Saturday, June 14, 2025

Laa Taghdab wa Lakal Jannah.


 

Judul: Laa Taghdab wa Lakal Jannah: Hakikat, Tafsir, dan Nasehat Para Arif Billah


Bab 1: Hadis Utama

Arab:

لا تغضب وَلَكَ الْجَنَّة

Latin:

Laa taghdab wa laka al-jannah.

Artinya:

Jangan sekali-kali engkau marah, maka bagimu surga.

Sumber Hadis: Hadis ini diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari (no. 6116) dalam kitab al-Adab.

Konteks Hadis: Seorang lelaki datang kepada Rasulullah dan berkata, "Berilah aku wasiat." Maka Rasulullah bersabda, "Jangan marah." Ia mengulangi permintaannya beberapa kali, dan Nabi terus berkata, "Jangan marah."


Bab 2: Tafsir dan Makna Hakiki

Makna "Jangan Marah" dalam Hakikat Ruhani: Marah adalah api dari syaitan. Ia merusak akal, menggelapkan hati, dan membakar amal. Nabi menyuruh menahan marah bukan hanya sebagai akhlak sosial, tetapi juga pembersihan jiwa.


Bab 3: Ayat Al-Qur'an Terkait

Surah Ali 'Imran (3:134)

Arab:

الَّذِيْنَ يُنْفِقُونَ فِي الْسَّرَّاءِ وَالْضَّرَّاءِ وَالكَاظِمِينَ الغَيْظَ وَالعَافِينَ عَنْ النَّاسِ وَاللهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

Latin:

Alladziina yunfiquuna fi as-sarraa'i wa ad-darraa'i wal-kaazhimiinal ghaizha wal-'aafiina 'anin-naas wallaahu yuhibbul muhsiniin.

Artinya:

(Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya) di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya serta memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan.


Bab 4: Relevansi dengan Keadaan Sekarang

Di zaman modern yang penuh tekanan, marah sering menjadi pelampiasan terhadap masalah sosial, ekonomi, dan digital. Banyak konflik rumah tangga, perpecahan komunitas, bahkan perang dimulai dari kemarahan yang tidak dikendalikan. Islam mengajarkan bahwa kekuatan sejati adalah menguasai amarah, bukan meluapkannya.


Bab 5: Nasehat Para Arif Billah

  1. Hasan al-Bashri:

"Marah adalah awal dari kebinasaan jiwa. Tidak ada hikmah bersama marah kecuali engkau cepat-cepat memadamkannya."

  1. Rabi‘ah al-Adawiyah:

"Bagaimana mungkin engkau ingin melihat Allah sedangkan hatimu dipenuhi bara amarah terhadap makhluk-Nya?"

  1. Abu Yazid al-Bistami:

"Aku mati berkali-kali setiap kali aku marah. Hingga suatu hari, aku hanya marah kepada jiwaku yang menginginkan selain Allah."

  1. Junaid al-Baghdadi:

"Orang yang marah karena dirinya adalah budak hawa nafsunya, tapi yang menahan marah demi Allah adalah wali-Nya."

  1. Al-Hallaj:

"Api marah tidak bisa padam kecuali dengan air ma’rifah. Dan ma’rifah tak mungkin masuk hati yang gelap oleh ego."

  1. Imam Al-Ghazali:

"Marah itu seperti anjing yang buas; jika tak dikendalikan akan menggigit tuannya sendiri. Latihlah nafsumu dengan sabar, maka ia akan tunduk."

  1. Abdul Qadir al-Jailani:

"Jangan engkau bicara dengan marah, karena itu tanda kekalahan rohmu oleh nafsu. Diam dan berdoalah agar hatimu menjadi taman cahaya."

  1. Jalaluddin Rumi:

"Ketika kau marah, dunia terlihat merah. Tapi ketika cinta datang, dunia menjadi taman mawar. Pilihlah cinta, bukan amarah."

  1. Ibnu ‘Arabi:

"Marah adalah bentuk ketidaktahuan akan kehendak Tuhan. Orang ‘arif melihat marah sebagai hijab antara dirinya dan rahmat."

  1. Ahmad al-Tijani:

"Marah adalah lubang tempat syaitan menyusup ke hati murid. Dzikir yang terus-menerus adalah pagar dari serangan itu."


Penutup: Hadis "Laa taghdab wa laka al-jannah" adalah petunjuk keselamatan lahir dan batin. Ia bukan sekadar larangan sosial, melainkan petunjuk jalan para wali menuju surga. Menahan amarah adalah bentuk jihad melawan hawa nafsu, dan siapa yang mampu menundukkannya, maka surga adalah balasannya.


Doa:

Allahumma ajirni min ghadhabi nafsi, waj‘alni min al-kaazhimiin al-ghaizh, wa ij‘al qalbi mustaniran bi dhikrika.

(Ya Allah, lindungilah aku dari amarah diriku, jadikan aku dari orang-orang yang menahan amarah, dan jadikan hatiku bercahaya dengan dzikir-Mu.)


Pencari Harta Haram adalah Kawan Setan.


 

Judul: Pencari Harta Haram adalah Kawan Setan

Pendahuluan Ucapan yang disampaikan kepada Sayyidina Ali radhiyallahu ‘anhu ini sarat makna dan peringatan yang sangat dalam. Bahwa seseorang yang mencari harta haram, baik dengan berjalan kaki maupun dengan kendaraan, akan senantiasa ditemani oleh setan. Bahkan harta haram yang dikumpulkan, pada hakikatnya menjadi santapan setan. Termasuk pula peringatan untuk menyebut nama Allah ketika berhubungan suami-istri, agar ikhtiar memiliki keturunan tidak tercampuri oleh bisikan dan gangguan setan.

Buku ini akan membahas hakikat dari pesan tersebut, dilengkapi dengan ayat-ayat Al-Qur’an, tafsir, hadis-hadis, serta pandangan para tokoh sufi besar sepanjang zaman.


Bab 1: Hakikat Mencari Harta Haram

"Hai Ali, tidaklah seseorang pergi mencari harta haram dengan berjalan kaki, melainkan ia ditemani setan..."

Ayat Al-Qur’an:

  1. QS. Al-Baqarah: 188

عَرَبِيّ: وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ

Latin: Wa lā ta’kulū amwālakum bainakum bil-bāṭil

Artinya: “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain dengan jalan yang batil...”

Tafsir: Menurut tafsir Al-Jalalain dan Ibnu Katsir, ayat ini melarang keras segala bentuk pengambilan harta secara tidak sah, termasuk penipuan, korupsi, suap, dan riba. Hal itu merupakan jalan yang ditempuh setan untuk menyesatkan manusia.

Hadis Nabi SAW:

"Setiap daging yang tumbuh dari makanan haram, maka neraka lebih layak baginya." (HR. Tirmidzi)


Bab 2: Setan sebagai Teman dalam Perjalanan Harta Haram

QS. Az-Zukhruf: 36

عَرَبِيّ: وَمَن يَعْشُ عَن ذِكْرِ الرَّحْمَـٰنِ نُقَيِّضْ لَهُۥ شَيْطَـٰنًۭا فَهُوَ لَهُۥ قَرِينٌۭ

Latin: Wa man ya‘shu ‘an dzikr-ir-Raḥmān, nuqayyiḍ lahu syaiṭānan fa huwa lahu qarīn

Artinya: "Barang siapa berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Al-Qur’an), Kami adakan baginya setan (yang menyesatkan); maka setan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya."

Tafsir: Orang yang membangkang dari petunjuk Allah akan ditemani oleh setan dalam segala aktivitasnya, termasuk dalam mencari harta yang haram.


Bab 3: Anak yang lahir tanpa menyebut Nama Allah

Hadis Nabi SAW:

“Jika salah seorang dari kalian menggauli istrinya dan membaca doa: 'Bismillah, Allahumma jannibna asy-syayṭān wa jannibisy-syayṭāna mā razaqtanā' maka jika Allah menakdirkan anak, anak itu tidak akan diganggu setan selamanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)


Bab 4: Relevansi Zaman Sekarang

Di era modern ini, godaan harta haram hadir dalam berbagai bentuk: suap, korupsi, manipulasi data, gaji dari pekerjaan yang melanggar syariat, hingga bisnis yang merusak masyarakat. Jika seseorang mencari rezeki tanpa peduli halal-haram, maka ia sudah berada dalam genggaman setan.


Bab 5: Nasehat Para Tokoh Sufi

  1. Hasan al-Bashri: “Tidaklah seseorang memakan dari yang haram, kecuali hatinya menjadi gelap dan sulit menerima nasihat.”

  2. Rabi‘ah al-Adawiyah: “Cinta sejati kepada Allah tidak akan tumbuh dalam hati yang kenyang dari harta haram.”

  3. Abu Yazid al-Bistami: “Orang yang mengaku mencari Allah, namun hatinya cinta harta dunia, adalah pembohong.”

  4. Junaid al-Baghdadi: “Kesucian jalan sufi dimulai dari kehalalan makanan.”

  5. Al-Hallaj: “Barangsiapa menyuapi dirinya dari yang haram, maka hijab antara dia dan Allah akan bertambah tebal.”

  6. Abu Hamid al-Ghazali: “Harta haram adalah racun hati. Ia mematikan akhlak, membutakan ruh, dan menjauhkan dari Allah.”

  7. Syekh Abdul Qadir al-Jailani: “Makanlah dari yang halal, karena makanan haram akan menghalangi cahaya ilmu dan ma‘rifah masuk ke dalam hati.”

  8. Jalaluddin Rumi: “Yang engkau masukkan ke dalam perutmu akan membentuk lisan dan hatimu.”

  9. Ibnu ‘Arabi: “Segala yang masuk ke tubuh dari jalan haram adalah tirai penghalang bagi tajalli (penyingkapan Ilahi).”

  10. Ahmad al-Tijani: “Tazkiyatun nafs (penyucian jiwa) tidak akan sempurna tanpa penjagaan dari makanan dan harta yang halal.”


Penutup

Mencari harta adalah kewajiban, tetapi mencarinya dengan jalan yang halal adalah ibadah. Barangsiapa mengabaikan jalan halal dan menempuh jalan haram, maka ia telah memilih menjadi teman setan, baik dalam hidup maupun setelah mati.

Semoga kita termasuk golongan yang menjaga kehormatan diri, keluarga, dan anak keturunan dari sumber rezeki yang kotor, serta mendapatkan pertolongan Allah untuk selalu berada di jalan yang diridhai-Nya.

Dokumen berjudul "Pencari Harta Haram adalah Kawan Setan" telah selesai disusun. Buku ini memuat:

  • Penjelasan mendalam tentang hakikat mencari harta haram.
  • Ayat-ayat Al-Qur’an beserta tulisan Arab, latin, terjemahan, dan tafsir.
  • Hadis-hadis sahih yang relevan.
  • Relevansi dengan kondisi masyarakat masa kini.
  • Nasehat-nasehat mendalam dari 10 tokoh sufi besar.


Rezeki Haram dan Murka Allah.


 

Judul: Rezeki Haram dan Murka Allah

Pengantar: Dalam kehidupan dunia, banyak orang beranggapan bahwa kekayaan adalah tanda keridhaan Allah. Namun, tidak semua rezeki adalah tanda cinta Allah. Ada kalanya kekayaan justru merupakan bentuk kemurkaan-Nya. Dalam buku ini, kita akan membahas hakikat dari rezeki yang haram dan kemurkaan Allah, disertai dalil dari Al-Qur'an, hadis, serta nasihat para sufi besar.


Bab 1: Hakikat Rezeki Haram dan Murka Allah

"Hai, Ali, jika Allah swt. murka kepada seseorang, maka Dia memberinya rezeki berupa kekayaan yang haram. Apabila kemurkaan-Nya kepada orang tersebut bertambah, maka Allah akan menugaskan setan membantunya mengurusi harta kekayaan dan menemaninya mencari kekayaan, menyibukkannya dengan urusan dunia hingga lupa terhadap urusan agama dan memudahkan orang tersebut dalam hal urusan dunia lalu berkata: tenanglah, Allah adalah Maha Pengampun dan Maha Penyayang."

Ucapan ini menunjukkan bahwa tidak semua kemudahan dunia adalah rahmat. Bisa jadi ia adalah istidraj, peringatan halus dari Allah bagi orang yang bermaksiat.


Bab 2: Ayat Al-Qur’an Terkait

1. Surah Al-An’am (6:44)

Arab: فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّىٰ إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُم مُّبْلِسُونَ

Latin: Falammā nasū mā dhukkirū bihī fataḥnā 'alaihim abwāba kulli syai`in ḥattā iżā fariḥū bimā ūtu akhadznāhum baghtatan fa iżā hum mublisụn.

Artinya: "Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membuka semua pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka secara tiba-tiba, maka ketika itu mereka terdiam putus asa."

Tafsir Singkat: Ibn Katsir menjelaskan bahwa ini adalah bentuk istidraj; Allah memberi kesenangan agar orang-orang lalai semakin tenggelam dalam kelalaian hingga datang azab secara tiba-tiba.


Bab 3: Hadis Terkait

Hadis Riwayat Ahmad dan Al-Baihaqi: "Apabila engkau melihat Allah memberi seseorang dunia padahal ia dalam maksiat kepada-Nya, maka itu adalah istidraj."

Penjelasan: Dunia yang melimpah tanpa ketaatan bukanlah anugerah, melainkan jebakan.


Bab 4: Relevansi dengan Keadaan Sekarang

Di zaman ini, banyak orang sukses secara materi namun mengabaikan agama. Mereka merasa aman karena hartanya melimpah. Bahkan ada yang dengan ringan berkata: "Tenang saja, Allah Maha Pengampun." Mereka lupa bahwa pengampunan itu datang setelah tobat, bukan setelah pembangkangan yang berulang.


Bab 5: Nasihat Para Sufi

1. Hasan al-Bashri: "Dunia adalah penjara bagi orang yang mencari akhirat dan surga bagi orang yang mencintai dunia. Bila kamu mendapatkan dunia, periksa dahulu: apakah ia mendekatkanmu pada Allah atau menjauhkanmu."

2. Rabi‘ah al-Adawiyah: "Ya Allah, jika aku menyembah-Mu karena takut neraka, maka bakarlah aku di neraka. Jika aku menyembah-Mu karena mengharap surga, maka haramkanlah surga atasku."

3. Abu Yazid al-Bistami: "Musibah terbesar bukanlah kemiskinan, tetapi sibuk dengan dunia hingga lupa kepada Allah."

4. Junaid al-Baghdadi: "Tasawuf adalah menjauh dari segala sesuatu yang memalingkan hati dari Allah."

5. Al-Hallaj: "Cinta sejati kepada Allah adalah ketika engkau rela kehilangan dunia dan akhirat demi meraih ridha-Nya."

6. Abu Hamid al-Ghazali: "Rezeki yang halal membawa ketenangan, sedangkan yang haram membawa gelisah yang tak selesai."

7. Abdul Qadir al-Jailani: "Jika engkau melihat dunia datang padamu, periksalah hatimu: apakah ia ridha dengan Allah atau sibuk dengan dunia. Jika sibuk, maka itu istidraj."

8. Jalaluddin Rumi: "Jangan tertipu oleh dunia. Ia manis di awal, pahit di akhir. Dunia bukan untuk dicinta, tetapi untuk dilampaui."

9. Ibnu ‘Arabi: "Dunia adalah tirai antara engkau dan Allah. Jika kau robek tirainya, maka kau temui hakikat."

10. Ahmad al-Tijani: "Hati yang terpaut pada dunia akan sulit merasakan manisnya zikir. Bersihkan hatimu dari cinta dunia, niscaya rezeki yang hakiki akan menghampirimu."


Penutup:

Semoga buku ini menjadi pengingat bahwa tidak semua kemudahan adalah rahmat, dan tidak semua kesulitan adalah murka. Rezeki yang hakiki adalah rezeki yang membawa hati kita makin dekat kepada Allah. Kekayaan dunia tanpa iman hanyalah jebakan halus menuju kebinasaan. Semoga kita semua diberi rezeki yang halal, berkah, dan mendekatkan diri kepada Allah.


Doa: "Ya Allah, cukupkanlah kami dengan rezeki yang halal, berkah, dan jauhkanlah kami dari rezeki yang haram meski tampak mudah dan melimpah. Jadikan dunia di tangan kami, bukan di hati kami. Aamiin."


Disusun oleh: Djoko ekasanU

Berikut buku yang telah dibuat berjudul “Rezeki Haram dan Murka Allah”, yang membahas hakikat dari rezeki yang haram sebagai bentuk kemurkaan Allah, disertai dalil Al-Qur'an, hadis, serta nasihat dari 10 tokoh sufi besar.


Hakikat Ibadah dan Pengaruh Makanan Halal 2.


 

Judul: Hakikat Ibadah dan Pengaruh Makanan Halal dalam Kisah Abu Yazid al-Busthami


Pendahuluan

Kisah Abu Yazid al-Busthami yang tidak dapat merasakan kelezatan ibadah karena ibunya memakan seujung jari adonan milik tetangga tanpa izin, menyimpan makna mendalam tentang kemurnian ibadah, pentingnya kehalalan makanan, dan kepekaan spiritual. Kisah ini menjadi pelajaran abadi bahwa ibadah bukan hanya soal gerakan fisik, tetapi berkaitan erat dengan kesucian batin dan kehalalan sumber kehidupan.


1. Ayat Al-Qur'an yang Relevan

a. Surah Al-Baqarah (2:172)

Arab: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِن طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

Latin: Yā ayyuhallażīna āmanụ kulụ min ṭayyibāti mā razaqnākum waṣykurụ lillāhi in kuntum iyyāhu ta‘budụn

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah dari rezeki yang baik yang telah Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika kamu benar-benar hanya kepada-Nya menyembah."

Tafsir: Ibnu Katsir menjelaskan bahwa "ṭayyibāt" berarti makanan yang halal dan baik, yang menjadi syarat diterimanya amal ibadah. Kehalalan makanan sangat memengaruhi kemurnian ibadah seseorang.


2. Hadis yang Relevan

Diriwayatkan oleh Muslim:

"Sesungguhnya Allah itu baik dan tidak menerima kecuali yang baik (halal)." (HR. Muslim)

Makna: Makanan yang dikonsumsi menjadi bahan bakar bagi tubuh untuk beribadah. Jika bahan itu berasal dari yang haram, maka ibadah bisa kehilangan ruh dan kelezatannya.


3. Relevansi dengan Keadaan Sekarang

Di zaman modern, banyak orang mengejar rezeki tanpa memperhatikan kehalalannya. Keadaan ini berdampak pada lemahnya spiritualitas, sulitnya khusyuk dalam ibadah, dan hati yang tertutup dari cahaya Allah. Cerita Abu Yazid mengingatkan pentingnya memastikan kehalalan makanan sejak dari kandungan, karena itu akan membentuk kualitas ruhani seseorang seumur hidupnya.


4. Nasehat Ulama Sufi

a. Hasan al-Bashri: "Tidak ada yang lebih dahsyat merusak agama seseorang selain dari makanan haram."

b. Rabi‘ah al-Adawiyah: "Aku tidak menyembah Allah karena takut neraka atau ingin surga, tetapi karena cinta. Dan cinta hanya tumbuh dalam hati yang bersih."

c. Abu Yazid al-Busthami: "Bersihkan dirimu dari segala yang bukan berasal dari Allah, maka Dia akan hadir dalam ibadahmu."

d. Junaid al-Baghdadi: "Sufi adalah yang hatinya bersih dari selain Allah, dan perutnya tidak dipenuhi dengan yang syubhat."

e. Al-Hallaj: "Tak ada jalan menuju Tuhan kecuali dengan keikhlasan dan kebersihan hati, dan itu bermula dari makanan yang halal."

f. Abu Hamid al-Ghazali: "Perjalanan menuju Allah dimulai dengan taubat dan pembersihan diri, dan salah satu bentuknya adalah menjaga kehalalan makanan."

g. Abdul Qadir al-Jailani: "Jangan harap doamu akan naik ke langit jika perutmu dipenuhi dari barang haram."

h. Jalaluddin Rumi: "Apa yang kau makan menjadi bagian dari jiwamu. Maka makanlah hanya yang halal agar ruhmu ringan menari menuju Tuhan."

i. Ibnu ‘Arabi: "Setiap partikel dari yang haram yang masuk ke dalam tubuhmu akan menutup satu pintu ma’rifat."

j. Ahmad al-Tijani: "Dzikir tidak akan meresap ke dalam hati yang kotor oleh haram. Bersihkan perut, maka hati akan jernih."


Penutup

Kisah Abu Yazid al-Busthami bukan sekadar cerita lama, melainkan pelajaran abadi tentang pentingnya kehalalan dan kemurnian dalam ibadah. Kesadaran terhadap asal-usul makanan bukan hanya soal etika, tapi jalan spiritual menuju kedekatan dengan Allah. Semoga kisah ini menjadi pengingat bagi kita semua untuk selalu menjaga yang masuk ke dalam tubuh, agar ibadah kita terasa manis, nikmat, dan diterima oleh Allah.


Hakikat Makanan Haram dalam Timbangan Ruhani.


 

Judul: Hakikat Makanan Haram dalam Timbangan Ruhani

Kata Pengantar

Buku sederhana ini mengangkat hikmah dari ucapan Imam Ali al-Khawas tentang bahaya mengonsumsi makanan dan minuman haram bagi perjalanan ibadah dan ruhani. Dalam buku ini disertakan ayat Al-Qur'an, hadis, tafsir, serta nasihat para tokoh sufi besar untuk memperkuat pemahaman dan menghadirkan kesadaran dalam kehidupan modern.


Bab 1: Ucapan Imam Ali al-Khawas

"Barangsiapa mengonsumsi makanan atau minuman haram aktif beribadah, maka orang itu tidak ubahnya burung merpati yang mengerami telur yang telah rusak. la capek dan lelah mengeraminya dalam waktu yang sangat lama, tetapi tidak membuahkan apa-apa, bahkan menghasilkan sesuatu yang tidak baik."


Bab 2: Ayat Al-Qur'an yang Berkaitan

1. QS. Al-Baqarah: 172

Yā ayyuhā alladzīna āmanū kulū min ṭayyibāti mā razaqnākum, wasykurū lillāhi in kuntum iyyāhu ta‘budūn.

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah dari rezeki yang baik yang telah Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika hanya kepada-Nya kamu menyembah."

Tafsir Singkat: Menurut tafsir al-Jalalayn dan Ibnu Katsir, ayat ini menjelaskan bahwa makanan yang halal dan baik menjadi syarat diterimanya ibadah dan bentuk rasa syukur kepada Allah. Jika seseorang makan dari yang haram, maka hakikat ibadahnya akan rusak.


Bab 3: Hadis Nabi Muhammad SAW

1. Hadis Riwayat Muslim

"Sesungguhnya Allah itu Mahabaik dan tidak menerima kecuali yang baik."

2. Hadis Riwayat Tirmidzi

"Daging yang tumbuh dari makanan haram, maka neraka lebih pantas baginya."


Bab 4: Relevansi di Zaman Sekarang

Di tengah kehidupan modern, banyak orang terjebak dalam penghasilan yang tidak jelas kehalalannya. Praktik korupsi, riba, manipulasi dagang, dan penipuan menjadi sumber rezeki yang kemudian dikonsumsi. Akibatnya, ibadah mereka kehilangan ruh, doa tidak terangkat, dan hati menjadi keras.


Bab 5: Nasehat Para Tokoh Sufi

1. Hasan al-Bashri: "Kami mengetahui bahwa cahaya ibadah tidak akan masuk ke dalam hati yang dibangun dari makanan haram."

2. Rabi‘ah al-Adawiyah: "Cinta kepada Allah tidak akan tumbuh dalam hati yang dilumuri syubhat dan haram."

3. Abu Yazid al-Bistami: "Satu suapan haram akan membentuk tirai antara hati dan Allah selama 40 hari."

4. Junaid al-Baghdadi: "Jalan menuju makrifat ditutup bagi siapa saja yang tidak menjaga mulut dan perutnya dari yang haram."

5. Al-Hallaj: "Tidak ada hijab yang lebih tebal antara manusia dan Tuhannya kecuali dari makanan yang tidak halal."

6. Abu Hamid al-Ghazali: "Jika engkau ingin doamu dikabulkan, maka perhatikanlah apa yang engkau makan."

7. Abdul Qadir al-Jailani: "Jangan mengharap maqam kedekatan dengan Allah jika perutmu masih penuh dari yang haram."

8. Jalaluddin Rumi: "Makananmu adalah obatmu atau racunmu. Maka makanlah dari yang membawa cahaya."

9. Ibnu 'Arabi: "Setiap zarah yang tumbuh dari haram akan mengikat ruh kepada dunia dan menjauhkannya dari cahaya hakikat."

10. Ahmad al-Tijani: "Orang yang ingin berjalan dalam thariqah hendaklah pertama-tama membersihkan perut dan hartanya."


Penutup

Semoga buku kecil ini menjadi pengingat bahwa ibadah bukan hanya soal gerakan lahir, tetapi juga kualitas batin yang dipengaruhi oleh makanan yang kita konsumsi. Barangsiapa menjaga makanannya, maka ia sedang menjaga cahayanya.


Lampiran:

  • Doa agar diberi rezeki halal dan barakah:

    Allāhumma innī as’aluka rizqan ṭayyiban, wa ‘ilman nāfi‘an, wa ‘amalan mutaqabbalan.

    Artinya: "Ya Allah, aku memohon kepada-Mu rezeki yang baik, ilmu yang bermanfaat, dan amal yang diterima."


Disusun oleh: Djoko ekasanU