Saturday, May 17, 2025

Al isra'

Berikut adalah tafsir lengkap Surah Al-Isra' (Al-Isrā') ayat 60 berdasarkan berbagai sumber tafsir terkemuka:

---

Surah Al-Isra’ (17) Ayat 60


Arab: وَإِذْ قُلْنَا لَكَ إِنَّ رَبَّكَ أَحَاطَ بِٱلنَّاسِ ۚ وَمَا جَعَلْنَا ٱلرُّءْيَا ٱلَّتِىٓ أَرَيْنَـٰكَ إِلَّا فِتْنَةًۭ لِّلنَّاسِ وَٱلشَّجَرَةَ ٱلْمَلْعُونَةَ فِى ٱلْقُرْءَانِ ۚ وَنُخَوِّفُهُمْ فَمَا يَزِيدُهُمْ إِلَّا طُغْيَـٰنًۭا كَبِيرًۭا


Latin: Wa idz qulnaa laka inna rabbaka ahaatha binnaasi wamaa ja'alnar ru'yallati arainaaka illaa fitnatal linnaasi wash shajaratal mal'oonata fil quraani wa nukhawwifu-hum famaa yaziidu-hum illaa tughyaanan kabiiraa

Artinya (Kemenag RI): Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepadamu: "Sesungguhnya Tuhanmu meliputi manusia." Dan Kami tidak menjadikan mimpi yang telah Kami perlihatkan kepadamu itu, melainkan sebagai cobaan bagi manusia, dan (begitu pula) pohon yang dilaknat dalam Al-Qur'an. Dan Kami menakut-nakuti mereka, tetapi yang demikian itu hanyalah menambah besar kedurhakaan mereka.

---

Tafsir Ringkas:

"Sesungguhnya Tuhanmu meliputi manusia"

Allah mengingatkan Nabi Muhammad bahwa Dia mengetahui dan menguasai manusia seluruhnya, termasuk para penentang dakwah.

"Kami tidak menjadikan ru'yā (mimpi) itu kecuali sebagai fitnah (ujian)"

Mimpi yang dimaksud adalah peristiwa Isra' (perjalanan malam Nabi ke Baitul Maqdis) yang kemudian juga mencakup Mi’raj ke langit. Bagi sebagian orang, ini menjadi fitnah/ujian karena mereka tidak mempercayai peristiwa luar biasa itu.

"Dan pohon yang dilaknat dalam Al-Qur'an"

Ini merujuk pada pohon zaqqum di neraka (lihat QS. Ash-Shaffat: 62–65, QS. Ad-Dukhan: 43–46), sebagai simbol azab dan siksaan bagi orang kafir.

"Kami menakut-nakuti mereka"

Allah memberikan peringatan dan ancaman melalui wahyu dan mukjizat, namun yang terjadi adalah mereka semakin membangkang.

---

Tafsir Ulama:

1. Tafsir Ibnu Katsir:

Ru’ya (mimpi) yang ditunjukkan kepada Nabi adalah Isra' dan Mi'raj, yang membuat sebagian orang murtad karena dianggap tidak masuk akal.

Pohon terlaknat adalah zaqqum, yang menakutkan namun tetap didustakan orang-orang kafir.

Peringatan dan ancaman dari Allah malah membuat mereka semakin sombong dan durhaka.

2. Tafsir Al-Jalalayn:

Mimpi adalah penglihatan Nabi saat Isra’, bukan mimpi biasa, karena beliau melihatnya dengan mata kepala.

Fitnah terjadi karena orang-orang Quraisy tidak percaya dan memperolok-olok Nabi.

Zaqqum disebut sebagai syajaratul mal’unah karena merupakan makanan penghuni neraka yang mengerikan.

Semakin diingatkan, mereka justru semakin keras kepala.

3. Tafsir As-Sa'di:

Ayat ini mengandung peringatan, pelajaran, dan penghiburan bagi Nabi SAW.

Fitnah bisa berarti ujian iman—orang-orang beriman akan bertambah yakin, sementara yang ragu akan tersesat.

Pohon laknat menunjukkan hukuman akhirat yang nyata meski mereka mendustakannya.

---

Pelajaran Penting dari Ayat Ini:

1. Kuasanya Allah atas manusia tidak terbatas.

2. Peristiwa besar seperti Isra’ Mi’raj adalah ujian keimanan.

3. Orang kafir sering merespon peringatan Allah dengan pembangkangan.

4. Peringatan neraka (seperti zaqqum) nyata dan patut direnungkan.

---

Berikut penjelasan tentang sebab turunnya (asbābun nuzūl) dan hadis-hadis yang berkaitan dengan Surah Al-Isra’ ayat 60:

---

1. Sebab Turunnya (Asbābun Nuzūl) Surah Al-Isra’ Ayat 60

Menurut beberapa ahli tafsir, ayat ini turun berkenaan dengan peristiwa Isra’ dan Mi’raj, yang mana setelah Nabi Muhammad SAW menceritakan pengalaman beliau kepada kaum Quraisy, banyak dari mereka menolaknya dan mengolok-oloknya. Bahkan sebagian orang Islam yang lemah imannya menjadi ragu dan ada yang murtad.

-----

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan Al-Hakim dari Ibnu Abbas, ia berkata:

“Ru’yā yang disebutkan dalam ayat ini adalah ru’yā (penglihatan) dengan mata kepala saat peristiwa Isra’, bukan mimpi. Hal itu menjadi ujian bagi manusia karena Nabi Muhammad SAW menceritakan bahwa beliau diperjalankan malam hari ke Baitul Maqdis, lalu Mi’raj ke langit, dan banyak orang yang tidak mempercayainya.”

Zamakhsyari dan Qurtubi juga menyebutkan bahwa yang menjadi fitnah (ujian) di sini adalah cerita tentang Mi'raj, karena berat diterima akal bagi yang lemah iman.

---

2. Hadis yang Berkaitan

Berikut beberapa hadis sahih yang menjelaskan peristiwa Isra’ Mi’raj yang berkaitan dengan ayat ini:

a. Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim (Muttafaq ‘Alaih).

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu:

“Rasulullah SAW bersabda: Aku diperjalankan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa, lalu aku dibawa naik ke langit...”

(HR. Bukhari no. 3887; HR. Muslim no. 162)

Hadis ini menjelaskan penglihatan nyata Nabi, bukan mimpi, karena Nabi SAW menyebut “Aku diperjalankan” dan menceritakan rincian perjalanannya.

b. Hadis Riwayat Tirmidzi

Dari Ibnu Abbas RA:

“Rasulullah SAW bersabda: Ketika aku diperjalankan ke langit, aku melihat Sidratul Muntaha... Kemudian diperlihatkan kepadaku surga dan neraka.”

(HR. Tirmidzi, hasan sahih).

Hadis ini berkaitan dengan ru’yā yang menjadi fitnah, karena setelah Rasulullah SAW kembali dan menceritakan hal ini, orang-orang kafir menertawakan dan mendustakannya.

c. Hadis tentang Abu Bakar Ash-Shiddiq

Ketika kaum Quraisy mendengar kisah Isra’ Mi’raj, mereka segera menemui Abu Bakar dan berkata:

"Apakah kamu percaya bahwa temanmu mengatakan telah pergi ke Baitul Maqdis dalam semalam?"

Abu Bakar menjawab:

"Jika benar dia yang mengatakannya, maka aku percaya. Bahkan lebih dari itu aku percaya, bahwa wahyu turun kepadanya dari langit ke bumi dalam sekejap."

(Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dalam Sirah-nya dan disebutkan oleh para ahli sejarah).

---

Kesimpulan Hubungan dengan Ayat 60:

“Ru’yā” dalam ayat 60 merujuk pada penglihatan langsung Nabi saat Isra’, bukan mimpi biasa.

Peristiwa itu menjadi ujian (fitnah) karena tidak semua orang menerimanya dengan iman.

Hadis-hadis shahih mendukung tafsir bahwa Nabi melihat peristiwa tersebut secara langsung, bukan dalam tidur.

---

Surah Al-Isra' ayat 60 mengandung pesan besar yang sangat relevan dengan kondisi Indonesia saat ini, terutama dalam hal:

---

1. Ujian Keimanan dalam Bentuk Informasi dan Peristiwa

“Dan Kami tidak menjadikan ru'yā (penglihatan Nabi) itu melainkan sebagai fitnah (ujian) bagi manusia…”

Relevansi:

Saat ini, masyarakat Indonesia menghadapi banyak fitnah modern — berupa hoaks, propaganda, peristiwa-peristiwa luar biasa, atau kabar yang menguji logika dan iman. Banyak yang langsung menolak kebenaran tanpa diteliti, sebagaimana dulu kaum Quraisy menolak Isra' Mi'raj karena tidak sesuai logika mereka. Ini mengajarkan kita agar:

Tidak cepat menuduh dan menolak kebenaran tanpa ilmu

Menjaga akal dan hati tetap terhubung dengan wahyu

---

2. Kesombongan dalam Menghadapi Peringatan

“Dan Kami menakut-nakuti mereka, tetapi itu hanya menambah mereka dalam kedurhakaan yang besar.”

Relevansi:

Indonesia telah mengalami banyak peringatan dari Allah: bencana alam, pandemi, krisis moral, dan konflik sosial. Tapi apakah itu membawa kita kepada taubat, atau justru semakin durhaka—misalnya:

Korupsi tetap merajalela

Moral publik makin rusak

Umat berpecah belah karena ego dan politik

Ayat ini memperingatkan agar kita tidak menjadi seperti kaum yang justru semakin keras kepala saat diingatkan.

---

3. Fenomena Islamofobia dan Penghinaan terhadap Nilai-Nilai Agama

Peristiwa Isra' dan Mi'raj diejek oleh kaum kafir, dijadikan bahan olok-olokan.

Relevansi:

Di Indonesia, meski mayoritas Muslim, terkadang muncul penghinaan terhadap ajaran Islam, seperti:

Melecehkan ulama atau dakwah

Menjadikan nilai Islam bahan candaan

Mempersoalkan syariat dengan nada sinis

Ayat ini mengajarkan: jangan heran jika kebenaran ditolak dan dijadikan fitnah—bahkan oleh sesama bangsa. Ini adalah ujian keimanan.

---

4. Pentingnya Kepercayaan pada Rasul dan Wahyu

“Sesungguhnya Tuhanmu meliputi manusia…

Relevansi:

Umat harus yakin bahwa Allah mengetahui segala yang terjadi. Solusi atas krisis bangsa bukan hanya lewat ekonomi atau politik, tapi kembali kepada petunjuk Rasul dan Al-Qur’an, yang tidak pernah salah arah.

---

Kesimpulan:

Surah Al-Isra’ ayat 60 mengajarkan bahwa:

Kebenaran ilahi sering dianggap tidak masuk akal oleh manusia yang sombong

Banyak orang lebih percaya pada logika dunia daripada wahyu

Peringatan Allah seharusnya melembutkan hati, bukan membuat semakin keras kepala

---

Berikut adalah nasihat dan penjelasan spiritual (tasawuf) dari dua ulama besar, Syekh Abdul Qadir al-Jailani dan Ibnu ‘Atha’illah as-Sakandari, yang berkaitan dengan makna Surah Al-Isra’ ayat 60 secara batin dan ruhani:



---


1. Syekh Abdul Qadir al-Jailani


(dalam kitab Futuh al-Ghaib dan Al-Fath ar-Rabbani)


Makna “Ru’yā” sebagai Ujian Spiritual


Syekh Abdul Qadir menafsirkan bahwa "ru’yā" (penglihatan) dalam ayat ini bukan hanya tentang Isra’ Mi’raj secara fisik, tetapi juga bisa bermakna pembukaan batin dan penglihatan hati para wali dan hamba Allah.


Beliau berkata:


> "Setiap penglihatan ruhani yang diberikan oleh Allah kepada seorang hamba akan menjadi ujian. Apakah ia tetap rendah hati, atau justru takjub pada dirinya sendiri dan jatuh dalam ujub."




Nasihat Syekh Abdul Qadir:


Jangan bangga dengan karamah atau pengalaman ruhani.


Jika Allah menyingkap sesuatu dari alam ghaib, itu adalah amanah, bukan untuk dibanggakan.


Tetaplah rendah hati meski engkau telah “melihat” langit terbuka atau rahasia ditampakkan.



Relevansi dengan Al-Isra’ ayat 60:


Nabi Muhammad SAW melihat peristiwa luar biasa, namun tetap rendah hati dan patuh kepada Allah. Itu adalah suri teladan bagi para salik dan pencari Allah.




---


2. Ibnu ‘Atha’illah as-Sakandari


(dalam al-Hikam dan Tafsir ruhani)


Makna Fitnah sebagai Ujian Cinta


Ibnu ‘Atha’illah melihat bahwa fitnah dalam ayat ini adalah bentuk kecemburuan Allah terhadap hati hamba-Nya. Allah ingin melihat:


Apakah kita mencintai-Nya karena kebenaran-Nya, atau karena karunia dan keajaiban-Nya?


Apakah kita beriman saat diuji oleh peristiwa yang tidak sesuai logika, atau hanya saat mendapat hal yang menyenangkan?



Hikmah dari al-Hikam:


> “Barang siapa yang menyangka bahwa kemuliaan itu selalu dalam kemudahan, maka ia belum mengenal hakikat penghambaan.”

Nasihat Ibnu ‘Atha’illah:

Jangan nilai kebenaran hanya dengan akal semata; iman itu mendahului logika.

Allah menguji para hamba dengan hal-hal yang bisa menggoyahkan pikiran agar iman murni tetap berdiri.

Jika engkau merasa terguncang oleh fitnah atau ujian, maka kembalilah kepada cahaya keyakinan, bukan sekadar akal.

---

Kesimpulan Nasehat Keduanya tentang Al-Isra’ Ayat 60:

Syekh Abdul Qadir al-Jailani


Ujian berupa penglihatan batin atau pengalaman ruhani harus dihadapi dengan tawadhu'.


Jangan ujub pada karunia ruhani; itu adalah amanah, bukan kebanggaan.


Nabi menjadi contoh: melihat Mi'raj, tapi tetap tunduk dan merendah.

Ibnu 'Atha'illah as-Sakandari

Fitnah adalah bentuk cinta Allah yang cemburu; ujian untuk memurnikan iman.

Jangan menimbang kebenaran hanya dengan logika; cahaya yakin lebih kuat 'ari nalar.

Ujian seperti Isra' memperlihatka n siapa yang cinta Allah dengan benar.

---