Monday, October 6, 2025

Pengertian Ruh: Hakikat Kehidupan dan Misteri Ketuhanan.

 

🕊️ Pengertian Ruh: Hakikat Kehidupan dan Misteri Ketuhanan

Penulis: M. Djoko Ekasanu


Pengertian Ruh

Ada yang mengatakan: Sesungguhnya ruh adalah jisim yang halus. Oleh karena itu, tidak boleh dikatakan: “Bahwa Allah Ta’ala itu mempunyai ruh, karena sesungguhnya Allah Ta’ala itu mustahil apabila bertempat, sebagaimana beberapa jisim.” Dan ada yang mengatakan: “Bahwa ruh itu adalah sifat.” Ada yang mengatakan: “Adalah pecahan dari udara.” Dua pendapat ini adalah ucapannya orang yang mengingkari (adanya) siksa kubur.


📰 Ringkasan Redaksi Asli

Para ulama berbeda pendapat tentang hakikat ruh.
Sebagian berpendapat bahwa ruh adalah jisim halus — sesuatu yang memiliki bentuk namun sangat lembut, yang menghidupkan jasad.
Karena itu, tidak boleh dikatakan bahwa Allah Ta‘ala memiliki ruh, sebab Allah tidak serupa dengan makhluk dan tidak bertempat sebagaimana jisim lainnya.
Sebagian lain mengatakan ruh adalah sifat atau pecahan dari udara. Namun pendapat ini ditolak oleh para ulama Ahlussunnah karena muncul dari golongan yang mengingkari siksa kubur.


📖 Maksud dan Hakikat

Ruh adalah rahasia kehidupan yang ditiupkan Allah kepada jasad manusia agar hidup dan berakal.
Hakikatnya tidak diketahui secara pasti, karena Allah sendiri berfirman bahwa ilmu tentang ruh adalah bagian dari rahasia ketuhanan.

قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُم مِّنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا
“Katakanlah (Muhammad), ruh itu termasuk urusan Tuhanku, dan kalian tidak diberi pengetahuan tentangnya melainkan sedikit.”
(QS. Al-Isrā’: 85)


🌿 Tafsir dan Makna Judul

Judul “Pengertian Ruh” bermakna menggali pemahaman tentang asal kehidupan manusia.
“Ruh” bukan sekadar nyawa, tetapi pancaran perintah Allah yang menjadi penyebab kehidupan, kesadaran, dan spiritualitas manusia.


🎯 Tujuan dan Manfaat

Tulisan ini bertujuan:

  • Menjelaskan perbedaan pendapat ulama tentang hakikat ruh.
  • Menegaskan keagungan ciptaan Allah yang tidak dapat diselami akal.
  • Menumbuhkan kesadaran ruhani bahwa hidup bukan semata jasad, tetapi amanah ilahi.

Manfaatnya: membimbing pembaca menuju pemahaman spiritual, meningkatkan keimanan, dan menjauhkan dari pemikiran materialistik yang menolak kehidupan setelah mati.


🕰️ Latar Belakang Masalah di Jamannya

Pada masa-masa awal Islam, muncul perdebatan filsafat Yunani yang mempengaruhi sebagian pemikir Muslim.
Mereka berusaha menjelaskan ruh secara rasional, sehingga muncul pandangan bahwa ruh adalah udara atau sifat jasmani.
Para ulama Ahlussunnah seperti Imam al-Ghazali, al-Qusyairi, dan para sufi menolak pemahaman ini, karena ruh adalah makhluk nonmateri — bukan udara, bukan sifat fisik.


🌸 Intisari Masalah

Ruh adalah ciptaan Allah yang halus, tidak dapat diukur dengan pancaindra.
Ia menjadi penghubung antara dunia fisik dan dunia spiritual.
Kesalahan memahami ruh menyebabkan kekeliruan dalam memahami kehidupan, kematian, dan akhirat.


⚖️ Sebab Terjadinya Masalah

Masalah muncul karena:

  1. Masuknya pemikiran filsafat Yunani dan Persia ke dalam dunia Islam.
  2. Keterbatasan manusia memahami hal ghaib dengan logika.
  3. Kecenderungan sebagian kelompok untuk menolak hal-hal metafisik seperti azab kubur.

📚 Dalil Al-Qur’an dan Hadis

  • Al-Qur’an:

    “Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya.”
    (QS. Az-Zumar: 42)

  • Hadis:

    Rasulullah ﷺ bersabda:
    “Sesungguhnya ketika ruh seorang mukmin dicabut, ia disambut oleh para malaikat dengan wewangian surga.”
    (HR. Muslim)


🧭 Analisis dan Argumentasi

  1. Ruh bukan bagian dari jasad. Ia tetap ada setelah kematian, terbukti dari keberadaan alam barzakh.
  2. Ruh bukan sifat fisik. Karena jika ruh adalah sifat, maka kematian tidak akan terjadi, sebab sifat tidak mati.
  3. Ruh adalah makhluk yang halus. Ia ciptaan yang menerima perintah langsung dari Allah untuk menghidupkan jasad.

🌍 Relevansi Saat Ini

Di zaman modern, manusia sibuk mempelajari tubuh dan otak, tetapi lupa pada ruh.
Fenomena stres, kehampaan spiritual, dan kehilangan makna hidup adalah tanda bahwa manusia mengabaikan ruhnya.
Memahami ruh berarti menghidupkan kembali hati yang mati dan menyeimbangkan sains dengan iman.


💫 Hikmah

  • Ruh adalah amanah Allah dalam diri manusia.
  • Dengan mengenali ruh, manusia mengenali Tuhannya.
  • Kehidupan dunia hanyalah tempat ujian bagi ruh untuk kembali suci kepada Sang Pencipta.

🧎 Muhasabah dan Caranya

  1. Luangkan waktu untuk tahajjud dan dzikir mendalam, menyebut nama Allah dengan kesadaran penuh.
  2. Renungkan bahwa setiap napas adalah karunia yang tidak abadi.
  3. Bersihkan hati dari cinta dunia, karena ruh tidak dapat tenang bila terikat materi.

🤲 Doa

اللهم اجعل أرواحنا مطمئنة بذكرك، ووفقنا للرجوع إليك بقلب سليم.
“Ya Allah, jadikan ruh kami tenang dengan mengingat-Mu, dan bimbing kami kembali kepada-Mu dengan hati yang bersih.”


💬 Nasehat Para Sufi

  • Hasan al-Bashri:
    “Ruhmu adalah tamu dari akhirat, jangan kau biarkan ia terpenjara oleh dunia.”

  • Rabi‘ah al-Adawiyah:
    “Ruh yang mengenal Allah tak lagi takut kehilangan dunia.”

  • Abu Yazid al-Bistami:
    “Ketika ruh mengenal Tuhannya, ia tak lagi menatap selain Dia.”

  • Junaid al-Baghdadi:
    “Ruh adalah rahasia cinta yang tidak tersentuh oleh selain Allah.”

  • Al-Hallaj:
    “Ruhku dari Ruh-Nya, dan ruhku menuju kepada-Nya.”

  • Imam al-Ghazali:
    “Ruh adalah cermin Ilahi yang dengannya manusia mengenal hakikat dirinya.”

  • Syekh Abdul Qadir al-Jailani:
    “Jagalah ruhmu dengan taubat dan dzikir, karena ia mudah ternoda oleh dosa.”

  • Jalaluddin Rumi:
    “Engkau bukan tubuh ini. Engkau adalah ruh — cahaya dari cahaya Ilahi.”

  • Ibnu ‘Arabi:
    “Ruh adalah nafas Allah yang menampakkan wujud makhluk.”

  • Ahmad al-Tijani:
    “Ruh yang suci tidak mengenal batas waktu, karena ia senantiasa dalam hadirat Allah.”


📚 Daftar Pustaka

  1. Ihya’ ‘Ulumuddin — Imam al-Ghazali
  2. Futuhat al-Makkiyyah — Ibnu ‘Arabi
  3. Al-Fath ar-Rabbani — Syekh Abdul Qadir al-Jailani
  4. Risalah al-Qusyairiyyah — Imam al-Qusyairi
  5. Tanbihul Ghafilin — Abu Laits as-Samarqandi
  6. Mathnawi — Jalaluddin Rumi
  7. Siyar A‘lam an-Nubala’ — Adz-Dzahabi
  8. Al-Isra’: 85 dan Az-Zumar: 42

🙏 Ucapan Terima Kasih

Terima kasih kepada para pembaca yang terus mencari kebenaran hakiki,
kepada para ulama pewaris Nabi yang menuntun jalan ruhani,
dan kepada setiap hati yang masih bergetar ketika nama Allah disebut.


Apakah Anda ingin saya lanjutkan versi layout koran (dua kolom, gaya editorial dengan kutipan dan bingkai hadits/ayat di tengah halaman) agar siap cetak dalam format PDF?

Pengertian Ruh (1) lengkap

 Pengertian Ruh

Ada yang mengatakan: Sesungguhnya ruh adalah jisim yang halus. Oleh karena itu, tidak boleh dikatakan: “Bahwa Allah Ta’ala itu mempunyai ruh, karena sesungguhnya Allah Ta’ala itu mustahil apabila bertempat, sebagaimana beberapa jisim.” Dan ada yang mengatakan: “Bahwa ruh itu adalah sifat.” Ada yang mengatakan: “Adalah pecahan dari udara.” Dua pendapat ini adalah ucapannya orang yang mengingkari (adanya) siksa kubur.

Disebutkan dalam sebuah hadits: Sesungguhnya orang Yahudi datang kepada Nabi saw. seraya bertanya tentang ruh dan tentang orang yang mempunyai buku, serta tentang Raja Dzulkarnain, maka turunlah ayat yang membahas tentang keadaan (persoalan) mereka yaitu surat Kahfi, serta diturunkan (ayat) tentang ruh. Firman Allah Ta’ala: “Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: Ruh itu termasuk urusan Tuhan-Ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.” (QS. Al Isra’: 85)

Dikatakan, maknanya ayat di atas: (Itu adalah ilmu Tuhanku, sedangkan aku tidak mempunyai ilmu tentang ruh). Ada yang mengatakan: “Sesungguhnya ruh itu bukanlah makhluk, karena ruh adalah perintah Allah Ta’ala, dan perintah Allah Ta’ala adalah kalamnya Allah.”

Ada yang mengatakan: Bahwa maknanya ruh itu berada di Tuhanku dengan kalimat Kun. Karena sesungguhnya perintah itu ada dua macam: (pertama) Perintah yang tetap. sebagaimana perintahnya Allah kepada hamba-hambaNya, seperti Shalat puasa, haji dan zakat. (kedua) Perintah Takwin yaitu Perintap wujud (mengadakan) sebagaimana firman Allah Ta’ala: “Katakanlah: Jadilah kamu sekalian batu atau besi atau suatu makhluk dari makhluk yang tidak mungkin (hidup) menuru pikiranmu.” (QS. Al Isra”: 50-51)

Seperti firman Allah Ta’ala: “Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: “Jadilah”! maka terjadilah ia.” (QS. Yaasiin: 82). 

Adapun firman Allah Ta’ala: Dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril). (QS. Asy Syu’ara: 193)

Allah Ta’ala berfirman: “Pada hari, ketika ruh dan para malaikat berdiri bershafshaf, mereka tidak berkata-kata, kecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya oleh Tuhan Yang Maha Pemurah, dan ia mengucapkan kata yang benar.” (QS. An-Naba’: 38)

Maka ada yang mengatakan bahwa makna ruh dalam ayat di atas berupa anak Adam yang dimaksudkan, sesungguhnya ruh (dari ayat diatas), adalah malaikat yang besar yang berdiri satusatu dengan berbaris. Adapun firman Allah Ta’ala kepada Nabi Adam as.: “Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku.” (QS. Al Hijr: 29)

Maknanya lafazh diatas adalah: Ketika Allah membuat kejadian Nabi Adam as. Maka Aku tiupkan kedalam (tubuh) Adam ruh. Dan lafazh ruh ini, disandarkan pada kejadiannya. Ada yang mengatakan: Disandarkan pada Takrim (memuliakan).

Adapun firman Allah Ta’ala:

“Dan (ingatlah kisah) Maryam yang telah memelihara kehormatannya, lalu Kami tiupkan ke dalam (tubuh)nya ruh dari Kami dan Kami jadikan dia dan anaknya tanda (kekuasaan Allah) yang besar bagi semesta alam.” (QS. Al-Anbiya’: 91)

Maka itu disandarkan kepada takrim (memuliakan). Lafazh.     (menunjukkan) atas sesuatu yang sudah kami jelaskan Dan dikatakan: Bahwa maknanya lafazh: (9, Yakni malaikat Jibril as. Sedangkan pada ayat (diatas) ini lafazh Ruh adalah ruh Nabi Isa bin Maryam, karena sesungguhnya Nabi Isa diciptakan dari tiupannya malaikan Jibril as. Dan dikatakan: Bahwa maknanya ruh Itu adalah rahmat. Firman Allah Ta’ala:

“Dan menguatkan mereka dengan pertolongan.” (QS. Al Mujadilah: 22)

------

Berikut susunan redaksi yang telah disusun ulang agar lebih mudah dipahami, tanpa mengurangi makna dan kalimat pentingnya:


🌿 Pengertian Ruh

Para ulama berbeda pendapat tentang hakikat ruh.

Ada yang mengatakan bahwa ruh adalah jisim yang halus (sesuatu yang berbentuk sangat lembut). Karena itu, tidak boleh dikatakan bahwa Allah Ta‘ala mempunyai ruh, sebab Allah Ta‘ala mustahil bertempat sebagaimana jisim-jisim lainnya.

Ada pula yang mengatakan bahwa ruh adalah sifat, dan ada pula yang mengatakan bahwa ruh adalah pecahan dari udara.
Dua pendapat terakhir ini adalah pendapat orang-orang yang mengingkari adanya siksa kubur.


🕊️ Pertanyaan tentang Ruh kepada Rasulullah ﷺ

Diriwayatkan bahwa orang-orang Yahudi datang kepada Nabi Muhammad ﷺ dan bertanya tentang tiga hal:

  1. Tentang ruh,
  2. Tentang orang yang memiliki buku, dan
  3. Tentang Raja Dzulqarnain.

Maka turunlah Surah Al-Kahfi yang membahas keadaan mereka, serta diturunkan pula ayat tentang ruh, yaitu firman Allah Ta‘ala:

“Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: Ruh itu termasuk urusan Tuhanku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.”
(QS. Al-Isra’: 85)


💫 Makna Ayat Tentang Ruh

Dikatakan bahwa maksud ayat tersebut adalah:

“Itu termasuk ilmu Tuhanku, sedangkan aku tidak mempunyai ilmu tentang ruh.”

Ada yang berpendapat bahwa ruh bukanlah makhluk, karena ruh merupakan perintah Allah Ta‘ala, dan perintah Allah adalah kalam-Nya (firman-Nya).

Pendapat lain mengatakan: Ruh itu berada di sisi Tuhanku dengan kalimat *‘Kun’ (Jadilah).
Karena sesungguhnya perintah Allah ada dua macam:

  1. Perintah yang tetap (tasyri‘) — yaitu perintah kepada hamba-hamba-Nya seperti shalat, puasa, haji, dan zakat.
  2. Perintah takwin (mewujudkan) — yaitu perintah penciptaan dan pengadaan makhluk, sebagaimana firman Allah Ta‘ala:

“Katakanlah: Jadilah kamu sekalian batu atau besi atau suatu makhluk yang menurut pikiranmu tidak mungkin hidup.”
(QS. Al-Isra’: 50–51)

Dan firman-Nya:

“Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: Jadilah! maka terjadilah ia.”
(QS. Ya-Sin: 82)


👼 Ruh dalam Beberapa Ayat Al-Qur’an

  1. Ruh sebagai Malaikat Jibril:

    “Dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril).”
    (QS. Asy-Syu‘ara’: 193)

  2. Ruh sebagai makhluk yang agung di hari kiamat:

    “Pada hari ketika ruh dan para malaikat berdiri bershaf-shaf, mereka tidak berkata-kata kecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya oleh Tuhan Yang Maha Pemurah, dan ia mengucapkan kata yang benar.”
    (QS. An-Naba’: 38)

    Ada yang mengatakan bahwa ruh dalam ayat ini adalah anak Adam, namun sebagian mufassir berpendapat bahwa ruh tersebut adalah malaikat besar yang berdiri berbaris bersama malaikat lainnya.


🌸 Ruh dalam Penciptaan Nabi Adam dan Nabi Isa

  1. Tentang Nabi Adam ‘alaihis-salam:

    “Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Ku...”
    (QS. Al-Hijr: 29)

    Maknanya: ketika Allah telah menyempurnakan penciptaan Nabi Adam, Allah meniupkan ke dalam jasadnya ruh ciptaan-Nya.
    Lafaz ruh-Ku disandarkan kepada Allah bukan karena hakikatnya milik Allah, tetapi karena kemuliaannya (takrīm).

  2. Tentang Maryam dan Nabi Isa ‘alaihis-salam:

    “Dan (ingatlah kisah) Maryam yang telah memelihara kehormatannya, lalu Kami tiupkan ke dalam (tubuh)nya ruh dari Kami, dan Kami jadikan dia dan anaknya tanda (kekuasaan Allah) yang besar bagi semesta alam.”
    (QS. Al-Anbiya’: 91)

    Maknanya: tiupan itu adalah perintah dan kemuliaan dari Allah, dan disebut ruh Kami sebagai bentuk takrim (pemuliaan).
    Ada yang menafsirkan bahwa ruh dalam ayat ini adalah malaikat Jibril, karena dialah yang meniupkan ke dalam diri Maryam.
    Sedangkan sebagian menafsirkan ruh tersebut sebagai ruh Nabi Isa ‘alaihis-salam yang diciptakan dari tiupan malaikat Jibril atas perintah Allah.


💖 Ruh sebagai Rahmat

Sebagian ulama mengatakan bahwa makna ruh juga bisa berarti rahmat, sebagaimana firman Allah Ta‘ala:

“Dan menguatkan mereka dengan pertolongan (ruh) dari-Nya.”
(QS. Al-Mujadilah: 22)


🌟 Kesimpulan

Ruh adalah urusan Allah Ta‘ala yang hakikatnya tidak dapat dijangkau oleh akal manusia.
Ia disebut dalam Al-Qur’an dengan berbagai makna:

  1. Sebagai jisim halus (unsur kehidupan manusia),
  2. Sebagai perintah Allah (takwin),
  3. Sebagai malaikat Jibril,
  4. Sebagai rahmat Allah,
  5. Dan sebagai ciptaan mulia yang ditiupkan ke dalam jasad para nabi.

Maka benar firman Allah:

“Katakanlah: Ruh itu termasuk urusan Tuhanku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.”
(QS. Al-Isra’: 85)


Apakah Anda ingin saya lanjutkan dengan tafsir ruh menurut para ulama tasawuf seperti Imam Al-Ghazali, Ibn ‘Arabi, dan Syekh Abdul Qadir al-Jailani — agar naskah ini bisa dijadikan bahan buku kajian ruh?


Aswaja Pewaris Generasi Salaf, Bukan Pengikut Ibnu Taimiyah dan Muhammad bin Abdul Wahab.



Aswaja Pewaris Generasi Salaf, Bukan Pengikut Ibnu Taimiyah dan Muhammad bin Abdul Wahab.

ثُمَّ إِنَّهُ حَدَثَ فِيْ عَامِ اَلْفٍ وَثَلَاثِمِائَةٍ وَثَلَاثِيْنَ أَحْزَابٌ مُتَنَوِّعَةٌ وَآرَاءٌ مُتَدَافِعَةٌ وَأَقْوَالٌ مُتَضَارِبَةٌ، وَرِجَالٌ مُتَجَاذِبَةٌ، فَمِنْهُمْ سَلَفِيُّوْنَ قَائِمُوْنَ عَلَى مَا عَلَيْهِ أَسْلَافُهُمْ مِنَ التَّمَذْهُبِ بِالْمَذْهَبِ الْمُعَيَّنِ وَالتَّمَسُّكِ بِالْكُتُبِ الْمُعْتَبَرَةِ الْمُتَدَاوِلَةِ، وَمَحَبَّةِ أَهْلِ الْبَيْتِ وَالْأَوْلِيَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ، وَالتَّبَرُّكِ بِهِمْ أَحْيَاءً وَأَمْوَاتًا،
وَزِيَارَةِ الْقُبُوْرِ وَتَلْقِيْنِ الْمَيِّتِ وَالصَّدَقَةِ عَنْهُ وَاعْتِقَادِ الشَّفَاعَةِ وَنَفْعِ الدُّعَاءِ وَالتَّوَسُّلِ وَغَيْرِ ذَلِكَ.

Kemudian pada tahun 1330 H timbul berbagai pendapat yang saling bertentangan, isu yang bertebaran dan pertikaian di kalangan para pemimpin. Diantara mereka ada yang berafiliasi pada kelompok Salafiyyin yang memegang teguh tradisi para tokoh pendahulu. Mereka bermadzhab kepada satu madzhab tertentu dan berpegang teguh kitab-kitab mu’tabar, kecintaan terhadap Ahlul Bait Nabi, para wali dan orang-orang salih. Selain itu juga tabarruk dengan mereka baik ketika masih hidup atau setelah wafat, ziarah kubur, mentalqin mayit, bersedekah untuk mayit, meyakini syafaat, manfaat doa dan tawassul serta lain sebagainya.


🕌 Aswaja Pewaris Generasi Salaf, Bukan Pengikut Ibnu Taimiyah dan Muhammad bin Abdul Wahab

oleh: M. Djoko Ekasanu


📰 Ringkasan Redaksi Asli

Imam besar abad ke-14 Hijriah menulis bahwa pada tahun 1330 H muncul berbagai kelompok dan pendapat saling bertentangan dalam tubuh umat Islam.
Namun di antara mereka ada yang tetap berpegang teguh pada jalan Salaf Shalih — para pendahulu umat ini yang lurus: mereka bermadzhab dengan salah satu madzhab yang mu‘tabar, mencintai Ahlul Bait Nabi, menghormati para wali dan ulama, melakukan ziarah kubur, tawassul, tabarruk, sedekah untuk mayit, serta meyakini syafaat.
Mereka inilah yang dikenal sebagai Ahlussunnah wal Jama‘ah (Aswaja) — pewaris sejati ajaran salaf, bukan pengikut paham baru seperti Ibnu Taimiyah atau Muhammad bin Abdul Wahhab.


📖 Maksud dan Hakikat Tulisan

Tulisan ini ingin menegaskan bahwa Aswaja adalah kelanjutan alami dari tradisi Salaf, bukan bentuk baru dari bid‘ah.
Sementara paham Wahabi–Taimiyah justru lahir jauh setelah masa salaf, membawa tafsir baru yang menolak tabarruk, tawassul, dan penghormatan terhadap ulama — padahal semua itu ada dalilnya dalam Qur’an, Hadis, dan amalan para sahabat.


🌿 Tafsir dan Makna Judul

  • “Pewaris Generasi Salaf” bermakna bahwa Aswaja menjaga mata rantai keilmuan dan spiritual dari Rasulullah ﷺ melalui para sahabat, tabi‘in, hingga para imam madzhab.
  • “Bukan Pengikut Ibnu Taimiyah dan Muhammad bin Abdul Wahhab” menunjukkan penegasan bahwa ajaran Aswaja tidak mengambil inspirasi dari gerakan puritan baru yang muncul di Najd (Arab) abad ke-12–13 H, yang sering kali menolak aspek ruhani dan tasawuf.

🎯 Tujuan dan Manfaat

  1. Meluruskan pemahaman umat agar tidak menganggap Aswaja sebagai “tradisi kuno”.
  2. Mengingatkan bahwa cinta kepada Ahlul Bait, ziarah kubur, dan tawassul bukanlah syirik, melainkan bagian dari warisan Islam klasik.
  3. Mendorong persatuan umat Islam dalam keberagaman madzhab.
  4. Menanamkan adab kepada ulama dan salihin sebagai jalan menuju Allah.

📜 Latar Belakang Masalah

Pada abad ke-13 H (1800-an M), muncul gerakan Wahabiyah di Jazirah Arab yang menolak banyak tradisi Islam yang telah hidup berabad-abad, seperti ziarah, tabarruk, dan maulid.
Gerakan ini diilhami oleh pemikiran Ibnu Taimiyah (w. 728 H) yang sering menafsirkan nas-nas secara literal.
Sementara umat Islam di wilayah Timur, termasuk Nusantara, mengikuti jalur ulama seperti Imam Syafi‘i, Imam Ghazali, dan Syekh Abdul Qadir al-Jailani yang menekankan keseimbangan antara syariat, akidah, dan tasawuf.


🧭 Intisari Masalah

Perbedaan muncul antara dua pandangan:

  • Aswaja: Menyambung sanad ilmu dari para salaf dengan pemahaman kontekstual dan tasawuf.
  • Wahabi: Mengklaim kembali ke Qur’an dan Sunnah secara tekstual tanpa sanad dan tanpa ruhani.

⚖️ Sebab Terjadinya Masalah

  1. Pemutusan sanad keilmuan dan tasawuf.
  2. Literalitas dalam memahami dalil.
  3. Ketiadaan bimbingan mursyid dalam memahami hakikat ibadah.
  4. Pengaruh politik kolonial dan reformasi Arab modern.

📚 Dalil Qur’an dan Hadis

  • QS. An-Nisa: 59
    “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah, taatilah Rasul, dan ulil amri di antara kamu.”
    ➤ Ulil amri di sini termasuk ulama yang mewarisi ilmu salaf.

  • QS. Al-Maidah: 35
    “Carilah wasilah (jalan) kepada Allah.”
    ➤ Dasar bagi tawassul dan tabarruk.

  • Hadis Riwayat Muslim:
    “Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi.”
    ➤ Aswaja menjaga warisan itu secara sanad dan amal.

  • Hadis Bukhari:
    “Aku melarang kalian menjadikan kuburanku sebagai berhala, tapi ziarahlah kepadanya, karena ziarah itu mengingatkan akhirat.”
    ➤ Ziarah kubur adalah ibadah, bukan syirik.


🧠 Analisis dan Argumentasi

Pemikiran Aswaja menekankan wasathiyyah — keseimbangan antara akal dan rasa.
Ibnu Taimiyah dan Muhammad bin Abdul Wahhab terlalu menonjolkan aspek rasional dan tekstual, hingga menolak pengalaman ruhani.
Padahal Islam bukan hanya hukum, tapi juga cinta, adab, dan dzikir.
Aswaja berdiri di tengah antara formalisme syariat dan ekstremisme puritan.


🕰️ Relevansi Saat Ini

Di era modern, banyak generasi muda terpapar tafsir agama hitam-putih di media sosial.
Tulisan ini mengingatkan pentingnya berislam dengan sanad, mengikuti para ulama yang lurus — bukan hanya ustadz viral tanpa guru.
Aswaja tetap relevan sebagai benteng akidah, moral, dan kebudayaan Islam Indonesia.


🌸 Hikmah

Barangsiapa menjaga hubungan dengan para ulama dan salihin, maka Allah menjaga imannya.
Aswaja adalah rumah besar bagi ummat, tempat bertemunya syariat, hakikat, dan makrifat.


🪞 Muhasabah dan Caranya

  • Tanya diri sendiri: apakah ibadahku karena Allah atau karena ego ingin benar sendiri?
  • Perbanyak membaca kitab klasik, bukan hanya potongan dakwah digital.
  • Ziarahi ulama dan orang saleh untuk mengambil berkah ilmu dan akhlak.
  • Jadikan cinta kepada Rasul dan Ahlul Bait sebagai ruh ibadah.

🤲 Doa

اللهم اجعلنا من أهل السنة والجماعة، واهدنا إلى طريق السلف الصالح، ونجنا من الفتن ما ظهر منها وما بطن، وارزقنا حبك وحب نبيك وحب أوليائك الصالحين.

“Ya Allah, jadikan kami termasuk golongan Ahlussunnah wal Jama‘ah, tunjukilah kami jalan salaf yang saleh, lindungilah kami dari fitnah yang tampak dan tersembunyi, serta karuniakan kami cinta-Mu, cinta Nabi-Mu, dan cinta para wali-Mu.”


💬 Nasehat Ulama Tasawuf

  • Hasan al-Bashri: “Ilmu tanpa amal adalah kegilaan, amal tanpa ikhlas adalah kesia-siaan.”
  • Rabi‘ah al-Adawiyah: “Aku beribadah bukan karena takut neraka, tapi karena cinta kepada Allah.”
  • Abu Yazid al-Bistami: “Siapa mengenal dirinya, ia mengenal Tuhannya.”
  • Junaid al-Baghdadi: “Tasawuf ialah mengambil akhlak yang mulia dan meninggalkan akhlak yang hina.”
  • Al-Hallaj: “Cinta sejati adalah fana dalam Kekasih.”
  • Imam al-Ghazali: “Barang siapa ingin mengenal Allah, kenalilah nafsunya.”
  • Syekh Abdul Qadir al-Jailani: “Tanda cinta kepada Allah adalah mengikuti sunnah Rasulullah.”
  • Jalaluddin Rumi: “Ketika cinta datang, segala huruf menjadi doa.”
  • Ibnu ‘Arabi: “Cahaya Allah memancar dalam setiap bentuk, hanya mata yang bersih yang bisa melihatnya.”
  • Ahmad al-Tijani: “Peganglah zikir, karena ia pintu menuju rahmat Allah.”

📖 Daftar Pustaka

  1. Abu Laits As-Samarqandi, Tanbihul Ghafilin
  2. Imam Al-Ghazali, Ihya’ Ulumiddin
  3. Syekh Abdul Qadir al-Jailani, Futuh al-Ghaib
  4. Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Bari
  5. Al-Nawawi, Riyadhus Shalihin
  6. Ibnu ‘Arabi, Fushush al-Hikam
  7. Rumi, Matsnawi
  8. KH. Hasyim Asy‘ari, Risalah Ahlussunnah wal Jama‘ah
  9. KH. Ahmad Siddiq, Khittah Nahdliyyah

🙏 Ucapan Terima Kasih

Penulis menyampaikan terima kasih kepada para ulama, guru-guru tasawuf, dan para santri pewaris jalan salaf yang terus menjaga cahaya Ahlussunnah wal Jama‘ah di bumi Nusantara.
Semoga Allah memberkahi langkah mereka dan menjadikan tulisan ini amal jariyah bagi kita semua.
Aamiin.


🕌 Aswaja: Lanjutan Keren Para Salaf, Bukan Baru Ikut Ibnu Taimiyah & Muhammad bin Abdul Wahab


Oleh: M. Djoko Ekasanu


📰 Ringkasan Versi Santai

Jadi gini, ada ceritanya nih, di sekitar tahun 1330 H, umat Islam lagi rame-rame banget deh punya kelompok dan pendapat yang beda-beda, kadang malah bentrok. Tapi,di tengah keramaian itu, ada satu kelompok yang stay cool dan konsisten ngikutin jejak Salaf Shalih — generasi awal Islam yang polos dan lurus hati. Mereka ini:


· Pakai madzhab yang jelas dan diakui (seperti Madzhab Syafi'i).

· Cinta banget sama keluarga Nabi (Ahlul Bait).

· Hormat dan respect sama para wali dan ulama.

· Rajin ziarah kubur, tawassul, cari berkah (tabarruk).

· Ngasih sedekah buat yang udah meninggal.

· Percaya sama syafaat Nabi.


Nah, mereka inilah yang dikenal sebagai Ahlussunnah wal Jama‘ah (Aswaja) — penerus sejati generasi salaf, bukan pengikut paham baru kayak Ibnu Taimiyah atau Muhammad bin Abdul Wahhab.


🎯 Maksud & Inti Tulisan


Tulisan ini pengen ngejelasin bahwa Aswaja itu bukan tradisi kuno, melainkan penerus asli dari generasi salaf. Sementara paham Wahabi–Taimiyah itu justru baru muncul belakangan, dan bawa tafsir baru yang nolak praktik kayak cari berkah, tawassul, dan hormat ke ulama — padahal semuanya ada dalilnya di Qur'an, Hadis, dan dicontohin sama para sahabat.


🌿 Arti Judul Versi Gue

· "Pewaris Generasi Salaf" = Aswaja itu kayak generasi penerus yang menjaga "estafet ilmu" dari Rasulullah ﷺ, dilanjutin sama sahabat, tabi'in, sampai para imam madzhab. Think of it like "sanad" yang nyambung!

· "Bukan Pengikut Ibnu Taimiyah..." = Penegasan bahwa Aswaja nggak ngambil inspirasi dari gerakan puritan baru yang muncul di Arab abad 12-13 H, yang sering banget nolak aspek spiritual dan tasawuf.

🧭 Inti Masalahnya

Singkatnya, ada dua kubu nih:

· Aswaja: Ngejaga sanad ilmu dari salaf, pahamnya kontekstual, dan open banget sama tasawuf dan spiritualitas.

· Wahabi: Klaim "kembali ke Qur'an dan Sunnah" tapi cara bacanya tekstual banget, kurang perhatian sama sanad keilmuwan dan aspek rasa/ruhani.

📚 Dalil-Dalil Penting (Arti Tetap Bahasa Indonesia)

· QS. An-Nisa: 59

  · "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah, taatilah Rasul, dan ulil amri di antara kamu."

  · ➤ Ulil amri di sini termasuk juga para ulama yang nerusin ilmu salaf.

· QS. Al-Maidah: 35

  · "Carilah wasilah (jalan) kepada Allah."

  · ➤ Ini jadi dasar buat tawassul dan tabarruk.

· Hadis Riwayat Muslim:

  · "Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi."

  · ➤ Aswaja ngejaga warisan itu dengan sanad dan amalan nyata.

· Hadis Bukhari:

  · "Aku melarang kalian menjadikan kuburanku sebagai berhala, tapi ziarahlah kepadanya, karena ziarah itu mengingatkan akhirat."

  · ➤ Ziarah kubur itu ibadah yang dianjurin, bukan syirik.


🧠 Analisis Gue


Pemikiran Aswaja tuh nengah banget (wasathiyyah) — seimbang antara logika dan rasa. Sementara pemikiran Ibnu Taimiyah dan Muhammad bin Abdul Wahhab tuh kadang terlalu ngegas di rasio dan tekstual, sampe sering ngelewatkan pengalaman ruhani. Padahal, Islam tuh nggak cuma soal hukum doang, tapi juga tentang cinta, adab, dan dzikir. Aswaja tuh kayak rumah nyaman yang nampung semuanya dengan harmoni.


🕰️ Relevansi Buat Kita Sekarang


Di zaman now, di mana medsos rame sama konten agama yang hitam-putih, tulisan ini ngasih reminder: penting banget punya "sanad" atau guru yang jelas dalam beragama, ikutin ulama yang mumpuni — jangan cuma ikut-ikutan ustadz viral yang nggak jelas juntrungnya. Aswaja tetep relevan sebagai benteng buat akidah, moral, dan budaya Islam Indonesia.


🌸 Hikmah & Take Home Message


Siapa yang jaga hubungan baik sama para ulama dan orang-orang saleh, insya Allah imannya ikut terjaga. Aswaja tuh kayak rumah besar buat umat, tempat nyaman buat ketemunya syariat, hakikat, dan makrifat.


🪞 Muhasabah Diri Yuk


· Coba tanya hati: "Ibadah gue selama ini bener-bener karena Allah, atau karena ego pengen keliatan bener sendiri?"

· Perbanyak baca kitab klasik (kuningan), jangan cuma modal potongan video dakwah di medsos.

· Yuk, ziarah ke ulama atau orang saleh, ambil berkah ilmunya dan akhlaknya.

· Jadikan cinta kepada Rasulullah dan keluarganya sebagai jiwa dari setiap ibadah kita.


🤲 Doa Penutup


اللهم اجعلنا من أهل السنة والجماعة، واهدنا إلى طريق السلف الصالح، ونجنا من الفتن ما ظهر منها وما بطن، وارزقنا حبك وحب نبيك وحب أوليائك الصالحين.


"Ya Allah, jadikan kami termasuk golongan Ahlussunnah wal Jama‘ah, tunjukilah kami jalan salaf yang saleh, lindungilah kami dari fitnah yang tampak dan tersembunyi, serta karuniakan kami cinta-Mu, cinta Nabi-Mu, dan cinta para wali-Mu."


💬 Kata-Kata Motivasi Para Sufi


· Hasan al-Bashri: "Ilmu tanpa amal tuh kayak orang gila, amal tanpa ikhlas ya percuma aja."

· Rabi‘ah al-Adawiyah: "Gue ibadah bukan karena takut neraka, tapi karena cinta banget sama Allah."

· Jalaluddin Rumi: "Pas cinta datang, semua hal bisa jadi doa."

· Imam al-Ghazali: "Mau kenal Allah? Kenali dulu dirimu sendiri."


📖 Daftar Bacaan Lanjutan (Tetap Keren buat Dipelajari)


· Ihya' Ulumiddin - Imam Al-Ghazali

· Futuh al-Ghaib - Syekh Abdul Qadir al-Jailani

· Riyadhus Shalihin - Al-Nawawi

· Matsnawi - Rumi

· Risalah Ahlussunnah wal Jama‘ah - KH. Hasyim Asy‘ari


🙏 Ucapan Terima Kasih

Penulis ngucapin terima kasih sebesar-besarnya buat para ulama, guru-guru tasawuf, dan para santri yang tetep setia jaga "api" Aswaja di Nusantara. Semoga Allah berkahin setiap langkah kalian dan tulisan sederhana ini jadi amal jariyah buat kita semua. Aamiin!


Peringatan Tentang Kematian.

 



🕊️ Peringatan Tentang Kematian.

(باب في ذكر الموت وشدائده)
Oleh: M. Djoko Ekasanu


Peringatan tentang kematian

Imam Abu Laits As-Samarqandi berkata:

اعلموا رحمكم الله أن الموت أشد من ضرب السيف، لأن ألم ضرب السيف يشعر به الإنسان، وألم الموت لا يشعر به أحد إلا الميت.

Artinya:
“Ketahuilah — semoga Allah merahmati kalian — bahwa kematian itu lebih dahsyat daripada pukulan pedang. Sebab, rasa sakit terkena pedang dapat dirasakan oleh manusia, sedangkan rasa sakit kematian tidak ada yang mengetahuinya selain orang yang mengalaminya.”

🔹 Maknanya:
Tidak ada penderitaan dunia yang dapat dibandingkan dengan sakratul maut. Pukulan pedang, sakit gigi, luka parah — semuanya tidak sebanding dengan beratnya ruh dicabut dari seluruh urat dan sendi tubuh.

--------

📰 Ringkasan Redaksi Asli

Imam Abu Laits As-Samarqandi dalam Tanbihul Ghafilin menulis:

اعلموا رحمكم الله أن الموت أشد من ضرب السيف، لأن ألم ضرب السيف يشعر به الإنسان، وألم الموت لا يشعر به أحد إلا الميت.

Artinya:
“Ketahuilah — semoga Allah merahmati kalian — bahwa kematian itu lebih dahsyat daripada pukulan pedang. Sebab, rasa sakit terkena pedang dapat dirasakan oleh manusia, sedangkan rasa sakit kematian tidak ada yang mengetahuinya selain orang yang mengalaminya.”


🌿 Maksud dan Hakekat

Imam As-Samarqandi ingin menggugah hati manusia agar sadar bahwa kematian bukan sekadar peristiwa biologis, melainkan peralihan dari dunia fana menuju alam kekekalan. Penderitaan sakratul maut merupakan penghapus kesombongan dan penyaring keimanan sejati. Tidak ada satu pun makhluk yang dapat memahami kepedihannya selain orang yang mengalaminya sendiri.


📖 Tafsir dan Makna Judul

“Bab Tentang Mati dan Penderitaannya” berarti pembahasan tentang proses perpisahan ruh dari jasad dan betapa beratnya ujian tersebut. Dalam tasawuf, kematian bukan sekadar akhir, tetapi awal dari perjumpaan hakiki dengan Allah.

“Mati adalah tirai terakhir yang menghalangi seorang hamba dari pandangan terhadap Tuhannya.”
— Imam al-Ghazali


🎯 Tujuan dan Manfaat

  1. Menghidupkan kesadaran akan kefanaan dunia.
  2. Mendorong manusia memperbanyak amal sebelum ajal datang.
  3. Menanamkan rasa takut yang menumbuhkan cinta dan harap kepada Allah.
  4. Mengajarkan makna husnul khatimah — kematian yang baik.
  5. Menghapus kelalaian yang membuat manusia terbuai oleh dunia.

🕰️ Latar Belakang Masalah di Zaman Imam As-Samarqandi

Pada masa itu (abad ke-4 H), umat Islam mulai dilanda kelalaian spiritual dan cinta dunia. Banyak orang mengejar harta, jabatan, dan kemewahan, sementara masjid-masjid mulai sepi. Maka, Tanbihul Ghafilin disusun untuk “menegur orang yang lalai” agar kembali kepada jalan Allah.


💔 Intisari Masalah

Manusia sering menunda taubat, padahal kematian datang tanpa tanda.
Kematian adalah penghapus segala kesenangan dunia dan pembuka tabir kebenaran.

“Cukuplah mati menjadi penasihat.” (Hadis riwayat Ibnu Hibban)


🔥 Sebab Terjadinya Masalah

  1. Hati tertutup oleh dunia dan syahwat.
  2. Lupa akan tujuan hidup (ibadah kepada Allah).
  3. Tidak mengingat mati dan akhirat.
  4. Jarang merenungi nasib di alam kubur.

📜 Dalil Al-Qur’an dan Hadis

Al-Qur’an:

"Kullu nafsin dzāiqatul maut."
“Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati.”
(QS. Ali ‘Imran: 185)

"Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya, itulah yang kamu selalu lari darinya."
(QS. Qaf: 19)

Hadis:

Rasulullah ﷺ bersabda:
“Perbanyaklah mengingat penghancur segala kenikmatan (yakni kematian).”
(HR. Tirmidzi)


🧩 Analisis dan Argumentasi

Sakratul maut bukan hanya penderitaan fisik, tetapi juga perpisahan antara cinta dunia dan harapan akhirat.
Menurut Imam al-Ghazali, rasa sakitnya melebihi semua sakit yang dirasakan manusia, karena seluruh urat tubuh, nadi, dan sendi ditarik oleh ruh secara bersamaan.

Orang yang beriman menghadapi kematian dengan senyum, sebab ia melihat rahmat Allah di ujung kehidupannya;
sedang orang kafir menjerit karena menyaksikan murka Allah.


🌏 Relevansi Saat Ini

Di zaman modern, manusia sibuk mengejar teknologi, harta, dan popularitas, namun lupa mempersiapkan kematian.
Peringatan Imam As-Samarqandi relevan bagi masyarakat yang hidup dalam hedonisme dan ketakutan kehilangan dunia.
Kematian seharusnya menjadi kompas rohani, bukan momok yang dihindari.


🌹 Hikmah

  1. Kematian menghapus kesombongan dan menumbuhkan tawadhu.
  2. Mengingat mati membuat amal menjadi ikhlas.
  3. Sakitnya sakratul maut membersihkan dosa orang beriman.
  4. Mati menjadi pintu menuju rahmat Allah bagi yang mempersiapkan diri.

🤲 Muhasabah dan Caranya

  1. Ziarah kubur secara rutin untuk melembutkan hati.
  2. Membaca Yasin dan Al-Mulk setiap malam.
  3. Bersedekah atas nama orang yang sudah wafat.
  4. Meminta maaf dan memperbaiki hubungan sesama.
  5. Menulis wasiat dan menyiapkan amal jariyah.

🌿 Doa

اللهم اجعل الموت راحة لنا من كل شر، واجعلنا من الذين إذا حضرهم الموت بشّروا بالجنة والرضوان.

“Ya Allah, jadikanlah kematian sebagai peristirahatan kami dari segala keburukan, dan jadikan kami termasuk orang yang ketika sakratul maut diberi kabar gembira dengan surga dan keridhaan-Mu.”


🌺 Nasehat Para Sufi

Hasan al-Bashri:

“Kematian bukan sesuatu yang menakutkan bagi yang mengenal Allah. Yang ia takutkan hanyalah datang tanpa persiapan.”

Rabi‘ah al-Adawiyah:

“Aku tidak takut mati, karena di sanalah aku akan bertemu Kekasihku.”

Abu Yazid al-Bistami:

“Kematian bagi para pecinta Allah adalah malam pengantin bagi ruh yang rindu.”

Junaid al-Baghdadi:

“Mati adalah kembalinya ruh kepada sumber cahayanya.”

Al-Hallaj:

“Ketika aku mati, jangan tangisi aku, sebab kematianku adalah hidupku yang sebenarnya.”

Imam al-Ghazali:

“Ketika ajal datang, tirai dunia tersingkap. Ruh melihat hakikat yang dulu ia butakan.”

Syekh Abdul Qadir al-Jailani:

“Mati bukanlah hilang, melainkan berpindah dari penjara dunia menuju taman kekal.”

Jalaluddin Rumi:

“Jangan menangis ketika aku mati — aku hanya berganti rumah, dari debu menuju cahaya.”

Ibnu ‘Arabi:

“Mati adalah perjalanan ruh kembali ke lautan asalnya, di mana tidak ada batas antara hamba dan Tuhan.”

Ahmad al-Tijani:

“Barangsiapa mati dalam cinta kepada Rasulullah ﷺ, maka ia tidak akan merasakan sakitnya mati.”


📚 Daftar Pustaka

  1. Tanbihul Ghafilin, Imam Abu Laits As-Samarqandi.
  2. Ihya’ ‘Ulumiddin, Imam al-Ghazali.
  3. Qutul Qulub, Abu Thalib al-Makki.
  4. Futuh al-Ghaib, Syekh Abdul Qadir al-Jailani.
  5. Mathnawi Ma’nawi, Jalaluddin Rumi.
  6. Tadzkiyatun Nufus, Ibnul Qayyim al-Jauziyyah.
  7. Risalah al-Qusyairiyyah, Imam al-Qusyairi.
  8. Al-Futuhat al-Makkiyyah, Ibnu ‘Arabi.

💐 Ucapan Terima Kasih

Segala puji bagi Allah yang menghidupkan dan mematikan.
Terima kasih kepada para ulama, guru ruhani, dan kaum mukminin yang terus mengingatkan tentang kematian bukan untuk menakut-nakuti, tetapi untuk membebaskan kita dari kelalaian dunia.

Semoga tulisan ini menjadi peringatan lembut bagi hati yang mulai lupa bahwa setiap nafas adalah langkah menuju akhir.


Tentu, ini versi yang lebih santai, gaul, dan mudah dicerna, tapi tetap menjaga kesopanan dan makna spiritualnya. ✨


Judul Asli: 🕊️ Peringatan Tentang Kematian. Judul Versi Kekinian:🕊️ Sakaratul Maut: Level Pain-nya Melebihi Apapun


Oleh: M. Djoko Ekasanu


---


Buka Baca dulu, guys...


Imam Abu Laits As-Samarqandi, seorang ulama zaman dulu yang keren, pernah ngasih wejangan yang bikin merinding. Intinya, dia bilang:


"Ketahuilah — semoga Allah merahmati kalian — bahwa kematian itu lebih dahsyat daripada pukulan pedang. Soalnya, rasa sakit kena pedang masih bisa kita rasain dan ceritain. Tapi rasa sakitnya sakaratul maut, ga ada yang pernah tau dan bisa cerita, kecuali orang yang lagi ngalami itu sendiri."


Baca ulang, guys. Let that sink in.


Bayangin, sakit terparah yang pernah kita rasain—patah hati, sakit gigi level setan, atau luka bakar—itu gak ada apa-apanya dibanding detik-detik ruh kita dicabut. Itu sakitnya nyobain semua urat dan sendi sekaligus. Beda level banget.


---


📌 Buat yang Cuma Baca Ringkasannya


Inti dari pesan Imam Abu Laits dalam bukunya Tanbihul Ghafilin (Buku "Wake Up Call" untuk yang Lagi Lalai) adalah:


Jangan pernah remehin kematian. Sakitnya itu privat banget, cuma lo dan Allah yang tau. Gak bisa di-compare dengan sakit dunia mana pun.


---


🌿 So, What's The Point?


Maksud omongan beliau ini sebenernya deep banget. Beliau pengen kita melek dan sadar bahwa:


· Kematian itu bukan akhir, tapi pintu masuk ke kehidupan yang sebenernya.

· Prosesnya yang sakit itu ada hikmahnya: buat nge-humble-in kita, ngilangin rasa sombong, dan ngetes iman kita beneran atau enggak.

· Karena gak ada yang pernah comeback buat cerita, kita harus siapin diri dari SEKARANG.


---


🎯 Why Should We Care?


Ini alasannya kenapa kita harus peduli dan sering-sering ingat mati:


1. Bikin Hidup Lebih Sadar: Kita jadi gak gampang terbuai sama gemerlap dunia yang sementara.

2. Motivasi Buat Jadi Orang Baik: Biar pas ketemu ajal, kita lagi dalam kondisi terbaik.

3. Obat Sombong: Ingat bahwa ujung-ujungnya kita semua akan merasakan yang sama.

4. Ngingetin Buat Jaga Hubungan: Segerakan minta maaf, jangan nyimpan dendam.


---


💔 Realitanya, Kita Sering...


· Nunda-nunda taubat, mikirnya "nanti aja deh, masih muda."

· Lupa kalo ajal datengnya bisa kapan aja dan gak pake tanda.

· Terlalu fokus sama urusan dunia sampe lupa urusan akhirat.


Padahal, kata Nabi ﷺ, "Cukuplah kematian menjadi penasihat." Artinya, cuma dengan ingat mati aja, itu udah cukup jadi pengingat buat kita.


---


📖 Dasar-Dasarnya (Tetap Pakai Bahasa yang Benar ya)


Dari Al-Qur'an:


"Kullu nafsin dzāiqatul maut." (Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati.) - QS. Ali ‘Imran: 185


"Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya, itulah yang kamu selalu lari darinya." - QS. Qaf: 19


Dari Hadis:


Rasulullah ﷺ bersabda: "Perbanyaklah mengingat penghancur segala kenikmatan (yakni kematian)." - HR. Tirmidzi


---


🧠 Analisis Singkat & Relevansinya Sekarang


Sakratul maut itu bukan cuma sakit fisik. Itu adalah momen di mana kita harus melepas semua yang kita cintai di dunia dan menghadapi takdir kita.


Di zaman sekarang yang serba cepat dan hedonis, kita bisa aja sibuk banget sampe lupa: buat apa sih sebenernya kita hidup? Peringatan ini tetep relevan banget buat kita yang mungkin lagi kejar-kejar karir, harta, atau followers, tapi lupa nyiapin bekal buat perjalanan yang paling pasti: pulang ke Allah.


---


🌹 Hikmah & Manfaatnya


· Hidup Jadi Tenang: Gak gampang stres karena urusan dunia.

· Amal Jadi Ikhlas: Karena ingat bahwa semuanya akan dipertanggungjawabkan.

· Dosa Bisa Terhapus: Sakarnya orang beriman bisa jadi pembersih dosa-dosa sebelum ketemu Allah.


---


🤲 Self-Reflection & Action Plan


Yuk, muhasabah. Beberapa hal yang bisa kita lakuin:


1. Ziarah Kubur: Bukan buat nakut-nakutin, tapi buat ngingetin bahwa ujung kita sama.

2. Baca Yasin & Al-Mulk: Rutinin, apalagi sebelum tidur.

3. Rajin Sedekah: Bisa atas nama kita atau buat orang yang udah meninggal.

4. Jaga Silaturahmi: Jangan sampe ada rasa benci atau dendam sama orang lain.

5. Siapin "Amal Jariyah": Punya project kebaikan yang terus mengalir meskipun kita udah gak ada.


---


🤲 Doa Penutup


"Ya Allah, jadikanlah kematian sebagai peristirahatan kami dari segala keburukan, dan jadikan kami termasuk orang yang ketika sakratul maut diberi kabar gembira dengan surga dan keridhaan-Mu."


---


💫 Kata-Kata Penyemangat dari Para Sufi (Tetap Deep, tapi Relateable)


· Hasan al-Bashri: "Yang ngeri itu mati dalam keadaan lalai, bukan matinya itu sendiri."

· Rabi'ah al-Adawiyah: "Aku gak takut mati, karena di situlah aku ketemu Sang Kekasih (Allah)."

· Jalaluddin Rumi: "Jangan sedih kalo aku mati. Aku cuma pindah rumah, dari yang fana ke yang abadi."

· Imam al-Ghazali: "Pas ajal datang, semua topeng dunia bakal copot. Kita bakal liat realita yang selama ini kita tutup-tutupin."


---


Penutup


Yuk, sama-sama kita jadikan peringatan ini bukan buat jadi orang yang serem atau pesimis, tapi jadi pribadi yang lebih sadar, lebih bersyukur, dan lebih siap menyambut panggilan-Nya.


Semoga kita semua diberi kemudahan dan husnul khotimah (akhir hidup yang baik). Aamiin.


Credit & Source: Tanbihul Ghafilin- Imam Abu Laits As-Samarqandi Ihya' Ulumiddin- Imam Al-Ghazali dan sumber-sumber lainnya.

kematian dan penderitaannya

 

Baik. Berikut adalah ringkasan isi “Tanbihul Ghafilin” karya Imam Abu Laits As-Samarqandi tentang kematian dan penderitaannya (باب في ذكر الموت وشدائده) — disertai terjemahan, makna, dan penjelasan hikmahnya agar mudah dipahami:


🌿 Bab Tentang Mati dan Penderitaannya (باب في ذكر الموت وشدائده)

🕊️ 1. Peringatan tentang kematian

Imam Abu Laits As-Samarqandi berkata:

اعلموا رحمكم الله أن الموت أشد من ضرب السيف، لأن ألم ضرب السيف يشعر به الإنسان، وألم الموت لا يشعر به أحد إلا الميت.

Artinya:
“Ketahuilah — semoga Allah merahmati kalian — bahwa kematian itu lebih dahsyat daripada pukulan pedang. Sebab, rasa sakit terkena pedang dapat dirasakan oleh manusia, sedangkan rasa sakit kematian tidak ada yang mengetahuinya selain orang yang mengalaminya.”

🔹 Maknanya:
Tidak ada penderitaan dunia yang dapat dibandingkan dengan sakratul maut. Pukulan pedang, sakit gigi, luka parah — semuanya tidak sebanding dengan beratnya ruh dicabut dari seluruh urat dan sendi tubuh.


💔 2. Penyesalan orang yang lalai

قال رسول الله ﷺ: "ما من بيت إلا وملك الموت يقف على بابه خمس مرات، فإذا وجد الإنسان قد انقضى أجله وقضى رزقه ألقى عليه غشيته، فقبض روحه."

Artinya:
Rasulullah ﷺ bersabda: “Tidak ada satu rumah pun kecuali malaikat maut berdiri di depan pintunya lima kali setiap hari. Apabila ia mendapati bahwa ajal seseorang telah tiba dan rezekinya telah habis, maka ia menjatuhkan penglihatannya kepadanya, lalu mencabut ruhnya.”

🔹 Hikmah:
Kematian selalu mengintai setiap detik. Malaikat maut senantiasa memeriksa siapa yang telah sampai ajalnya. Maka orang yang berakal hendaklah selalu siap, memperbanyak taubat dan amal baik.


😔 3. Beratnya sakaratul maut

قال النبي ﷺ: "إن للموت سكرات، وجاءت سكرة الموت بالحق، ذلك ما كنت منه تحيد."

Artinya:
Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya bagi kematian itu ada sakarat (kepedihan yang sangat).”
Dan Allah berfirman:

“Dan datanglah sakratul maut dengan sebenarnya; itulah yang dahulu engkau hindari.” (QS. Qaf: 19)

🔹 Maknanya:
Sakratul maut adalah rasa sakit yang mencakup seluruh tubuh: kepala berdenyut, sendi melemah, nafas tersengal, pandangan kabur, dan lidah kelu. Bahkan Rasulullah ﷺ — manusia paling mulia — pun merasakan beratnya sakratul maut.


🌩️ 4. Kisah penderitaan seorang ahli ibadah saat mati

Imam Abu Laits meriwayatkan:
Ketika seorang ahli ibadah Bani Israil sedang menghadapi kematian, ia berkata kepada keluarganya:

"Aku merasakan sakit dari ujung rambut sampai ke ujung kaki, seakan-akan bumi dan langit menimpa tubuhku, dan seolah-olah gunung-gunung menggilasku."

🔹 Hikmah:
Orang yang beramal banyak pun merasakan sakitnya kematian — bukan karena dosanya, tetapi sebagai penyucian terakhir agar ruhnya bersih ketika kembali kepada Allah.


🌙 5. Nikmat bagi orang beriman ketika mati

قال رسول الله ﷺ: "إذا جاء ملك الموت إلى المؤمن قال: اخرجي أيتها النفس الطيبة إلى روح وريحان وربٍ راضٍ غير غضبان."

Artinya:
Rasulullah ﷺ bersabda: “Apabila malaikat maut datang kepada orang beriman, ia berkata: ‘Wahai jiwa yang baik, keluarlah menuju rahmat dan kenikmatan dari Tuhan yang ridha, bukan murka.’”

🔹 Maknanya:
Sakaratul maut bagi orang saleh memang sakit, tapi segera diganti dengan kedamaian luar biasa. Ruhnya disambut oleh para malaikat pembawa rahmat dan cahaya.


🔥 6. Azab bagi orang durhaka saat mati

وقال: "أما الفاجر، فيقال له: اخرجي أيتها النفس الخبيثة إلى سخط من الله وغضب."

Artinya:
“Adapun orang durhaka, dikatakan kepadanya: ‘Wahai jiwa yang buruk, keluarlah menuju kemurkaan dan murka Allah.’”

🔹 Maknanya:
Bagi orang zalim, fasik, dan lalai dari Allah, kematian menjadi awal dari azab yang panjang. Malaikat maut menampakkan wujud yang menakutkan, dan ruhnya dicabut dengan kasar — bagaikan besi diseret dari bulu basah.


🕯️ 7. Nasihat penutup

Imam Abu Laits berkata:

فالعاقل من تذكر الموت في كل حين، وأعد له الزاد قبل نزوله.

Artinya:
“Maka orang yang berakal ialah yang selalu mengingat kematian di setiap waktu, dan menyiapkan bekal sebelum kematian itu datang.”

🔹 Bekal terbaik:

  • Taubat yang jujur
  • Shalat yang khusyuk
  • Sedekah yang ikhlas
  • Dzikir yang terus menerus
  • Maaf dan kasih kepada sesama

🌼 Renungan Hikmah

Kematian bukan akhir, tetapi pintu menuju keabadian.
Barang siapa hidup dengan mengingat Allah, maka matinya adalah permulaan rahmat.
Barang siapa hidup dengan lalai, maka matinya adalah awal penyesalan.


Apakah Anda ingin saya lanjutkan dengan tafsir dan nasihat Syekh Abdul Qadir al-Jailani serta Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari tentang bab ini (mati dan penderitaannya)? Itu akan memperdalam makna rohaninya.

IKHLAS (1) : INTI DARI SEGALA AMAL.

 


IKHLAS: INTI DARI SEGALA AMAL

Berdasarkan Kitab Tanbihul Ghafilin karya Imam Abu Laits As-Samarqandi

✍️ Penulis: M. Djoko Ekasanu



🌿 1. Pengertian Ikhlas

Imam Abu Laits As-Samarqandi menulis:

الاخلاص هو أن يكون عمل العبد لله تعالى لا يريد به غيره

“Ikhlas ialah ketika amal seorang hamba dilakukan hanya untuk Allah Ta‘ala dan tidak menghendaki selain-Nya.”

🔹 Maknanya: Segala amal, baik besar maupun kecil — salat, sedekah, dakwah, atau bahkan senyum — harus murni karena Allah, bukan karena ingin dipuji manusia atau diakui kehebatannya.


💎 2. Tanda Orang yang Ikhlas

Beliau menyebutkan, tanda orang yang ikhlas adalah:

“Tidak berubah amalnya ketika dilihat atau tidak dilihat manusia.”

🔹 Maknanya: Orang yang ikhlas tetap semangat beribadah baik di hadapan orang banyak maupun ketika sendirian.
Sedangkan orang yang riya’ (ingin dipuji) hanya giat ketika diperhatikan.


🕊️ 3. Bahaya Tidak Ikhlas (Riya’ dan Sum‘ah)

Abu Laits menukil dari Rasulullah ﷺ:

"Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas umatku adalah syirik kecil."

Ditanya, “Apakah syirik kecil itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Riya’, yaitu seseorang beramal agar dilihat manusia.”

🔹 Maknanya: Amal yang disertai riya’ tidak akan diterima Allah, walaupun secara lahir tampak baik.


🌸 4. Derajat Keikhlasan

Imam Abu Laits membagi ikhlas dalam tiga tingkatan:

  1. Ikhlas orang awam:
    Beramal karena ingin pahala dan surga.
  2. Ikhlas orang khawas (pilihan):
    Beramal karena ingin dekat kepada Allah.
  3. Ikhlas orang khawasul khawas:
    Beramal hanya karena cinta kepada Allah, tidak mengharap surga dan tidak takut neraka.

🔹 Inilah derajat para wali dan orang-orang arif billah.


🪞 5. Hati-hati dari Ikhlas Palsu

Abu Laits juga mengingatkan bahwa:

“Kadang seseorang mengira dirinya ikhlas, padahal dalam hatinya masih ingin dipuji atau dikenal.”

🔹 Nasihatnya: Perbanyak muhasabah (introspeksi diri) dan istighfar, karena setan paling lihai menipu manusia melalui niat.


🌼 6. Cara Menumbuhkan Ikhlas

Menurut Abu Laits:

“Ikhlas tumbuh dari keyakinan bahwa semua yang ada hanyalah milik Allah, dan segala amal hanya akan berguna jika diterima-Nya.”

🔹 Langkah-langkah:

  1. Mengingat kematian, agar sadar bahwa hanya amal yang diterima Allah yang bernilai.
  2. Menyembunyikan amal saleh seperti menyembunyikan dosa.
  3. Menganggap amal sendiri kecil, agar tidak ujub.
  4. Bersyukur ketika mampu beramal, bukan bangga.

🌺 7. Doa agar Diberi Keikhlasan

Abu Laits meriwayatkan doa yang baik dibaca oleh orang yang ingin menjaga ikhlas:

اللهم اجعل عملي كله صالحا، واجعله لوجهك خالصا، ولا تجعل لأحد فيه شيئا

“Ya Allah, jadikanlah seluruh amal perbuatanku baik dan perbaikilah niatku untuk wajah-Mu semata, dan jangan Engkau jadikan bagi siapa pun bagian darinya.”


🌙 Hikmah Penutup

Imam Abu Laits menulis:

“Ikhlas itu rahasia antara Allah dan hamba-Nya, tidak diketahui oleh malaikat hingga ia menulisnya, tidak diketahui oleh setan hingga ia bisa merusaknya, dan tidak diketahui oleh manusia agar tidak bisa merusaknya dengan pujian.”


Ringkasan Redaksi Asli

Imam Abu Laits As-Samarqandi berkata:

الاخلاص هو أن يكون عمل العبد لله تعالى لا يريد به غيره
“Ikhlas ialah ketika amal seorang hamba dilakukan hanya untuk Allah Ta‘ala dan tidak menghendaki selain-Nya.”

Beliau juga menulis,

“Ikhlas itu rahasia antara Allah dan hamba-Nya, tidak diketahui oleh malaikat hingga ia menulisnya, tidak diketahui oleh setan hingga ia bisa merusaknya, dan tidak diketahui oleh manusia agar tidak merusaknya dengan pujian.”


Maksud dan Hakikat

Ikhlas adalah memurnikan niat hanya untuk Allah dalam setiap amal perbuatan, tanpa mengharapkan pujian manusia, keuntungan dunia, atau kemegahan diri.
Hakikatnya adalah meniadakan “aku” di hadapan Allah, hingga seluruh amal menjadi ibadah murni karena cinta dan pengabdian.

Imam Al-Ghazali berkata:

“Ikhlas itu bahwa engkau tidak mencari saksi atas amalmu selain Allah, dan tidak mengharap balasan selain dari-Nya.”


Tafsir dan Makna dari Judul

Judul Ikhlas berasal dari akar kata خَلَصَ yang berarti “murni, bersih, lepas dari campuran.”
Dalam konteks spiritual, maknanya:

Amal yang bersih dari niat selain Allah.

Ikhlas adalah penyaring hati. Ia memisahkan ibadah sejati dari kebiasaan duniawi. Sebagaimana emas dimurnikan dari kotorannya, begitu pula hati dimurnikan dari riya’ melalui ujian dan mujahadah.


Tujuan dan Manfaat

  1. Mendapat ridha Allah, bukan sekadar pahala.
  2. Menjernihkan jiwa dari penyakit hati seperti ujub, sum‘ah, dan riya’.
  3. Menumbuhkan ketenangan batin, karena orang ikhlas tidak lagi bergantung pada penilaian manusia.
  4. Menyelamatkan amal dari kebatilan, sebab amal tanpa ikhlas bagaikan tubuh tanpa ruh.

Latar Belakang Masalah di Zaman Abu Laits

Pada masa Imam Abu Laits As-Samarqandi (abad ke-4 H), umat Islam mengalami kemajuan lahiriah — banyak ulama, ahli ibadah, dan lembaga keagamaan berdiri. Namun di balik itu muncul penyakit riya’ dan cinta dunia, yaitu orang beramal bukan karena Allah, melainkan ingin dikenal saleh.

Beliau menulis Tanbihul Ghafilin sebagai peringatan bagi kaum berilmu dan ahli ibadah agar tidak lalai dalam niat. Karena penyakit hati itu lebih berbahaya daripada dosa fisik.


Intisari Masalah

Banyak orang berbuat baik, tetapi tidak diterima oleh Allah karena niatnya bukan untuk-Nya.
Rasulullah ﷺ bersabda:

“Sesungguhnya amal-amal itu tergantung pada niat, dan setiap orang akan mendapat balasan sesuai dengan apa yang diniatkannya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Masalah utama adalah campuran niat: ingin pahala, ingin nama baik, ingin dianggap saleh. Maka, ikhlas menjadi obat penjernih amal.


Sebab Terjadinya Masalah

  1. Cinta dunia dan ingin dipuji.
  2. Kurangnya ilmu tentang niat.
  3. Tidak muhasabah diri.
  4. Pengaruh lingkungan yang menilai berdasarkan penampilan, bukan hati.

Dalil dari Al-Qur’an dan Hadis

📖 Al-Qur’an:

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ
“Dan mereka tidak diperintahkan kecuali untuk menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya.”
(QS. Al-Bayyinah: 5)

🕋 Hadis:

Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas umatku adalah syirik kecil.”
Para sahabat bertanya: “Apakah syirik kecil itu wahai Rasulullah?”
Beliau menjawab: “Riya’, yaitu seseorang beramal agar dilihat manusia.”
(HR. Ahmad)


Analisis dan Argumentasi

Ikhlas adalah inti seluruh ajaran tasawuf dan fondasi agama.
Tanpa ikhlas, amal seperti pohon tanpa akar — tampak besar tapi mudah tumbang.

Para sufi memandang bahwa:

  • Amal yang kecil tapi ikhlas lebih mulia daripada amal besar tapi tercampur niat dunia.
  • Keikhlasan tidak bisa dipaksakan, tetapi dilatih dengan dzikir, tafakkur, dan muhasabah.

Relevansi di Zaman Sekarang

Di era media sosial, banyak orang menampilkan amal baik untuk disaksikan publik. Riya’ modern hadir dalam bentuk pamer kebaikan, sedekah yang diunggah, dan ibadah yang disiarkan.

Padahal, Imam Abu Laits mengingatkan:

“Tidak berubah amalnya ketika dilihat atau tidak dilihat manusia.”

Ikhlas kini menjadi ujian besar umat modern — menjaga hati tetap murni di tengah sorotan dunia maya.


Hikmah

  • Ikhlas membuat amal ringan, sebab hanya mengharap ridha Allah.
  • Ikhlas menenangkan jiwa, sebab tidak kecewa bila tidak dihargai.
  • Ikhlas menjadikan amal abadi, sebab diterima di sisi Allah.

Muhasabah dan Caranya

  1. Tanyakan pada diri sebelum beramal: “Untuk siapa aku melakukan ini?”
  2. Setelah beramal: “Apakah aku senang karena Allah atau karena dipuji?”
  3. Perbanyak istighfar, karena niat bisa berubah setiap saat.
  4. Latih amal tersembunyi, agar hati terbiasa tanpa saksi.

Doa

اللهم اجعل عملي كله صالحا، واجعله لوجهك خالصا، ولا تجعل لأحد فيه شيئا
“Ya Allah, jadikanlah seluruh amal perbuatanku baik dan perbaikilah niatku hanya untuk wajah-Mu semata, dan jangan Engkau jadikan bagi siapa pun bagian darinya.”


Nasihat Para Ulama Sufi

  • Hasan Al-Bashri:
    “Orang ikhlas adalah yang merahasiakan amalnya sebagaimana ia merahasiakan dosanya.”

  • Rabi‘ah al-Adawiyah:
    “Aku tidak menyembah Allah karena takut neraka atau mengharap surga, tetapi karena cinta kepada-Nya.”

  • Abu Yazid al-Bistami:
    “Ikhlas ialah ketika engkau lupa dengan amalmu setelah melakukannya.”

  • Junaid al-Baghdadi:
    “Ikhlas adalah rahasia antara Allah dan hamba-Nya yang tidak diketahui malaikat maupun setan.”

  • Al-Hallaj:
    “Barangsiapa mengenal Allah, ia tidak melihat selain Allah.”

  • Imam Al-Ghazali:
    “Ikhlas adalah memandang Allah semata dalam setiap amal, dan melupakan selain-Nya.”

  • Syekh Abdul Qadir al-Jailani:
    “Ikhlas adalah mengosongkan hati dari selain Allah, dan memenuhi hati dengan dzikir kepada-Nya.”

  • Jalaluddin Rumi:
    “Bersihkan cermin hatimu dari debu dunia, maka cahaya Ilahi akan tampak jelas di sana.”

  • Ibnu ‘Arabi:
    “Keikhlasan sejati lahir dari cinta yang melenyapkan diri (‘fana’) di hadapan Kekasih.”

  • Ahmad al-Tijani:
    “Ikhlas itu ketika engkau meniadakan segala daya dan upaya selain kehendak Allah semata.”


Daftar Pustaka

  1. Abu Laits As-Samarqandi, Tanbihul Ghafilin, Beirut: Dar al-Fikr.
  2. Imam Al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulumuddin, Kairo: Dar al-Ma’arif.
  3. Syekh Abdul Qadir al-Jailani, Futuh al-Ghaib.
  4. Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari, Al-Hikam.
  5. Al-Qur’an al-Karim dan Hadis Shahih Bukhari-Muslim.
  6. Jalaluddin Rumi, Mathnawi Ma’nawi.
  7. Ibnu ‘Arabi, Futuhat al-Makkiyyah.

Ucapan Terima Kasih

Segala puji bagi Allah yang telah memberi taufik dan hidayah untuk menulis renungan ini.
Terima kasih kepada para guru, ulama, dan jamaah yang terus menghidupkan semangat keikhlasan di jalan Allah.
Semoga tulisan ini menjadi pengingat bagi hati yang lalai, dan penyejuk bagi jiwa yang rindu kepada-Nya.


🕊️ Semoga setiap amal kita diterima bukan karena banyaknya, tetapi karena ikhlasnya.
“Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa dan harta kalian, tetapi melihat hati dan amal kalian.”
(HR. Muslim)


Apakah Abah ingin saya lanjutkan versi PDF siap cetak dari bacaan koran ini (dengan tata letak kolom dua, bingkai, dan kaligrafi di judulnya)?