Monday, May 26, 2025

Jalan Menuju Surga: Zikir, Tobat, dan Cinta kepada Allah

 Judul: Jalan Menuju Surga: Zikir, Tobat, dan Cinta kepada Allah

---

Hadis dan Nasihat Ulama

Teks Hadis:

"Orang yang ingin tinggal di tengah surga, maka jadilah orang yang zikir kepada Allah di waktu malam dan siang hari."

Penjelasan Al-Qusyairi: “Seseorang tidak dapat bersambung kepada Allah, melainkan dengan selalu zikir. Adapun zikir ada dua macam, yaitu zikir dengan lidah dan zikir dengan hati. Zikir dengan lidah ini dapat menyampaikan seseorang pada zikir hati secara konsis, dan untuk mempengaruhi zikir hati. Jika seorang hamba zikir dengan lidahnya sekaligus dengan hatinya, maka inilah yang disebut ‘sempurna’ dalam tingkah perjalanannya kepada Allah.”

Tentang tobat, Al-Qusyairi berkata: “Tobat adalah tempat pertama dari tempat salik dan kedudukan pertama dari kedudukan thalib.”

Kata ahli makrifat: “Basuhlah empat bagian tubuhmu dengan empat hal, yaitu wajahmu basuhlah dengan air, mata dan lisanmu basuhlah dengan berzikir kepada Allah, hatimu dengan takwa kepada Allah, dan basuhlah dosamu dengan tobat kepada Tuhanmu.”

---

Tulisan Arab dan Bacaan Hadis:

من أراد أن يسكن وسط الجنة، فليكن من الذاكرين الله كثيرًا بالليل والنهار

Bacaan Latin: "Man arāda an yaskuna wasaṭal-jannah, falyakun minadz-dzākirīnallāha katsīran billayli wannahār."

Terjemahan: "Barang siapa ingin tinggal di tengah-tengah surga, maka hendaklah ia menjadi orang yang banyak berzikir kepada Allah di malam dan siang hari."

---

Hikmah Hadis:

1. Zikir adalah jembatan menuju kedekatan dengan Allah.

2. Zikir lisan adalah permulaan, zikir hati adalah kesempurnaan.

3. Tobat adalah langkah awal bagi siapa pun yang ingin meniti jalan menuju Allah.

4. Keberhasilan spiritual dimulai dari pembersihan diri: fisik, lisan, mata, hati, dan dosa.

---

Tafsir dan Ayat Qur'an yang Berkaitan:

QS. Al-Ahzab: 41-42

Arab: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا - وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا

Latin: Yā ayyuhallażīna āmanużkurullāha żikran kaṡīrā. Wa sabbiḥụhu bukrataw wa aṣīlā.

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang."

---

Hadis Lain yang Berkaitan:

1. Rasulullah SAW bersabda:

"مثل الذي يذكر ربه والذي لا يذكر ربه مثل الحي والميت"

"Perumpamaan orang yang berzikir kepada Allah dengan orang yang tidak berzikir adalah seperti orang hidup dan orang mati." (HR. Bukhari)

2. Rasulullah SAW juga bersabda:

"التائب من الذنب كمن لا ذنب له"

"Orang yang bertobat dari dosa seperti orang yang tidak memiliki dosa sama sekali." (HR. Ibn Majah)

---

Relevansi dengan Keadaan Saat Ini:

Di zaman yang penuh hiruk pikuk dan godaan dunia, zikir menjadi sarana ketenangan dan penjagaan jiwa. Banyak orang mengalami kekosongan hati dan kebingungan hidup karena kurangnya hubungan dengan Allah. Tobat pun sering diabaikan, padahal ia adalah awal dari segala perbaikan. Dengan zikir dan tobat, hati menjadi lapang, hidup menjadi lebih bermakna, dan jalan menuju surga pun terbuka.

---

Nasihat dari Syekh Abdul Qadir al-Jailani:

"Jangan kau pandang besar dosamu, tapi pandanglah kepada siapa engkau bermaksiat. Tobatlah dengan sungguh-sungguh, dan jangan kau putus zikir, sebab zikir adalah kehidupan hati."

Nasihat dari Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari:

"Janganlah kau tinggalkan zikir karena engkau merasa belum khusyuk, sebab kelalaianmu dari zikir itu lebih berbahaya dari ketidakhusyukanmu."

---

Lampiran Cerita Hikmah dari Abu Nawas

Suatu hari, Abu Nawas ditanya oleh seorang raja:

"Wahai Abu Nawas, apa yang akan kau lakukan jika semua amalmu ditolak oleh Allah?"

Dengan tenang Abu Nawas menjawab:

"Aku akan tetap mengetuk pintu-Nya dengan zikir dan tobatku. Sebab kepada siapa lagi aku berharap selain kepada-Nya? Bukankah Dia Maha Pengampun dan Maha Penyayang?"

Raja tersenyum dan berkata, "Engkau memang orang gila... gila karena cinta kepada Allah."

Abu Nawas tertawa, "Lebih baik gila karena cinta Allah daripada waras tapi jauh dari-Nya."

---

Penutup:

Zikir dan tobat bukan sekadar ibadah lisan, tapi jalan menuju surga dan cinta Ilahi. Semoga kita termasuk orang-orang yang senantiasa menghidupkan hati dengan zikir dan membersihkan dosa dengan tobat.

---

Akhir Buku


"Barangsiapa mencintai Allah, maka akan sibuk dengan-Nya dan bukan dengan dunia. Dan barang siapa sibuk dengan Allah, maka ia telah tinggal di taman surga meski masih di dunia."


Ditantang Ateis: Pak Baha, Saya Mau Masuk Islam Asal Anda Bisa Jelaskan Tuhan itu Siapa?.

 Berikut ini adalah transkrip bersih dari ceramah Gus Baha dengan tema "Ditantang Ateis: Pak Baha, Saya Mau Masuk Islam Asal Anda Bisa Jelaskan Tuhan itu Siapa?" :

---

Gus Baha:

Ada orang ateis datang ke saya, "Pak, saya mau masuk Islam, asal Anda bisa menjelaskan Tuhan itu siapa."

Terus saya tanya, "Ini ngajak goblok-goblokan apa pintar-pintaran?"

Dia jawab, "Nggak, Pak. Saya ini doktor." Maksudnya, secara akademik dia doktor—mungkin jurusan matematika atau apa—tapi dalam hal ketuhanan jeblok.

Lalu saya tanya, "Kalau ini ada kertas, kamu suka ada rumusnya atau suka nggak ada?" [Pertanyaan ini mengarah pada logika keberadaan sesuatu, seperti alam semesta.]

Kemudian saya lanjutkan tentang pentingnya lailahaillallah, sebagaimana yang didawuhkan oleh Gus Azaim. Kalimat ini begitu penting, tapi harus diilmui, bukan hanya dilafalkan. Allah berfirman:

> "Fa’lam annahu la ilaha illallah, wastaghfir lidzanbika walil mu’minina wal mu’minat…"

(QS. Muhammad: 19)

Ayat ini mengajarkan bahwa ilmu harus didahulukan: fa’lam (ketahuilah), sebelum istighfar. Maka, menurut mazhab Syadziliyyah, seseorang harus mengucapkan lailahaillallah dulu sebelum istighfar. Karena orang kafir yang sudah bertahun-tahun dalam kekafiran, ketika mengucapkan lailahaillallah saja, dosanya langsung diampuni oleh Allah.

Jadi, lailahaillallah itu sendiri sudah mengandung kekuatan pengampunan.

Abu Hasan Asy-Syadzili berkata:

"Wastaghfir bi hadihil kalimah."

Artinya, seseorang baru sah diistighfari setelah ia mengucapkan lailahaillallah. Kalau masih kafir dan belum melafalkan itu, anak cucunya pun tidak sah mendoakan ampunan baginya.

Filosofi dari lailahaillallah adalah:

Nafyun li uluhiyyati ghairillah wa itsbatun li uluhiyyatillah wahdah

(Menafikan semua selain Allah sebagai Tuhan, dan menetapkan hanya Allah semata sebagai Tuhan.)

Cara berpikir seperti ini harus dilatih secara logis. Allah itu fair, bahkan membolehkan ada yang mengaku Tuhan, tapi harus ada syaratnya. Minimal: bisa menciptakan langit dan bumi.

Kalau kamu ngaku Tuhan, ya tunjukkan prestasimu. Misalnya, ketika Allah berfirman:

> "Am khalaqu as-samawati wal-ard?"

Apakah mereka menciptakan langit dan bumi?

> "Am ‘indahum khazaainu rabbika?"

Apakah mereka punya simpanan langit?


> "Am khuliqu min ghairi syai’in?"

Apakah mereka diciptakan tanpa pencipta?

Itu menunjukkan bahwa kalau ada yang mengaku Tuhan tapi tidak bisa menciptakan langit dan bumi, atau malah dia sendiri diciptakan, itu gugur syarat ketuhanannya.

Contoh kisah nyata: Jubair bin Mut’im, orang Quraisy yang sangat cerdas, datang sebagai negosiator untuk membebaskan tawanan Perang Badar. Ketika nginap di masjid (zaman dulu belum ada hotel), Nabi membaca surat At-Thur dalam salat Maghrib, sampai pada ayat:

> "Am khalaqu as-samawati wal-ard?"

Ayat itu membuat akal Jubair mentok. Akalnya habis. Ia langsung datang setelah salat dan berkata:

"Wahai Rasulullah, akalku habis oleh ayat yang kau baca. Saya Islam saja!"

Jadi, argumentasi yang membatalkan ketuhanan selain Allah adalah ayat-ayat logis seperti itu. Maka santri itu harusnya belajar Qur’an dengan merenung dan logika, bukan sekadar mengejar khataman

Saya tidak menyindir, tapi saya marah. Jangan khatam banyak-banyakan, tapi pahami isi dan logikanya.

> Malaikat saja sudah kepayahan mencatat hanya dengan wirid Subhanallah walhamdulillah.

Jadi, saya kadang wiridan sedikit saja, kasihan malaikat.

Saya ini memang agak "khilaf" gaya Madura. Tapi serius, dalam membaca Qur’an itu harus logis. Allah itu Tuhan yang fair. Kamu mau ngaku Tuhan? Ya boleh, tapi mana prestasimu?

> "Aruni maadza khalaqu minal-ard. Am lahum syirkun fissamawat?"

(Tunjukkan apa yang mereka ciptakan dari bumi. Atau adakah mereka punya andil dalam penciptaan langit?)

Kalau enggak bisa, ya jangan ngaku Tuhan. Karena Tuhan yang sejati itu adalah:

> "Huwal Awwal wal Akhir wadh-Dhahir wal Bathin."

---



Larangan Mencukur Rambut dan Kuku Bagi yang Hendak Berkurban.

 

Judul: Larangan Mencukur Rambut dan Kuku Bagi yang Hendak Berkurban

Pengantar

Ibadah kurban adalah bagian dari ajaran tauhid yang sangat mulia. Tidak hanya menyembelih hewan, tetapi juga menyucikan niat dan meneladani ketaatan Nabi Ibrahim. Salah satu adabnya adalah larangan mencukur rambut dan memotong kuku bagi orang yang berniat berkurban, mulai dari tanggal 1 Dzulhijjah sampai hewannya disembelih. Buku kecil ini akan membahas secara tuntas dasar hukumnya, hikmah di baliknya, serta nasihat para wali Allah.

---

Bab 1: Dalil Hadis tentang Larangan Mencukur Rambut dan Kuku

Hadis Shahih:

> Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

"Apabila kalian telah melihat hilal Dzulhijjah dan salah satu dari kalian hendak berkurban, maka hendaklah ia tidak memotong rambut dan kukunya sedikit pun sampai ia menyembelih hewan kurbannya."

(HR. Muslim no. 1977)

Penjelasan: Hadis ini menunjukkan larangan langsung dari Nabi kepada orang yang berniat kurban, bukan seluruh kaum muslimin. Larangan ini dimulai sejak masuknya bulan Dzulhijjah hingga waktu penyembelihan kurban.

---

Bab 2: Ayat Al-Qur’an yang Berkaitan

1. Surah Al-Hajj ayat 34:

> “Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah atas binatang ternak yang telah dikaruniakan Allah kepada mereka...”

Makna: Kurban adalah syariat universal dalam ajaran tauhid.

2. Surah Al-Baqarah ayat 196:

> “Dan jangan kamu mencukur kepalamu sebelum hewan kurban sampai di tempat penyembelihan...”

Makna: Ayat ini aslinya tentang haji, tapi menunjukkan adanya adab menyelaraskan fisik dengan ibadah kurban — tidak memotong rambut sebagai bentuk tunduk pada aturan Allah.

---

Bab 3: Hikmah Larangan Ini

1. Meniru para jamaah haji yang berihram — menunjukkan solidaritas batin antara yang berkurban di rumah dan yang berhaji.

2. Melambangkan penyerahan diri kepada Allah — seperti hewan yang diserahkan, manusia pun menunjukkan ketundukan.

3. Menghormati bulan Dzulhijjah dan ibadah kurban — dengan menahan diri dari hal-hal duniawi.

4. Latihan kesabaran dan disiplin — tidak semua keinginan boleh dituruti demi taat kepada syariat.

---

Bab 4: Relevansi di Zaman Sekarang

Di zaman modern, banyak orang tidak paham makna simbolis kurban. Kurban hanya dianggap menyembelih, padahal mengandung latihan jiwa.

Larangan ini juga menjadi pengingat agar berniat secara sadar saat berkurban.

Banyak yang sibuk dengan penampilan luar (potong rambut, manikur, dll), padahal Allah melihat ketaatan dan kesabaran hati.

Membuka peluang untuk berdakwah tentang adab kurban di media sosial dan pengajian kekinian.

---

Bab 5: Nasihat Syekh Abdul Qadir al-Jailani

> "Tinggalkan potongan dunia walau sehelai rambut, jika engkau ingin kurbanmu naik ke langit sebagai amal yang diterima."

Makna: Menahan diri dari mencukur rambut adalah simbol menahan diri dari keinginan duniawi demi ketaatan kepada Allah.

> "Jangan potong kuku, potonglah ego. Jangan potong rambut, potonglah hawa nafsu."

---

Bab 6: Nasihat Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari

> "Ketaatan itu bukan pada besar kecilnya amalan, tapi pada kesungguhan dalam menaati perintah-Nya walau sekecil larangan memotong kuku."

> "Barangsiapa menahan diri karena Allah walau sedikit, maka Allah akan membuka baginya pintu-pintu kemuliaan."

---

Bab 7: Tanya Jawab Seputar Larangan Ini


Q: Apakah larangan ini wajib atau sunnah?

A: Mayoritas ulama (Syafi’i, Hanafi) mengatakan sunnah muakkadah, tetapi sebagian (Hanbali) mengatakan wajib. Maka, sebaiknya ditinggalkan sebagai bentuk kehati-hatian.


Q: Apakah larangan ini berlaku untuk semua anggota keluarga?

A: Tidak. Larangan hanya berlaku untuk orang yang membeli atau menyumbang hewan kurban, bukan untuk istri dan anak-anaknya, kecuali jika mereka juga berniat menyumbang sendiri.



---


Penutup


Larangan mencukur rambut dan kuku bagi yang hendak berkurban adalah bagian dari adab ibadah yang penuh makna. Ia bukan sekadar menahan diri, tetapi juga bentuk penghambaan total kepada Allah. Sebuah pesan tauhid: bahwa yang sedikit jika dilakukan karena Allah, lebih besar nilainya daripada yang banyak namun tanpa taat.

---

Semoga buku ini menjadi pengingat bagi hati, penuntun bagi amal, dan jalan bagi taqarrub kepada Allah.