menyuapkannya ke mulutku. Selama 7 hari itu, Allah tidak meninggalkanku dalam kelaparan.”


Setelah mendengar cerita laki-laki itu, Ibrahim pun menaiki kudanya dan memboncengkan laki-laki itu untuk di antarkan ke tempat dimana ia tinggal. Kemudian Ibrahim pun bertaubat dan kembali kepada Allah. Ia melepas dan meninggalkan pakaian bagusnya dan hanya mengenakan pakaian bulu. Ia juga memerdekakan semua budak- budaknya. Ia juga mewakafkan tanah dan harta miliknya. Kemudian ia mengenakan tongkat dan pergi menuju kota Mekah tanpa membawa bekal dan kendaraan. Ia hanya berpasrah diri kepada Allah dan tidak kuatir dengan bekalnya. Dalam perjalanannya, ia tidak merasa kelaparan hingga ia sampai di kota Mekah. Ia bersyukur dan memuja Allah.


Allah berfirman, “Barang siapa berpasrah diri kepada Allah maka Dia    akan    mencukupinya. Sesungguhnya Allah berkuasa atas kehendak-Nya. Allah telah menetapkan takdir bagi segala sesuatu.



ANJURAN MEMBACA QUL HUWALLOHU AHAD

 ANJURAN MEMBACA QUL HUWALLOHU AHAD


Diriwayatkan dari Ali bin Abu Tholib bahwa ia berkata bahwa Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama bersabda, “Barang siapa membaca Surat al- Ikhlas setelah sholat Subuh sebanyak 10 kali maka tidak ada suatu dosa yang menimpanya pada hari itu meskipun setan berusaha menggodanya. Surat al- Ikhlas adalah Surat Makiyyah (yang    diturunkan    ketika Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama berada di Mekah). Surat itu memiliki 4 (empat ayat), 15 kalimat, dan 47 huruf.”



Diriwayatkan dari Ubay bin Kaab radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama bahwa ia bersabda, “Barang siapa membaca Surat al- Ikhlas satu kali maka ia diberi pahala sebanyak pahala 100 orang mati syahid.”


Diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa ia berkata, “Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama bersabda, ‘Barang siapa membaca Surat al- Ikhlas sebanyak satu kali maka seolah-olah ia telah membaca 1/3 al-Quran. Dan barang siapa membacanya dua kali maka seolah-olah ia telah membaca 2/3 al-Quran. Dan barang siapa membacanya tiga kali maka seolah-olah ia telah membaca seluruh al-Quran. Barang siapa membacanya sebanyak sebelas kali maka Allah membangunkan untuknya rumah di surga yang terbuat dari intan merah.”


a. Sebab diturunkannya Surat al-Ikhlas


Sebab diturunkannya Surat al-Ikhlas adalah bahwa Ubay bin Kaab, Jabir bin Abdillah, Abu al- Aliyah, asy-Sya’bi dan Ikrimah, Semoga Allah meridhoi mereka, berkata:


Pada saat itu, orang-orang kafir Mekah tengah berkumpul. Di antaranya adalah Amir-bin Thufail, Zaid bin Qois, dan lain- lain. Mereka berkata, “Hai Muhammad! Beritahu kami sifat Tuhanmu! Apakah berasal dari emas, perak, besi atau tembaga? Karena tuhan-tuhan kami adalah berasal dari benda-benda itu.”


Mendengar pertanyaan orang kafir, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama berkata, “Aku adalah utusan Allah. Sesungguhnya Allah tidak menyamai sesuatu. Aku tidak mengatakan kalau Allah itu adalah sesuatu.”


Kemudian Allah menurunkan kepada Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama Surat al-Ikhlas ini dan ia berkata:

 

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ‎﴿١﴾‏ اللَّهُ الصَّمَدُ ‎﴿٢﴾‏ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ‎﴿٣﴾‏ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ ‎﴿٤﴾

 

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata, “As-Somad adalah Dzat yang tidak memiliki perut, tidak makan dan tidak minum. Andaikan Allah itu memiliki perut maka Dia tentu membutuhkan sesuatu. Padahal Dia itu tidak membutuhkan sesuatu apapun, melainkan segala makhluk membutuhkan-Nya. Ada yang mengatakan bahwa as-Somad adalah tidak melahirkan dan tidak dilahirkan. Maksud Lam Yalid adalah Allah tidak memiliki anak yang kemudian nantinya mewarisi kerajaan-Nya. Maksud lam Yuulad adalah Allah tidak memiliki bapak yang memberikan warisan kepada-Nya. Maksud Walam Yakun Lahu Kufuwan Ahad adalah bahwa Allah tidak memiliki lawan, tidak memiliki saingan, tidak memiliki sesama, dan tidak ada siapapun yang menyamai-Nya.”


Dalam riwayat lain disebutkan    bahwa    sebab diturunkannya Surat al-Ikhlas adalah sesungguhnya ketika Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama keluar pergi menuju Madinah, maka orang-orang Kafir Mekah berkumpul di pintu jalan Nadwah,    yaitu    jalan perkampungan Abu Jahl. Mereka berkata, “Barang siapa membawa Muhammad atau kepalanya kepada kita maka kita akan memberinya 100 unta yang merah yang hitam biji matanya.” Kemudian ada seorang laki-laki bernama Suroqoh bin Malik berdiri dan berkata, “Aku akan membawa Muhammad kepada kalian.”. Akhirnya, mereka pun menanggung harta unta tersebut untuknya.


Pada suatu hari, Suroqoh mengejar Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama. Ia berhasil menyusulnya. Ia menghunuskan pedangnya untuk membunuh Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama.    Tiba-tiba        tanah menahannya.        Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama memerintahkan bumi untuk menahannya hingga kaki kuda Suroqoh amblas ke dalam tanah setinggi lutut. Kemudian Suroqoh berkata:


“Wahai Rasulullah! Ampuni aku! Ampuni aku!”


Kemudian Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama berdoa dan Suroqoh terselamatkan. Setelah beberapa saat, Suroqoh kembali menghunuskan pedang untuk membunuh Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama. Kemudian tanah kembali mengamblaskan kaki kudanya hingga sampai pusar.


“Ampuni aku! Ampuni aku! Aku tidak akan melakukannya lagi,” kata Suroqoh


Kemudian Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama berdoa dan Suroqohpun terselamatkan.


Kemudian Suroqoh turun dari kudanya    dan    mencegah Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama di depan unta beliau. Kemudian ia berkata:


“Wahai Rasulullah! Beritahu aku! Siapakah Tuhanmu yang memiliki kekuasaan semacam ini? Apakah terbuat dari emas atau perak?”


Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama menundukkan kepala dan diam sebentar. Kemudian Jibril turun dan mengatakan:

 

“Katakanlah!    Hai    Muhammad! Allah adalah Dzat Yang Maha Esa. Allah    adalah    Dzat    yang dibutuhkan oleh semua makhluk.

 

Dia tidak melahirkan dan tidak dilahirkan. Tidak ada satupun yang menyamai-Nya. Katakanlah! Hai Muhammad! Allah adalah Dzat  yang menciptakan langit dan bumi. Dia telah menciptakan pasangan-pasangan dari kalian dan untuk kalian dan juga menciptakan pasangan-pasangan dari binatang-binatang ternak.


Tidak ada sesuatu yang menyamai-Nya. Dia adalah Dzat Yang Maha Mendengar dan Maha Melihat.”


Mendengar penjelasan Rasulullah, Suroqoh berkata, “Wahai Rasulullah! Tuntun aku masuk Islam!”


Kemudian Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama menuntunnya masuk Islam. Kemudian Suroqoh masuk Islam dan keislamannya menjadi baik.


b.  Al-Ikhlas    adalah    Pelebur Hutang


Diceritakan sesungguhnya Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama sedang duduk di pintu kota Madinah. Tiba-tiba ada jenazah mayit laki-laki lewat yang digotong oleh orang-orang. Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama bertanya:


“Apakah mayit itu masih memiliki kewajiban hutang?”


Orang-orang menjawab, “Ia masih memiliki kewajiban membayar hutang 4 (empat) dirham.”


“Sholatilah sendiri mayit itu! Karena aku tidak mau mensholati orang yang ketika masih hidup memiliki kewajiban membayar hutang 4 (empat) dirham. Kemudian ia mati dan belum membayarnya.”   kata   Rasulullah

shollallahu ‘alaihi wa sallama.


Kemudian Malaikat Jibril turun menemui Rasulullah dan berkata, “Hai    Muhammad!    Allah menitipkan salam untukmu. Dia berkata, ‘Aku mengutus Jibril dengan menjelma seorang manusia dan membayarkan hutang mayit itu.’ Dia juga berkata ‘Berdirilah dan sholatilah mayit itu karena ia telah diampuni. Barang siapa mensholati jenazah mayit itu maka Allah akan mengampuninya. ‘”


Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama bertanya, “Hai saudaraku, Jibril! Darimana mayit itu mendapatkan kemuliaan ini?”


Jibril menjawab, “Karena ia setiap hari membaca Surat al-Ikhlas 100 kali karena Surat itu mengandung sifat-sifat Allah dan pujaan-pujaan untuk-Nya. Allah berkata, ‘Barang siapa membaca Surat al-Ikhlas satu kali seumur hidup maka ia tidak akan keluar dari dunia kecuali ia akan melihat tempatnya di surga, terutama, barang siapa membacanya di sholat-sholat lima waktu setiap hari sedemikian kali maka kamu akan mensyafaatinya besok di Hari Kiamat dan mensyafaati seluruh kerabatnya, yaitu orang-orang yang telah ditetapkan masuk neraka terlebih dahulu.”

Memperbaiki Niat Dan Berusaha Ikhlas. (1)

 Memperbaiki Niat Dan Berusaha Ikhlas.


Wahai saudaraku, hendaklah Anda selalu memperbaiki dan menuluskan niatmu sebelum beramal. Karena ia merupakan sendi segala amal. Baik buruknya amal, selalu tergantung pada niatnya.


Rasulullah Saw. bersabda:


إِنَّمَاالْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَالِكُلِّ امْرِئٍ مَانَوَى.


“Segala perbuatan tergantung pada niat dan setiap orang akan memperoleh pahala menurut niatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)


Oleh karena itu, janganlah Anda berbicara, bekerja dan berkehendak tanpa didasari dengan niat untuk mendekatkan diri kepada Allah serta senantiasa mengharap pahala-Nya. Dengan demikian Allah Ta’ala pasti memberikan anugerah dan kemuliaan padamu.


Hubungan antara Niat dan Pendekatan Diri kepada Allah Ta’ala


Ketahuilah, bahwa tak akan sempurna pendekatan dirimu kepada Allah Ta’ala, bila tidak dengan yg digariskan oleh Allah Ta’ala melalui lisan Rasul-Nya, Muhammad Saw., baik yg fardlu maupun Sunnah.


Adakalanya niat yg benar itu memberi pengaruh pada perkata² mubah, sehingga ia menjadi qurbah (perbuatan yg mendekatkan diri kepada Allah). Hal ini sesuai dengan kaidah ilmu ushul: Alwasail Hukmul Maqashid. Misalnya ketika kita makan, berniat untuk memperoleh kekuatan dan gairah dalam beribadah kepada Allah, ketika berhubungan dengan istri, kita berniat agar dikaruniai anak yg saleh.


Hubungan antara Niat dan Amal


Niat dikatakan benar jika disertai dengan pengamalan. Contohnya, seseorang yg menuntut ilmu, dan berniat untuk mengamalkannya tetapi ketika sudah berilmu ia tidak melaksanakannya, maka niatnya tidak benar.


Bagi mereka yg mencari kekayaan dunia dengan niat untuk tidak meminta² kepada orang lain, mampu bersedekah pada yg membutuhkan dan menjalin tali silahturahmi dengan kerabatnya. Dan bila niat itu pun tidak dilaksanakan, maka hampa pulalah niat itu.


Dan niat tidak memberi pengaruh sama sekali terhadap perbuatan² maksiat, sebagaimana bersuci tidak memberi pengaruh terhadap benda² najis (seperti daging babi, biar dicuci berapa kali pun, ia tetap najis). Karenanya, seseorang yg berjumpa dengan orang lain yg sedang menggunjing, lalu ia ikut ambil bagian dalam pergunjingan itu dengan tujuan untuk menyenangkan hati si penggunjing, maka ia termasuk salah seorang penggunjing pula.


Siapa saja yg diam dan tidak menyampaikan amar makruf nahi munkar ketika melihat sesuatu kemunkaran dengan alasan tak ingin melukai hati pelakunya maka ia telah bekerja sama dalam dosa.


Suatu amal baik menjadi batil bila didasari dengan niat jelek, misalnya beramal saleh untuk mengejar kekayaan dan pangkat.


Maka berusahalah, wahai saudaraku, agar niatmu dalam ibadah itu semata² hanya untuk mencari keridhaan Allah Ta`ala. Dan berniatlah ketika melakukan hal² yg mubah, sebagai penolong untuk melakukan perbuatan taat kepada Allah.


Ketahuilah, apabila seseorang menyatukan beberapa niat baiknya dalam satu amal perbuatan, maka ia akan memperoleh pahala sebanyak niat yg ia lakukan.


Hubungannya dengan hal ibadah, misalnya pada saat kita membaca Al-Qur`an dapat menyatukan beberapa niat, yaitu: bermunajah kepada Allah Ta’ala, menggali ilmu yg ada dalam Al-Qur`an, dan memberi manfaat bagi para pendengar.


Hubungannya dengan mubah, contohnya pada waktu kita makan, seyogyanya kita berniat untuk:


– Melaksanakan perintah Allah Taala yg tersebut dalam firman-Nya:


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِن طَيِّبَاتِ مَا رَ‌زَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُ‌وا لِلَّـهِ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ ﴿١٧٢﴾


“Hai orang² yg beriman, makanlah di antara rezeki yg baik² yg Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar² kepada-Nya kamu menyembah.” (QS. Al-Baqarah: 172)


– Untuk selalu mendapatkan kekuatan dan gairah untuk beribadah kepada-Nya.


– Dan menjadikannya sebab untuk selalu mensyukuri nikmat-Nya. Ini sesuai dengan Al-Qur`an surah As-Saba` ayat 15 yg berbunyi:


لَقَدْ كَانَ لِسَبَإٍ فِي مَسْكَنِهِمْ آيَةٌ ۖ جَنَّتَانِ عَن يَمِينٍ وَشِمَالٍ ۖ كُلُوا مِن رِّ‌زْقِ رَ‌بِّكُمْ وَاشْكُرُ‌وا لَهُ ۚ بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَ‌بٌّ غَفُورٌ‌ ﴿١٥﴾


“Sesungguhnya bagi kaum Saba` ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): “Makanlah olehmu dari rezeki yg (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yg baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun”. (QS. As-Saba`: 15)


Pengertian Niat


Niat mempunyai dua pengertian. Pertama, niat adalah ungkapan tentang suatu keinginan yg mendorongmu untuk berkehendak, beramal dan berbicara.


Dengan pengertian ini, niat kebanyakan lebih baik daripada amal jika amal yg diniatkan itu baik dan sebaliknya lebih buruk dari amal jika amal yg diniatkan itu buruk. Sesuai dengan sabda Rasulullah Saw.:


نِيَّةُ الْمُؤْمِنِ خَيْرٌ مِنْ عَمَلِهِ.


“Niat orang yg beriman lebih baik daripada amalnya.” (HR. Baihaqi)


Renungkanlah, mengapa hal ini dikhususkan pada orang mukmin. 


Kedua, niat merupakan ungkapan tentang suatu amal perbuatan. Tetapi niat ini tidak mungkin lepas dari hal² berikut :


1. Berniat dan langsung melaksanakannya.


2. Berniat tapi tidak langsung melaksanakannya padahal sudah mampu untuk melakukannya. Niat inilah yg disebut azzam (cita²).


Keduanya dijelaskan dalam hadits yg diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra. dari Rasulullah Saw., bahwa Beliau bersabda:


إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ بِقَوْلِهِ فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَاكَتَبَهَااللَّهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً فَإِنْ هَمَّ بِهَافَعَمِلَهَاكَتَبَهَااللَّهُ عِنْدَهُ عَشَرَحَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضَعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيْرَةٍ وَإِنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَاكَتَبَهَا اللَّهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً فَإِنْ هَمَّ بِهَافَعَمِلَهَاكَتَبَهَااللَّهُ عِنْدَ هُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً.


“Barangsiapa bermaksud mengerjakan satu kebaikan lalu tidak melaksanakannya, Allah akan mencatat baginya satu kebaikan. Apabila ia melaksanakannya, Allah akan mencatat sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus lipat, bahkan tak terhingga kelipatannya. Dan barangsiapa bermaksud mengerjakan satu kejahatan, lalu ia tidak mengerjakannya, Allah mencatat baginya satu kebajikan. Apabila ia mengerjakannya, Allah hanya mencatat satu kejahatan.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas).


3. Berniat tapi tak mampu melaksanakannya kemudian ia hanya berharap.


Maka, meskipun ia tidak melaksanakannya, ia akan memperoleh pahala seperti yg melaksanakannya.


Ini sesuai dengan sabda Rasulullah Saw.:


أَلنَّاسُ أَرْبَعَةٌ رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ عِلْمًاوَمَالَا فَهُوَ يَعْمَلُ فِى مَالِهِ بِعِلْمِهِ فَيَقُوْلُ آجَرُلَوْ آتَانِىَ اللَّهُ مِثْلَ مَاآتَاعَمِلْتُ مِثْلَ عَمَلِهِ فَهُمَافِى الْأَجْرِسَوَاءٌ, وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا وَلَمْ يُؤْتِهِ عِلْمًافَهُوَ يَخْبِطُ فِى مَالِهِ بِجَهْلِهِ فَيَقُوْلُ آخَرُلَوْ آتَانِىَ اللَّهُ مِثْلَ مَاآتَاهُ عَمِلْتُ مِثْلَ عَمَلِهِ فَهُمَافِى الْوَزْرِسَوَاءٌ.


“Manusia terbagi atas empat golongan. Pertama, orang yg dikaruniai ilmu dan kekayaan oleh Allah. Dan ia mampu memanfaatkan kekayaannya dengan ilmunya. Kedua, orang yg hanya berniat, jika Allah mengaruniaiku seperti dia, saya juga akan beramal seperti dia. Maka kedua orang tersebut mendapat pahala yg sama. Ketiga, orang yg dikaruniai oleh Allah Ta’ala kekayaan, tanpa ilmu, kemudian ia menggunakan hartanya dengan kebodohannya. Orang ke empat, ialah orang yg hanya berniat untuk mengikuti jejak orang ketiga, bila ia diberi karunia itu. Maka mereka berdua menanggung beban dosa yg sama.” (Al-Hadits) Risalatul Mu’awanah:


2. Memperbaiki Niat Dan Berusaha Ikhlas.


Wahai saudaraku, hendaklah Anda selalu memperbaiki dan menuluskan niatmu sebelum beramal. Karena ia merupakan sendi segala amal. Baik buruknya amal, selalu tergantung pada niatnya.


Rasulullah Saw. bersabda:


إِنَّمَاالْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَالِكُلِّ امْرِئٍ مَانَوَى.


“Segala perbuatan tergantung pada niat dan setiap orang akan memperoleh pahala menurut niatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)


Oleh karena itu, janganlah Anda berbicara, bekerja dan berkehendak tanpa didasari dengan niat untuk mendekatkan diri kepada Allah serta senantiasa mengharap pahala-Nya. Dengan demikian Allah Ta’ala pasti memberikan anugerah dan kemuliaan padamu.


Hubungan antara Niat dan Pendekatan Diri kepada Allah Ta’ala


Ketahuilah, bahwa tak akan sempurna pendekatan dirimu kepada Allah Ta’ala, bila tidak dengan yg digariskan oleh Allah Ta’ala melalui lisan Rasul-Nya, Muhammad Saw., baik yg fardlu maupun Sunnah.


Adakalanya niat yg benar itu memberi pengaruh pada perkata² mubah, sehingga ia menjadi qurbah (perbuatan yg mendekatkan diri kepada Allah). Hal ini sesuai dengan kaidah ilmu ushul: Alwasail Hukmul Maqashid. Misalnya ketika kita makan, berniat untuk memperoleh kekuatan dan gairah dalam beribadah kepada Allah, ketika berhubungan dengan istri, kita berniat agar dikaruniai anak yg saleh.


Hubungan antara Niat dan Amal


Niat dikatakan benar jika disertai dengan pengamalan. Contohnya, seseorang yg menuntut ilmu, dan berniat untuk mengamalkannya tetapi ketika sudah berilmu ia tidak melaksanakannya, maka niatnya tidak benar.


Bagi mereka yg mencari kekayaan dunia dengan niat untuk tidak meminta² kepada orang lain, mampu bersedekah pada yg membutuhkan dan menjalin tali silahturahmi dengan kerabatnya. Dan bila niat itu pun tidak dilaksanakan, maka hampa pulalah niat itu.


Dan niat tidak memberi pengaruh sama sekali terhadap perbuatan² maksiat, sebagaimana bersuci tidak memberi pengaruh terhadap benda² najis (seperti daging babi, biar dicuci berapa kali pun, ia tetap najis). Karenanya, seseorang yg berjumpa dengan orang lain yg sedang menggunjing, lalu ia ikut ambil bagian dalam pergunjingan itu dengan tujuan untuk menyenangkan hati si penggunjing, maka ia termasuk salah seorang penggunjing pula.


Siapa saja yg diam dan tidak menyampaikan amar makruf nahi munkar ketika melihat sesuatu kemunkaran dengan alasan tak ingin melukai hati pelakunya maka ia telah bekerja sama dalam dosa.


Suatu amal baik menjadi batil bila didasari dengan niat jelek, misalnya beramal saleh untuk mengejar kekayaan dan pangkat.


Maka berusahalah, wahai saudaraku, agar niatmu dalam ibadah itu semata² hanya untuk mencari keridhaan Allah Ta`ala. Dan berniatlah ketika melakukan hal² yg mubah, sebagai penolong untuk melakukan perbuatan taat kepada Allah.


Ketahuilah, apabila seseorang menyatukan beberapa niat baiknya dalam satu amal perbuatan, maka ia akan memperoleh pahala sebanyak niat yg ia lakukan.


Hubungannya dengan hal ibadah, misalnya pada saat kita membaca Al-Qur`an dapat menyatukan beberapa niat, yaitu: bermunajah kepada Allah Ta’ala, menggali ilmu yg ada dalam Al-Qur`an, dan memberi manfaat bagi para pendengar.


Hubungannya dengan mubah, contohnya pada waktu kita makan, seyogyanya kita berniat untuk:


– Melaksanakan perintah Allah Taala yg tersebut dalam firman-Nya:


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِن طَيِّبَاتِ مَا رَ‌زَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُ‌وا لِلَّـهِ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ ﴿١٧٢﴾


“Hai orang² yg beriman, makanlah di antara rezeki yg baik² yg Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar² kepada-Nya kamu menyembah.” (QS. Al-Baqarah: 172)


– Untuk selalu mendapatkan kekuatan dan gairah untuk beribadah kepada-Nya.


– Dan menjadikannya sebab untuk selalu mensyukuri nikmat-Nya. Ini sesuai dengan Al-Qur`an surah As-Saba` ayat 15 yg berbunyi:


لَقَدْ كَانَ لِسَبَإٍ فِي مَسْكَنِهِمْ آيَةٌ ۖ جَنَّتَانِ عَن يَمِينٍ وَشِمَالٍ ۖ كُلُوا مِن رِّ‌زْقِ رَ‌بِّكُمْ وَاشْكُرُ‌وا لَهُ ۚ بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَ‌بٌّ غَفُورٌ‌ ﴿١٥﴾


“Sesungguhnya bagi kaum Saba` ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): “Makanlah olehmu dari rezeki yg (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yg baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun”. (QS. As-Saba`: 15)


Pengertian Niat


Niat mempunyai dua pengertian. Pertama, niat adalah ungkapan tentang suatu keinginan yg mendorongmu untuk berkehendak, beramal dan berbicara.


Dengan pengertian ini, niat kebanyakan lebih baik daripada amal jika amal yg diniatkan itu baik dan sebaliknya lebih buruk dari amal jika amal yg diniatkan itu buruk. Sesuai dengan sabda Rasulullah Saw.:


نِيَّةُ الْمُؤْمِنِ خَيْرٌ مِنْ عَمَلِهِ.


“Niat orang yg beriman lebih baik daripada amalnya.” (HR. Baihaqi)


Renungkanlah, mengapa hal ini dikhususkan pada orang mukmin. 


Kedua, niat merupakan ungkapan tentang suatu amal perbuatan. Tetapi niat ini tidak mungkin lepas dari hal² berikut :


1. Berniat dan langsung melaksanakannya.


2. Berniat tapi tidak langsung melaksanakannya padahal sudah mampu untuk melakukannya. Niat inilah yg disebut azzam (cita²).


Keduanya dijelaskan dalam hadits yg diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra. dari Rasulullah Saw., bahwa Beliau bersabda:


إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ بِقَوْلِهِ فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَاكَتَبَهَااللَّهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً فَإِنْ هَمَّ بِهَافَعَمِلَهَاكَتَبَهَااللَّهُ عِنْدَهُ عَشَرَحَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضَعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيْرَةٍ وَإِنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَاكَتَبَهَا اللَّهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً فَإِنْ هَمَّ بِهَافَعَمِلَهَاكَتَبَهَااللَّهُ عِنْدَ هُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً.


“Barangsiapa bermaksud mengerjakan satu kebaikan lalu tidak melaksanakannya, Allah akan mencatat baginya satu kebaikan. Apabila ia melaksanakannya, Allah akan mencatat sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus lipat, bahkan tak terhingga kelipatannya. Dan barangsiapa bermaksud mengerjakan satu kejahatan, lalu ia tidak mengerjakannya, Allah mencatat baginya satu kebajikan. Apabila ia mengerjakannya, Allah hanya mencatat satu kejahatan.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas).


3. Berniat tapi tak mampu melaksanakannya kemudian ia hanya berharap.


Maka, meskipun ia tidak melaksanakannya, ia akan memperoleh pahala seperti yg melaksanakannya.


Ini sesuai dengan sabda Rasulullah Saw.:


أَلنَّاسُ أَرْبَعَةٌ رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ عِلْمًاوَمَالَا فَهُوَ يَعْمَلُ فِى مَالِهِ بِعِلْمِهِ فَيَقُوْلُ آجَرُلَوْ آتَانِىَ اللَّهُ مِثْلَ مَاآتَاعَمِلْتُ مِثْلَ عَمَلِهِ فَهُمَافِى الْأَجْرِسَوَاءٌ, وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا وَلَمْ يُؤْتِهِ عِلْمًافَهُوَ يَخْبِطُ فِى مَالِهِ بِجَهْلِهِ فَيَقُوْلُ آخَرُلَوْ آتَانِىَ اللَّهُ مِثْلَ مَاآتَاهُ عَمِلْتُ مِثْلَ عَمَلِهِ فَهُمَافِى الْوَزْرِسَوَاءٌ.


“Manusia terbagi atas empat golongan. Pertama, orang yg dikaruniai ilmu dan kekayaan oleh Allah. Dan ia mampu memanfaatkan kekayaannya dengan ilmunya. Kedua, orang yg hanya berniat, jika Allah mengaruniaiku seperti dia, saya juga akan beramal seperti dia. Maka kedua orang tersebut mendapat pahala yg sama. Ketiga, orang yg dikaruniai oleh Allah Ta’ala kekayaan, tanpa ilmu, kemudian ia menggunakan hartanya dengan kebodohannya. Orang ke empat, ialah orang yg hanya berniat untuk mengikuti jejak orang ketiga, bila ia diberi karunia itu. Maka mereka berdua menanggung beban dosa yg sama.” (Al-Hadits).

Mati: Perjalanan Menuju Kekekalan.

 

Judul Buku: “Mati: Perjalanan Menuju Kekekalan”

Bab 1: Asal Kata dan Makna Mati

Asal Kata:

Kata "mati" berasal dari bahasa Arab: مَاتَ – يَمُوتُ – مَوْتًا yang berarti "wafat" atau "berhenti hidup".

Makna istilahnya: berpindah dari alam dunia menuju alam barzakh sebagai bagian dari siklus kehidupan makhluk ciptaan Allah.

---

Bab 2: Keutamaan Mengingat Kematian

Ayat Al-Qur’an:

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati...” (QS. Ali Imran: 185)

“Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, walaupun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh...” (QS. An-Nisa: 78)

Hadis:

“Perbanyaklah mengingat pemutus segala kenikmatan, yaitu kematian.” (HR. Tirmidzi)

Hikmah:

Mengingat mati membuat hati lembut, menumbuhkan taubat, menyadarkan akan kefanaan dunia, dan memotivasi amal saleh.

---

Bab 3: Hukum Mengingat dan Mempersiapkan Kematian

Hukum:

Mengingat kematian adalah sunnah muakkadah (sangat dianjurkan), dan mempersiapkan diri untuknya adalah wajib secara moral dan syar’i.

Dalil:

“Dan hendaklah setiap jiwa memperhatikan apa yang telah dipersiapkan untuk hari esok (akhirat).” (QS. Al-Hasyr: 18)

Hadis:

“Orang cerdas adalah orang yang menghisab dirinya dan beramal untuk kehidupan setelah mati.” (HR. Tirmidzi)

---

Bab 4: Adab dalam Menghadapi dan Mengurus Kematian

Adab Sebelum Mati:

Berwasiat

Bertobat

Meminta maaf kepada orang lain

Meninggalkan urusan dunia secara baik

Adab Saat Sakaratul Maut:

Membimbing mengucapkan kalimat syahadat

Membacakan Yasin (HR. Abu Dawud)

Adab Setelah Mati:

Menutup mata

Mendoakan

Menyegerakan pemakaman

Tidak meratapi berlebihan

---

Bab 5: Kematian Husnul Khatimah

Ciri-ciri:

Meninggal dengan kalimat syahadat

Dalam keadaan beribadah

Dalam keadaan tobat

Meninggal pada hari Jumat

Ayat:

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: Rabb kami adalah Allah, kemudian mereka tetap istiqamah, maka malaikat akan turun kepada mereka (seraya berkata): Janganlah kamu takut dan jangan bersedih hati.” (QS. Fussilat: 30)

Hadis:

“Barang siapa akhir ucapannya ‘La ilaha illallah’, maka ia masuk surga.” (HR. Abu Dawud)

---

Bab 6: Kematian Su’ul Khatimah

Ciri-ciri:

Mati dalam keadaan maksiat

Menolak kalimat syahadat

Hati berpaling dari Allah

Ayat:

“Dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim.” (QS. Ali Imran: 102)

Hadis:

“Sungguh, ada seseorang yang beramal dengan amalan ahli surga... namun akhirnya ia melakukan amalan ahli neraka dan ia masuk neraka.” (HR. Bukhari dan Muslim)

---

Bab 7: Relevansi dengan Kondisi Indonesia Saat Ini

Budaya konsumtif, hedonisme, dan kemaksiatan yang terbuka membuat umat terlena.

Banyak kematian mendadak dan tanpa persiapan ruhani.

Perlu gerakan dakwah kematian dan kesadaran akhirat agar hidup lebih bermakna.

---

Bab 8: Nasihat Syekh Abdul Qadir al-Jailani

> “Bersiaplah untuk mati sebelum maut mendatangimu. Jadilah seperti orang yang merantau: ia tak membawa banyak barang, tapi semua yang dibawa adalah bekal untuk pulang.”

---

Bab 9: Nasihat Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari

> “Bagaimana engkau bisa merasa tenang dengan dunia, sedangkan kematian mengintaimu setiap waktu? Setiap tarikan nafas adalah langkah menuju kubur.”

---

Lampiran Cerita Hikmah: “Dosa Terhapus Saat Menyusul Azan”

Seorang pemuda yang biasa meninggalkan salat, tiba-tiba satu hari ia berkata pada ibunya, “Bu, aku ingin salat di masjid.” Ia wudhu, berangkat ke masjid, namun ajalnya datang di tengah perjalanan. Ia ditemukan wafat dalam posisi berlutut, wajah bersinar.

Kata imam masjid: “Mungkin inilah husnul khatimah. Allah menutup hidupnya dengan niat baik dan amal terakhirnya adalah menuju salat.”

---

Doa: Jalan Menuju Cahaya.


Judul Buku: “Doa: Jalan Menuju Cahaya”

Bab 1: Asal Kata dan Makna Doa

Asal Kata:

Kata “doa” berasal dari bahasa Arab: الدُّعَاءُ (ad-du‘ā’), yang berasal dari akar kata دَعَا - يَدْعُو yang berarti “memanggil”, “memohon”, atau “meminta”.

Makna Istilah:

Doa secara istilah berarti permohonan hamba kepada Tuhannya, sebagai wujud penghambaan dan pengakuan atas kelemahan diri, serta keyakinan bahwa Allah adalah Dzat Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu.

---

Bab 2: Keutamaan Doa

Ayat Al-Qur'an:

“Dan Tuhanmu berfirman: Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.” (QS. Ghafir: 60)

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), sesungguhnya Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku.” (QS. Al-Baqarah: 186)

Hadis:

“Doa adalah senjata orang mukmin, tiang agama, dan cahaya langit dan bumi.” (HR. Al-Hakim)

“Tidak ada sesuatu yang lebih mulia di sisi Allah daripada doa.” (HR. Tirmidzi)

---

Bab 3: Hukum Berdoa

Hukum:

Berdoa adalah wajib dalam arti umum, terutama dalam keadaan sangat membutuhkan, dan sunnah dalam banyak kondisi.

Dalil Al-Qur’an:

“Dan janganlah kamu menyembah selain Allah, yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) mendatangkan mudarat kepadamu, sebab jika kamu berbuat (yang demikian itu), maka sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang zalim.” (QS. Yunus: 106)

Hadis:

“Barang siapa tidak berdoa kepada Allah, maka Allah akan murka kepadanya.” (HR. Tirmidzi)

---

Bab 4: Adab Berdoa

Adab Doa:

1. Menghadap kiblat

2. Mengangkat tangan

3. Memulai dengan pujian dan shalawat

4. Berdoa dengan khusyuk dan suara lembut

5. Yakin dikabulkan

6. Tidak tergesa-gesa

Dalil:

“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan rendah hati dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-A'raf: 55)

Hadis:

“Sesungguhnya Allah Maha Baik, Dia tidak menerima kecuali yang baik.” (HR. Muslim) — ini menunjukkan pentingnya keikhlasan dan kesucian hati saat berdoa.

---

Bab 5: Doa yang Diterima

Syarat Doa Diterima:

Yakin dikabulkan

Tidak tergesa-gesa

Makanan dan pakaian halal

Hati khusyuk

Hadis:

“Berdoalah kepada Allah dalam keadaan yakin akan dikabulkan, dan ketahuilah bahwa Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai dan tidak sungguh-sungguh.” (HR. Tirmidzi)

---

Bab 6: Doa yang Ditolak

Penyebab Doa Ditolak:

Makanan haram

Tidak ikhlas

Melanggar etika berdoa

Tidak bersungguh-sungguh

Hadis:

“Seorang laki-laki yang rambutnya kusut masai dan berdebu karena perjalanan panjang, mengangkat tangan ke langit dan berkata: ‘Ya Rabb, ya Rabb,’ padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan diberi makan dari yang haram, maka bagaimana mungkin doanya dikabulkan?” (HR. Muslim)

---

Bab 7: Relevansi Doa dengan Kondisi Indonesia

Di tengah krisis moral, ekonomi, dan sosial, doa menjadi bentuk ketundukan kepada Allah dan perwujudan harapan. Masyarakat Indonesia yang religius secara budaya memiliki peluang besar untuk menjadikan doa sebagai kekuatan kolektif dalam menjemput solusi dari Allah.

---

Bab 8: Nasihat dari Syekh Abdul Qadir al-Jailani

> “Jangan putus asa dalam berdoa, meski pintu-pintu langit belum terbuka. Doa yang tertunda itu seperti benih yang ditanam, ia butuh waktu untuk tumbuh.”

---

Bab 9: Nasihat dari Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari

> “Jangan karena lambatnya pemberian dari Allah dalam doamu, lalu kamu putus asa. Allah akan memberi pada waktunya, tidak menurut keinginanmu, tapi menurut hikmah-Nya.”

---

Lampiran Cerita Hikmah: “Doa dari Hati yang Terluka”

Seorang ibu miskin yang setiap malam memanjatkan doa untuk anaknya agar tidak ikut geng motor. Ia hanya berdoa, menangis dalam sujud. Beberapa bulan kemudian, sang anak mengalami kecelakaan kecil, membuatnya sadar dan bertobat. Ia berkata, “Waktu aku sadar, aku teringat wajah ibu saat berdoa.”

> Hikmah: Doa yang ikhlas bisa menembus kerasnya hati manusia.

---

Ilmu dan Maksiat: Jalan Menuju Surga atau Neraka.


Ilmu dan Maksiat: Jalan Menuju Surga atau Neraka


1. Tulisan Arab


قال عليٌّ رضي الله عنه:

"مَن طَلَبَ العِلْمَ فَقَدِ ابْتَغَى الجَنَّةَ، وَمَن طَلَبَ المَعْصِيَةَ فَقَدِ ابْتَغَى النَّارَ."



---


2. Bacaan Latin


Qāla ‘Alīyyun raḍiyallāhu ‘anhu:

"Man ṭalaba al-‘ilma faqad ibtagha al-jannah, wa man ṭalaba al-ma‘ṣiyah faqad ibtagha an-nār."


---


3. Terjemahan


Dari Ali r.a.:

"Barangsiapa mencari ilmu, maka surgalah yang dicari. Dan barangsiapa mencari maksiat, maka nerakalah yang dicarinya."



---


4. Hikmah


Ilmu bukan sekadar pengetahuan, melainkan jalan menuju ridha Allah.


Mencari ilmu berarti mendekat kepada surga, karena ilmu menuntun pada amal salih.


Sementara itu, maksiat adalah langkah menjauh dari Allah menuju murka-Nya.


Perkataan ini membimbing kita agar senantiasa menjadikan ilmu sebagai kompas hidup.


---


5. Tafsir Maknawi


Ilmu yang dimaksud adalah ilmu yang mendekatkan kita kepada Allah: fikih, tauhid, akhlak, dan ilmu dunia yang memberi manfaat.


Maksiat yang dimaksud bukan hanya perbuatan besar, tapi juga kebiasaan kecil yang disengaja: lalai salat, menipu, ghibah, dan menunda kebaikan.


Siapa yang bersungguh-sungguh dalam satu jalan (ilmu atau maksiat), maka ia sebenarnya sedang menetapkan tujuan hidupnya: surga atau neraka.


---


6. Hadis Terkait


"Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.”

(HR. Muslim)


“Dunia dilaknat dan apa yang ada di dalamnya dilaknat, kecuali dzikir kepada Allah dan yang terkait dengannya, serta orang alim dan pencari ilmu.”

(HR. Tirmidzi)


---


7. Ayat Al-Qur’an yang Berkaitan


QS. Al-Mujadilah: 11


> “...Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat...”




QS. Az-Zumar: 9


> “Katakanlah: Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?”




QS. Al-Isra’: 36


> “Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya...”




---


8. Relevansi di Indonesia Saat Ini


Banyak generasi muda lebih tertarik pada hiburan dan gaya hidup hedonis daripada menuntut ilmu.


Kegiatan maksiat mudah diakses melalui internet, sementara majelis ilmu semakin ditinggalkan.


Hadis ini menjadi pengingat agar bangsa Indonesia kembali menjadikan ilmu sebagai jalan hidup, bukan popularitas atau harta semata.


Gerakan literasi Islam, pengajian, dan pendidikan akhlak harus digalakkan di semua lapisan masyarakat.


---


9. Nasihat Syekh Abdul Qadir al-Jailani


> “Ilmu adalah cahaya. Ia tidak akan masuk ke dalam hati yang gelap oleh maksiat. Bersihkan dirimu terlebih dahulu, lalu carilah ilmu dengan hati yang suci, maka surga akan mendekat kepadamu.”

(Futuh al-Ghaib)





---


10. Nasihat Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari


> “Ilmu yang tidak menjauhkanmu dari maksiat bukanlah ilmu, itu hanya hafalan. Ilmu sejati menuntunmu pada takut dan cinta kepada Allah.”

(al-Hikam)





---


11. Cerita Hikmah


"Selembar Kertas dan Seonggok Lumpur"


Di sebuah pesantren, dua santri diuji: satu disuruh menulis ayat Al-Qur’an, satu lagi disuruh menggali tanah. Setelah sebulan, kertas sang penulis bercahaya karena penuh ilmu, sedang tangan si penggali hitam penuh lumpur.


Kyai berkata, “Yang satu memilih cahaya, yang satu memilih kegelapan. Pilihanmu menentukan arahmu — surga atau neraka.”



---




Gelisah Duniawi vs Ukhrawi.


Buku Renungan: Gelisah Duniawi vs Ukhrawi


1. Teks Arab


قال عثمان رضي الله عنه:

همّ الدنيا ظلمة في القلب، وهمّ الآخرة نور في القلب.


---


2. Bacaan Latin


Qāla ‘Utsmān raḍiyallāhu ‘anhu:

Hammu ad-dunyā ẓulmatun fī al-qalb, wa hammu al-ākhirah nūrun fī al-qalb.


---


3. Terjemahan


Utsman r.a. berkata: “Bingung memikirkan dunia akan menjadikan hati gelap, sedangkan bingung memikirkan akhirat akan menjadikan hati terang.”


---


4. Hikmah Ungkapan


Kegelisahan karena dunia menggelapkan hati, karena isinya hanya hawa nafsu, persaingan, dan ketamakan.


Kegelisahan karena akhirat justru mencerahkan, sebab mengingatkan kita pada Allah, tanggung jawab, dan keselamatan abadi.


Orang yang fokus pada akhirat akan tetap tenang, sekalipun dunia bergejolak.


---


5. Tafsir Maknawi


"Hammu ad-dunyā ẓulmatun fī al-qalb”: Dunia sering membuat kita lalai. Ketika hati hanya memikirkan uang, status, dan ambisi dunia, maka nurani menjadi sempit dan gelap.


"Hammu al-ākhirah nūrun fī al-qalb”: Memikirkan akhirat membentuk kepekaan, keikhlasan, dan keberanian hidup. Cahaya iman akan muncul dari sana.


---


6. Hadis yang Berkaitan


1. “Barangsiapa yang niat utamanya adalah dunia, maka Allah akan cerai-beraikan urusannya, menjadikan kemiskinan di pelupuk matanya, dan dunia tidak akan mendatanginya kecuali sekadar yang telah ditentukan.”

(HR. Tirmidzi)


2. “Orang cerdas adalah yang menghisab dirinya dan beramal untuk setelah mati. Sedangkan orang lemah adalah yang mengikuti hawa nafsunya dan berharap dari Allah dengan harapan kosong.”

(HR. Tirmidzi)


---


7. Ayat Al-Qur’an yang Berkaitan


QS. Al-Hadid: 20


> “Ketahuilah, bahwa kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda gurau, perhiasan dan saling berbangga... dan kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.”


QS. Al-A‘la: 16–17


> “Tetapi kamu lebih memilih kehidupan dunia, padahal kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal.”


QS. An-Nur: 35


> “Allah adalah cahaya langit dan bumi...”

(Cahaya ini masuk ke dalam hati orang yang mengingat akhirat dan menjauh dari dunia.)


---


8. Relevansi di Indonesia Saat Ini


Banyak orang tersesat dalam kecemasan finansial, budaya konsumtif, dan media sosial yang memperparah orientasi duniawi.


Ungkapan Sayyidina Utsman ini menjadi reminder spiritual untuk kaum muda dan pengusaha agar tidak terperangkap dalam ambisi dunia.


Dengan kembali ke nilai ukhrawi, hati menjadi lapang, damai, dan tangguh dalam menghadapi krisis.




---


9. Nasihat Syekh Abdul Qadir al-Jailani


"Jika engkau melihat dunia menghampirimu, maka jauhilah ia. Karena ia akan menghitamkan hatimu. Tapi bila engkau melihat akhirat hadir di hatimu, maka bersujudlah dengan penuh syukur. Itulah cahaya yang menuntunmu pulang."


(Futuh al-Ghaib)



---


10. Nasihat Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari


"Salah satu tanda matinya hati: engkau resah jika kehilangan dunia, dan engkau tenang-tenang saja jika kehilangan akhirat."

(al-Hikam)



---


11. Lampiran Cerita Hikmah


“Cermin Penjual Es”


Seorang penjual es yang sederhana ditanya:

"Apa yang membuatmu bahagia walau hidup susah?"


Ia menjawab, “Aku menjual sesuatu yang akan mencair dan hilang — seperti dunia. Maka aku tak mau hatiku juga mencair karena dunia. Setiap hari aku ingatkan diriku: jangan simpan hatimu di tempat yang akan mencair.”



---



Mencari Kemuliaan di Sisi Allah.

Buku Hikmah dan Tafsir: Mencari Kemuliaan di Sisi Allah


1. Teks Arab Hadis

ابْتَغِ الْمَعْرُوفَ عِنْدَ اللَّهِ، بِأَنْ تَعْفُوَ عَمَّنْ ظَلَمَكَ، وَتُعْطِيَ مَنْ حَرَمَكَ

(HR. Ibnu ‘Adiy dari Ibnu ‘Umar)

---

2. Bacaan Latin

Ibtaghi al-ma‘rūfa ‘inda Allāh, bi’an ta‘fū ‘amman ẓalamaka, wa tu‘ṭiya man ḥaramaka.

---

3. Terjemahan

"Carilah kemuliaan (kebaikan) di sisi Allah, dengan cara engkau memaafkan orang yang menzalimimu dan engkau memberi kepada orang yang tidak memberimu."

(HR. Ibnu ‘Adiy dari Ibnu ‘Umar)

---

4. Hikmah Hadis

Kemuliaan hakiki datang dari Allah, bukan dari balasan manusia.

Memaafkan adalah bentuk kekuatan batin, bukan kelemahan.

Memberi tanpa pamrih menunjukkan kebersihan hati dan keikhlasan.

Hadis ini membimbing umat untuk menjadi pemberi, bukan penuntut.

---

5. Tafsir Makna Hadis

“Ibtaghi al-ma‘rūf ‘inda Allāh”: carilah pahala, kebaikan, kemuliaan bukan di mata manusia, tapi di sisi Allah.

“Ta‘fū ‘amman ẓalamak”: jangan balas dendam; ampunan itu cahaya di hati.

“Tu‘ṭiya man ḥaramak”: jangan jadikan perlakuan buruk orang sebagai alasan untuk berhenti berbuat baik.

---

6. Hadis Lain yang Berkaitan

1. “Bukanlah orang yang kuat itu yang menang dalam pergulatan, tetapi orang yang kuat adalah yang mampu mengendalikan dirinya saat marah.”

(HR. Bukhari dan Muslim)

2. “Barang siapa memaafkan dan memperbaiki, maka pahalanya dari Allah.”

(HR. Ahmad)

3. “Sedekah tidak mengurangi harta, dan Allah akan menambahkan kemuliaan kepada seorang hamba yang memaafkan.”

(HR. Muslim)

---

7. Ayat Al-Qur’an yang Berkaitan

QS. Asy-Syura: 40

> “Barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah.”

QS. Ali ‘Imran: 134

> “(Orang-orang yang bertakwa) adalah mereka yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain.”

QS. Fussilat: 34

> “Tolaklah kejahatan dengan cara yang lebih baik, maka orang yang antara kamu dan dia ada permusuhan akan menjadi seperti teman yang setia.”

---

8. Relevansi di Indonesia Saat Ini

Polarisasi politik dan perbedaan pandangan sosial kerap menimbulkan dendam dan kebencian.

Hadis ini mengajarkan sikap lapang dada dan memberi tanpa syarat, sangat relevan dalam membangun perdamaian sosial.

Dalam konteks ekonomi, banyak yang saling menuntut, jarang yang mau memberi lebih dulu — padahal Islam mengajarkan sebaliknya.

---

9. Nasihat Syekh Abdul Qadir al-Jailani

"Jangan engkau hitung siapa yang memberi padamu. Lihatlah siapa yang telah menjadikan engkau bisa memberi. Allah-lah pemilik segalanya, maka jangan engkau sempitkan hatimu hanya karena perlakuan buruk manusia."

(Futuh al-Ghaib)

---

10. Nasihat Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari

"Jika engkau memberi karena Dia, engkau tak akan kecewa bila tak dibalas. Dan bila engkau memaafkan karena Dia, engkau akan merasa lebih mulia dari pada membalas."

(al-Hikam)

---

11. Lampiran Cerita Hikmah

“Membalas dengan Senyum”

Seorang penjual makanan di pasar selalu diejek oleh seorang pemuda setiap hari. Namun, penjual itu tidak pernah marah. Ia tetap tersenyum dan memberi pemuda itu roti gratis setiap hari Jum'at.

Sampai suatu hari, pemuda itu jatuh sakit. Hanya si penjual yang menjenguk dan mengurusnya. Pemuda itu pun menangis, menyesal atas kelakuannya.

Ia bertanya, “Mengapa engkau tidak pernah membalas ejekanku?”

Penjual itu menjawab, “Aku ingin dicintai Allah, bukan dibalas olehmu.”

---



Keagungan Allah dalam Al-Isra’ Ayat 111.

Buku Hikmah dan Tafsir: Keagungan Allah dalam Al-Isra’ Ayat 111

1. Teks Arab Al-Qur’an (Al-Isra’: 111)

وَقُلِ ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ ٱلَّذِى لَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًۭا وَلَمْ يَكُن لَّهُۥ شَرِيكٌۭ فِى ٱلْمُلْكِ وَلَمْ يَكُن لَّهُۥ وَلِىٌّۭ مِّنَ ٱلذُّلِّ ۖ وَكَبِّرْهُ تَكْبِيرًۭا

2. Bacaan Latin

Wa qulil-ḥamdu lillāhillażī lam yattakhiż waladāw wa lam yakul lahū syarīkun fil-mulki wa lam yakul lahū waliyyum minaż-żulli wa kabbir-hu takbīrā.

3. Terjemahan

"Dan katakanlah: ‘Segala puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kerajaan-Nya, dan tidak (pula) Dia memerlukan penolong karena kehinaan-Nya,’ dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya." (QS. Al-Isra': 111)

---

4. Tafsir Ayat (Ringkasan Ulama)

Menurut tafsir Ibnu Katsir:

Tidak mempunyai anak: Menolak klaim kaum musyrik dan Ahlul Kitab bahwa Allah punya anak.

Tidak punya sekutu dalam kerajaan-Nya: Allah adalah satu-satunya penguasa mutlak.

Tidak memerlukan penolong karena kehinaan: Kekuasaan-Nya sempurna, tidak seperti makhluk yang lemah.

Agungkanlah Dia: Perintah untuk mentauhidkan dan mengagungkan Allah seagung-agungnya.

---

5. Hadis yang Berkaitan (HR. Ahmad)

مِنْ آيَاتِ عَظَمَةِ اللَّهِ: قُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي لَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا، وَلَمْ يَكُنْ لَهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ، وَلَمْ يَكُنْ لَهُ وَلِيٌّ مِنَ الذُّلِّ، وَكَبِّرْهُ تَكْبِيرًا

"Di antara tanda-tanda keagungan Allah adalah (ayat): 'Segala puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak... dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya.'"

(HR. Ahmad, sanad hasan)

---

6. Ayat Al-Qur’an Lain yang Berkaitan

Al-Ikhlas: 1–4

"Katakanlah: Dialah Allah Yang Maha Esa... tidak beranak dan tidak diperanakkan..."

Az-Zumar: 67

"Mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya..."

Al-Kahfi: 4–5"...bahwasanya Allah tidak mempunyai anak..."

---

7. Hikmah dari Ayat dan Hadis

Tauhid murni: menolak segala bentuk syirik.

Menanamkan keyakinan bahwa Allah tidak butuh siapa pun.

Menjadikan pujian kepada Allah sebagai lisan dan hati.

Perintah untuk takbir, mengagungkan Allah dalam segala kondisi.

---

8. Relevansi dengan Keadaan di Indonesia Saat Ini

Masih marak praktik klenik, perdukunan, dan pengagungan makhluk.

Sebagian orang masih menjadikan tokoh atau benda sebagai perantara mutlak dalam ibadah.

Ayat ini mengingatkan umat untuk kembali ke tauhid yang lurus.

Dalam suasana banyak cobaan bangsa, hanya kebergantungan total kepada Allah yang memberi jalan keluar.

---

9. Nasihat Syekh Abdul Qadir Al-Jailani

"Barang siapa yang menisbatkan anak kepada Allah, maka ia telah buta dari cahaya tauhid. Peganglah keagungan-Nya, dan jangan kau samakan Dia dengan ciptaan."

(al-Futuhat ar-Rabbaniyah)

---

10. Nasihat Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari

"Engkau terlalu sibuk mencari pertolongan makhluk, padahal Tuhanmu tak pernah membutuhkan mereka untuk menolong-Nya. Maka agungkanlah Allah dalam kesendirian-Nya dan jangan tergelincir dalam syirik tersembunyi."

(al-Hikam)

---

11. Lampiran Cerita Hikmah

"Anak Kecil dan Raksasa"

Di sebuah desa, seorang anak kecil selalu berkata "Allahu Akbar" setiap kali takut. Suatu hari, desa itu diganggu oleh seorang pemuda bertopeng yang mengaku bisa menyelamatkan mereka, tetapi meminta mereka menyembahnya.

Anak kecil itu berkata: “Aku hanya percaya pada Allah yang tidak punya anak, tidak butuh sekutu, dan sangat besar kekuasaannya. ALLAHU AKBAR!”

Pemuda itu pun terkejut dan jatuh pingsan. Penduduk desa pun sadar bahwa kekuatan sejati bukan pada manusia, melainkan hanya milik Allah semata.

---