“Kemudian Nabi saw. menanyai iblis lagi: ‘Lalu ada berapa musuhmu dalam umatku?’ Iblis menjawab: ‘Ada dua puluh golongan, yaitu: Yang pertama, engkau sendiri, wahai, Muhammad, karena sungguh aku benci kepadamu, orang alim yang mengamalkan ilmunya, orang hafal Alquran yang mengamalkan isinya, orang yang azan dengan lillahi Ta’ala dalam salat fardu yang lima: orang yang menyayangi fakir miskin dan anak yatim, orang yang berhati penyantun, orang yang tunduk terhadap . yang hak, pemuda yang hidup penuh taat kepada Allah, orang yang halal makanannya, dua orang pemuda yang saling mencintai dalam jalan Allah: orang yang semangat dalam salat berjamaah, orang yang melakukan salat di malam hari di saat orang-orang tengah tidur, orang yang mengekang dirinya dari berbuat haram, orang yang menasihati teman-temannya dengan tanpa pamrih, orang yang senantiasa dalam keadaan berwudu (tidak pernah hadas): orang yang dermawan, orang yang bagus perangatnya, orang yang membenarkan Allah dalam bagian rezeki yang dinugerahkan kepadanya, orang yang memberikan jasa baiknya untuk penderitaan-penderitaan janda: dan orang yang mempersiapkan diri untuk menghadapi kematian.”
Mengenai orang yang antara Alqur-an, Nabi saw. bersabda:
“Orang-orang yang hafal Alqur-an, mereka menjadi nara sumber ahli surga pada hari Kiamat, para syuhada menjadi penuntun ahli surga dan. para nabi adalah pemimpin ahli surga.”
Tentang orang yang azan karena Allah pada salat lima waktu, Nabi saw. bersabda:
“Juru azan karena Allah, seperti orang mati syahid yang berlumuran darah, jika ia meninggal, maka tidak akan dimakan ulat di dalam kuburnya.”
Adapun mengenai orang yang mencintai fakir miskin dan anak yatim, Nabi saw. bersabda:
“Duduk dengan orang fakir dengan tawaduk, termasuk jihad yang paling utama.” : (H.R. Ad-Dailami).
Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:
“Segala sesuatu mempunyai kunci dan kunci surga adalah mencintai fakir miskin.” , (H.R. Ibnu Laal).
Tawaduk menurut Al-Ousyairi ialah: Berserah diri pada hak dan tidak menyimpang dari aturan hukum. Tentang pentingnya makan barang halal, Ibnu Abbas r.a. berkata:
“Allah tidak akan menerima salat seseorang yang di dalam perutnya terdapat sesuap barang yang haram”
Adapun salat Perjamaah dalam hal ini Nabi saw. bersabda:
“”Salatlah kamu di belakang orang yang baik dan orang yang jelek.”
Kemudian mengenai orang yang salat pada tengah malam, sementara orang lain sedang tidur, Nabi saw. bersabda: .
“Salatlah di malam hari, walaupun sekadar empat rakaat, salatlah walaupun dua rakaat: Tiada bagi penghuni rumah yang diketahui melakukan salat malam, kecuali datang panggilan pada mereka: Wahai, penghuni rumah, bangunlah untuk menunaikan salat.”
Nasihat terhadap kawan tanpa pamrih, ialah yang diberikan tanpa dilatarbelakangi rasa dendam, maupun penipuan.
Dalam hal ini, Bisyr Ibnil Harits berkata:
“Saya melihat Rasulullah saw., lalu beliau bersabda: “Wahai, Bisyr, apakah kau tahu mengapa Allah swt. mengangkatmu di antara temantemanmu?’ Dia menjawab: “Tidak tahu.’ Rasul bersabda: ‘Karena kamu mengikuti sunahku, kamu melayani orang saleh, kemudian menasihati saudara-saudaramu, kamu mencintai sahabatku dan keluarga rumahku. Inilah yang dapat menyampaikanmu pada derajat orang abror yang berbuat kebaikan’.”
Lalu mengenai orang yang selamanya selalu punya wudu (tidak pernah hadas), Nabi saw. bersabda: –
Barangsiapa berwudu dalam keadaan masih suci, maka dicatat untuknya sepuluh kebajikan.”
Syekh Al-Hifni berkata: Barangsiapa berwudu sekali dalam keadaan masih suci dari hadas, maka untuknya dicatat sepuluh kali wudu, sedang masing-masingnya dinilai tujuh ratus kebajikan. Hal ini karena menurut salah satu pendapat, dinyatakan bahwa kelipatan minimal itu tujuh ratus, sebagai tambahan atas sepuluh yang tersebut dalam firman Allah Ta’ala:
“Barangsiapa melakukan satu kebaikan, maka untuknya mendapatkan sepuluh kali lipat.”
Menurut salah satu pendapat, satu kali wudu adalah satu kebaikan, maka akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan. Tiap-tiap satu dari sepuluh akan dilipatgandakan dengan tujuh ratus. Oleh karena itu, penting sekali kiranya terus-menerus menggapai pahala yang agung ini.
Orang yang murah hati, yakni orang yang memberikan sebagian hartanya dan menyisakan sebagian lagi, maka orang tersebut dapat dikategorikan orang yang pemurah hati. Barangsiapa yang memberikan lebih banyak dan menyisakan sedikit, maka dia adalah orang yang dermawan. Adapun orang yang memprioritaskan kecukupan orang lain, sedang untuk dirinya sendiri hanya dalam batas darurat saja, maka orang tersebut masuk kategori orang yang mempunyai keutamaan. Hal itu, dikemukakan oleh Al-Qusyairi, Adapun ukuran bagusnya perangai seseorang, adalah dengan air muka jernih ia sanggup menolak gangguan dan memberikan jasa baik pada orang lain. Pendapat lain mengatakan: Perangai bagus adalah suatu kondisi jiwa tertentu, yang terbentuk dari dan berpangkal pada perbuatanperbuatan bagus menurut akal maupun syarak dan perbuatan itu dilakukan tanpa beban (perbuatan yang sudah menjadi kebiasaan).
Dalam hubungannya dengan jaminan rezeki dari Allah, dikatakan dalam kitab Ruuhul Bayan: “Semua ulama telah sepakat, bahwa empat perkara tidak akan menerima perubahan, yaitu: umur, rezeki, ajal, kebahagiaan atau kecelakaan.”
Orang yang memberikan jasa baik kepada janda yang menutup dirinya, yakni yang berbuat baik dengan pemberian atau dengan yang lain kepada perempuan yang tidak punya suami. Mereka adalah orang fakir yang menutupi dirinya, yang tidak menampakkannya kepada kaum laki-laki. Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:
“Sesungguhnya orang yang berjuang untuk kepentingan para janda dan orang miskin, seperti orang yang berjihad di jalan Allah, atau seperti orang yang salat di tengah malam dan berpuasa di siang hatinya.” : (H.R. Imam Ahmad, Al-Bukhari dan Muslim).
Barangsiapa berwudu dalam keadaan masih suci, maka dicatat untuknya sepuluh kebajikan.”
Syekh Al-Hifni berkata: Barangsiapa berwudu sekali dalam keadaan masih suci dari hadas, maka untuknya dicatat sepuluh kali wudu, sedang masing-masingnya dinilai tujuh ratus kebajikan. Hal ini karena menurut salah satu pendapat, dinyatakan bahwa kelipatan minimal itu tujuh ratus, sebagai tambahan atas sepuluh yang tersebut dalam firman Allah Ta’ala:
“Barangsiapa melakukan satu kebaikan, maka untuknya mendapatkan sepuluh kali lipat.”
Menurut salah satu pendapat, satu kali wudu adalah satu kebaikan, maka akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan. Tiap-tiap satu dari sepuluh akan dilipatgandakan dengan tujuh ratus. Oleh karena itu, penting sekali kiranya terus-menerus menggapai pahala yang agung ini.
Orang yang murah hati, yakni orang yang memberikan sebagian hartanya dan menyisakan sebagian lagi, maka orang tersebut dapat dikategorikan orang yang pemurah hati. Barangsiapa yang memberikan lebih banyak dan menyisakan sedikit, maka dia adalah orang yang dermawan. Adapun orang yang memprioritaskan kecukupan orang lain, sedang untuk dirinya sendiri hanya dalam batas darurat saja, maka orang tersebut masuk kategori orang yang mempunyai keutamaan. Hal itu, dikemukakan oleh Al-Qusyairi, Adapun ukuran bagusnya perangai seseorang, adalah dengan air muka jernih ia sanggup menolak gangguan dan memberikan jasa baik pada orang lain. Pendapat lain mengatakan: Perangai bagus adalah suatu kondisi jiwa tertentu, yang terbentuk dari dan berpangkal pada perbuatanperbuatan bagus menurut akal maupun syarak dan perbuatan itu dilakukan tanpa beban (perbuatan yang sudah menjadi kebiasaan).
Dalam hubungannya dengan jaminan rezeki dari Allah, dikatakan dalam kitab Ruuhul Bayan: “Semua ulama telah sepakat, bahwa empat perkara tidak akan menerima perubahan, yaitu: umur, rezeki, ajal, kebahagiaan atau kecelakaan.”
Orang yang memberikan jasa baik kepada janda yang menutup dirinya, yakni yang berbuat baik dengan pemberian atau dengan yang lain kepada perempuan yang tidak punya suami. Mereka adalah orang fakir yang menutupi dirinya, yang tidak menampakkannya kepada kaum laki-laki. Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:
“Sesungguhnya orang yang berjuang untuk kepentingan para janda dan orang miskin, seperti orang yang berjihad di jalan Allah, atau seperti orang yang salat di tengah malam dan berpuasa di siang hatinya.” : (H.R. Imam Ahmad, Al-Bukhari dan Muslim).