Friday, March 21, 2025

Iktikaf

 Nasehat Syekh Abdul Qodir Jaelani tentang Iktikaf

Syekh Abdul Qodir Jaelani dalam berbagai nasihatnya menekankan pentingnya khusyuk dalam ibadah dan mengosongkan hati dari selain Allah saat beriktikaf. Beliau berkata:

"Ketika engkau beriktikaf, maka kosongkan hatimu dari dunia dan isinya. Jangan engkau sibukkan dengan urusan manusia, tetapi sibukkan dirimu dengan Allah. Barang siapa yang menginginkan kedekatan dengan-Nya, maka hendaknya ia menjauhkan dirinya dari segala sesuatu yang memalingkan hatinya dari Allah."

Beliau juga menegaskan bahwa iktikaf bukan hanya sekadar berdiam diri di masjid, tetapi memurnikan niat, menghidupkan hati dengan dzikir, dan mendekatkan diri kepada Allah dengan penuh keikhlasan.


Nasehat Ibnu Atha’illah As-Sakandari tentang Iktikaf

Ibnu Atha’illah As-Sakandari dalam kitab Al-Hikam banyak membahas tentang uzlah (menyendiri dari hiruk-pikuk dunia) dan iktikaf sebagai cara untuk mencapai makrifatullah. Salah satu hikmah beliau yang berkaitan dengan iktikaf adalah:

"Tidak akan terang hati seseorang yang dipenuhi dengan dunia. Tidak akan mendekat kepada Allah seseorang yang hatinya terbelenggu oleh syahwat."

Beliau menekankan bahwa iktikaf adalah cara untuk mengistirahatkan hati dari kesibukan dunia, agar hati bisa bercahaya dengan nur Ilahi. Dengan iktikaf, seseorang belajar mengendalikan hawa nafsunya dan menenangkan jiwanya di hadapan Allah.


Kesimpulan:

Dari dua ulama besar ini, kita bisa mengambil pelajaran bahwa iktikaf bukan hanya sekadar berada di dalam masjid, tetapi lebih kepada mengosongkan hati dari selain Allah, mendekatkan diri kepada-Nya dengan dzikir dan ibadah, serta menjaga niat agar tetap tulus dan ikhlas.

Puasa (2)

 Berikut adalah beberapa nasihat dari Syekh Abdul Qadir al-Jailani dan Ibnu Atha'illah as-Sakandari mengenai puasa:

Syekh Abdul Qadir al-Jailani

Dalam kitab Al-Fath ar-Rabbani, Syekh Abdul Qadir al-Jailani menekankan bahwa puasa bukan sekadar menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga menahan diri dari segala sesuatu yang bisa mengotori hati dan menjauhkan diri dari Allah. Beberapa nasihat beliau tentang puasa:

  1. Puasa hakiki adalah menahan hati dari selain Allah
    "Puasa yang sejati adalah bukan hanya menahan diri dari makanan dan minuman, tetapi juga menahan hati dari segala sesuatu selain Allah. Jika engkau berpuasa dengan lisan dan anggota tubuhmu, tetapi hatimu masih sibuk dengan dunia, maka puasamu belum sempurna."

  2. Jangan hanya lapar dan haus, tapi bersihkan hati
    "Orang yang hanya lapar dan haus tanpa mendekatkan diri kepada Allah, puasanya hanya sebatas kebiasaan, bukan ibadah yang benar. Puasa yang hakiki adalah menahan diri dari segala maksiat dan menghidupkan hati dengan dzikir kepada-Nya."

  3. Puasa mendekatkan kepada Allah
    "Puasa adalah kunci untuk membuka pintu makrifat. Jika engkau ingin mengenal Allah, maka kosongkan perutmu, bersihkan hatimu, dan penuhilah waktumu dengan ibadah."


Ibnu Atha'illah as-Sakandari

Dalam Al-Hikam, Ibnu Atha’illah memberikan hikmah-hikmah tentang puasa yang berkaitan dengan hati dan keikhlasan:

  1. Puasa adalah sarana melemahkan nafsu
    "Janganlah engkau hanya berpuasa dengan perutmu, tetapi biarkan juga jiwamu berpuasa dari hawa nafsu dan syahwat. Sesungguhnya, puasa yang sempurna adalah ketika dunia tidak lagi menguasai hatimu."

  2. Puasa adalah latihan untuk tawakal
    "Puasa mengajarkan bahwa rezeki bukan di tanganmu, tetapi di tangan Allah. Ketika engkau menahan diri dari makanan dan minuman, itu adalah bentuk keyakinan bahwa Allah yang mencukupi kebutuhanmu pada waktu yang telah Dia tentukan."

  3. Hakikat puasa adalah meninggalkan segala yang menjauhkan dari Allah
    "Ketika engkau berpuasa, hendaknya engkau juga menjauhkan hatimu dari segala sesuatu yang bisa melalaikanmu dari Allah. Sebab, puasa tidak hanya sekadar menahan diri dari makanan, tetapi juga menjaga hati agar tetap bersama-Nya."

  4. Berpuasalah dengan cinta, bukan hanya kewajiban
    "Barang siapa yang berpuasa hanya karena kewajiban, maka dia hanya akan merasakan lapar dan haus. Tetapi barang siapa yang berpuasa karena cinta kepada Allah, maka dia akan merasakan kenikmatan dan kedekatan dengan-Nya."


Dari kedua ulama besar ini, kita bisa belajar bahwa puasa bukan hanya soal fisik, tetapi lebih kepada bagaimana hati kita semakin dekat dengan Allah. Semoga kita bisa menjalankan puasa dengan kesadaran penuh dan meraih keberkahan dari-Nya.

Sinar hati.

 Nasehat Syekh Abdul Qodir Al-Jailani tentang Sinar Hati dalam Tafakur dan Tangisan

Syekh Abdul Qodir Al-Jailani dalam Futuh Al-Ghaib menekankan bahwa sinar hati tidak hanya ditemukan dalam membaca Al-Qur'an atau mendengar nasihat, tetapi juga dalam tafakur (merenung) dan menangis karena Allah. Beliau berkata:

"Jika engkau ingin hatimu bercahaya, jangan hanya mencari ilmu di lisan manusia atau membaca Al-Qur'an tanpa penghayatan. Duduklah dalam kesendirian, renungkan dosa-dosamu, tangisilah kelemahanmu, dan berharaplah hanya kepada Allah. Cahaya hati tidak datang dari banyaknya pengetahuan, tetapi dari tunduknya jiwa kepada-Nya."

Menurut beliau, orang yang hatinya keras meskipun telah banyak membaca dan mendengar nasihat, harus beralih pada tafakur dan tangisan dalam munajat kepada Allah.


Nasehat Ibnu Atha'illah As-Sakandari tentang Cahaya Hati dalam Tafakur dan Ratapan

Ibnu Atha’illah dalam Al-Hikam juga menekankan pentingnya tafakur dan tangisan. Beliau berkata:

"Bisa jadi setetes air mata yang jatuh karena takut kepada Allah lebih berharga daripada seribu kata yang diucapkan dalam dzikir tanpa hati yang hadir."

Beliau juga berkata:

"Tafakur adalah lampu hati. Jika hati sering digunakan untuk berpikir tentang Allah, maka ia akan bercahaya. Tapi jika hanya mendengar nasihat tanpa merenung, maka nasihat itu akan masuk dari satu telinga dan keluar dari telinga lainnya."

Menurut beliau, tafakur mendalam akan melahirkan kesadaran akan kelemahan diri, yang akhirnya menuntun kepada tangisan penuh penyesalan dan cinta kepada Allah. Inilah sinar hati yang sejati.


Kesimpulan & Pelajaran:

  1. Membaca Al-Qur'an dan mendengar nasihat itu penting, tetapi tanpa tafakur, hatinya bisa tetap gelap.
  2. Tafakur tentang dosa dan kelemahan diri akan melahirkan tangisan keikhlasan kepada Allah.
  3. Air mata yang jatuh karena takut dan cinta kepada Allah adalah cahaya bagi hati yang gelap.
  4. Jangan hanya mencari ilmu, tetapi juga hadirkan hati dalam perenungan agar ilmu itu benar-benar bermanfaat.

Maka, ketika seseorang mencari sinar hati, hendaknya dia tidak hanya mengandalkan nasihat dan bacaan, tetapi juga memperbanyak merenung, menangis, dan berbicara kepada Allah dalam keheningan malam.

Kumpulan Orang dengan Urusan Dunia

 Nasehat Syekh Abdul Qodir Al-Jailani tentang Berkumpulnya Orang dengan Urusan Dunia

Syekh Abdul Qodir Al-Jailani sering menasihati murid-muridnya agar tidak terlalu tenggelam dalam urusan dunia yang melalaikan. Dalam Futuh Al-Ghaib, beliau berkata:

"Jauhilah majelis yang hanya dipenuhi pembicaraan tentang dunia, karena itu akan mengeraskan hati dan menjauhkanmu dari Allah. Jika engkau harus berkumpul dengan mereka, maka jadilah cahaya di antara mereka, bukan tenggelam bersama mereka."

Beliau juga mengingatkan bahwa dunia hanyalah sarana, bukan tujuan. Jika seseorang terlalu sibuk dengan urusan dunia dan melupakan Allah, maka hatinya akan menjadi keras dan jauh dari keberkahan.


Nasehat Ibnu Atha'illah As-Sakandari tentang Pergaulan Duniawi

Ibnu Atha'illah dalam Al-Hikam juga menyinggung tentang berkumpulnya manusia dengan urusan dunia. Beliau berkata:

"Berkumpul dengan orang-orang yang sibuk dengan dunia akan membuatmu semakin mencintai dunia. Dan berkumpul dengan orang-orang yang sibuk dengan Allah akan membuatmu semakin mencintai akhirat."

Beliau mengingatkan bahwa seseorang akan dipengaruhi oleh lingkungannya. Jika terlalu sering berada dalam majelis yang hanya membicarakan dunia—harta, jabatan, dan kesenangan—maka hatinya akan semakin condong ke arah itu dan melupakan akhirat.

Namun, jika seseorang berkumpul dengan orang-orang saleh, maka dia akan terbawa dalam kebaikan dan semakin mendekat kepada Allah.


Kesimpulan & Pelajaran:

  1. Hindari majelis yang hanya berisi urusan dunia tanpa ada manfaat akhirat.
  2. Jika harus berkumpul, tetap jaga hati agar tidak terpengaruh dan tetap ingat Allah.
  3. Cari teman dan lingkungan yang mengingatkan kepada Allah, karena itu akan menenangkan hati dan memperkuat iman.
  4. Jadikan dunia sebagai sarana, bukan tujuan, karena dunia hanyalah perjalanan menuju akhirat.

Orang bijak tidak meninggalkan dunia sepenuhnya, tetapi juga tidak tenggelam di dalamnya.

Dzikir (4)

 Dzikir "Hasbunallah wa ni’mal wakil, ni’mal maula wa ni’mal nashir" memiliki makna yang sangat dalam dalam kehidupan seorang Muslim.


Makna Dzikir Ini:

➡️ حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ
"Cukuplah Allah sebagai penolong kami, dan Dia adalah sebaik-baik pelindung."

➡️ نِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيرُ
"Dialah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong."

Dzikir ini menunjukkan kepasrahan total kepada Allah, keyakinan bahwa hanya Allah yang mencukupi segala kebutuhan, melindungi, dan memberikan pertolongan terbaik.


Keutamaan Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis:

  1. Doa para sahabat ketika dalam bahaya
    Dzikir ini berasal dari Al-Qur’an, yaitu dalam QS. Ali Imran: 173, ketika para sahabat diberitahu bahwa musuh telah berkumpul untuk menyerang mereka, maka mereka membaca:

    "Cukuplah Allah sebagai penolong kami, dan Dia adalah sebaik-baik pelindung."

    Akhirnya, mereka mendapatkan pertolongan dan kemenangan dari Allah.

  2. Dibaca oleh Nabi Ibrahim ketika dilempar ke dalam api
    Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa ketika Nabi Ibrahim dilempar ke dalam api oleh Raja Namrud, beliau mengucapkan:

    "Hasbunallah wa ni’mal wakil."

    Akibatnya, Allah menjadikan api itu dingin dan tidak membakar beliau. (QS. Al-Anbiya: 69)

  3. Dzikir untuk menghadapi kesulitan dan bahaya
    Rasulullah ﷺ bersabda:
    "Barang siapa yang membaca 'Hasbunallah wa ni’mal wakil' sebanyak tujuh kali di pagi dan sore hari, maka Allah akan mencukupkan segala urusannya." (HR. Abu Dawud)


Pandangan Syekh Abdul Qodir Al-Jailani & Ibnu Atha'illah As-Sakandari

  • Syekh Abdul Qodir Al-Jailani mengajarkan bahwa dzikir ini harus dibaca dengan penuh keyakinan dan keikhlasan. Jika seseorang benar-benar bergantung kepada Allah, maka tidak ada kekuatan di dunia yang bisa mengalahkannya.
  • Ibnu Atha'illah As-Sakandari dalam Al-Hikam mengatakan bahwa kepasrahan kepada Allah adalah puncak dari keyakinan seorang hamba. Dzikir ini bukan sekadar ucapan, tetapi harus menjadi prinsip hidup: yakin bahwa Allah adalah satu-satunya tempat bergantung.

Kesimpulan:

Dzikir "Hasbunallah wa ni’mal wakil, ni’mal maula wa ni’mal nashir" sangat dianjurkan dalam keadaan:
✅ Saat menghadapi kesulitan hidup.
✅ Saat merasa cemas, takut, atau terancam.
✅ Saat membutuhkan perlindungan dan pertolongan Allah.
✅ Saat ingin memperkuat keyakinan dan ketenangan hati.

Baca 7 kali setiap pagi dan sore dengan penuh keyakinan, maka Allah akan mencukupi segala kebutuhan dan melindungi dari segala bahaya.

Dzikir (3)

Dzikir "Subhanallah wal hamdulillah wa laa ilaaha illallah wallahu akbar wa laa hawla wa laa quwwata illa billah" adalah salah satu dzikir yang sangat dianjurkan dalam Islam karena memiliki makna yang mendalam dan keutamaan besar.


Makna Dzikir Ini:

  1. Subhanallah → "Maha Suci Allah" (mensucikan Allah dari segala kekurangan).
  2. Walhamdulillah → "Segala puji bagi Allah" (menyatakan rasa syukur kepada-Nya).
  3. Laa ilaaha illallah → "Tiada Tuhan selain Allah" (menegaskan tauhid).
  4. Wallahu Akbar → "Allah Maha Besar" (menyatakan keagungan-Nya).
  5. Laa hawla wa laa quwwata illa billah → "Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah" (menyadari bahwa semua kekuatan berasal dari Allah).

Keutamaan Berdasarkan Hadis:

  1. Amalan yang paling dicintai oleh Allah
    Rasulullah ﷺ bersabda:
    "Ucapan yang paling dicintai Allah ada empat: Subhanallah, walhamdulillah, wa laa ilaaha illallah, wallahu akbar. Tidak ada masalah dengan urutan mana yang engkau dahulukan." (HR. Muslim)

  2. Mengisi timbangan amal di Hari Kiamat
    Rasulullah ﷺ bersabda:
    "Dua kalimat yang ringan di lisan, berat di timbangan, dan dicintai oleh Allah: Subhanallah wa bihamdih, Subhanallahil azhim." (HR. Bukhari & Muslim)

  3. Sumber kekuatan spiritual dan ketenangan hati
    "Laa hawla wa laa quwwata illa billah adalah salah satu perbendaharaan dari perbendaharaan surga." (HR. Bukhari & Muslim)


Pandangan Syekh Abdul Qodir Al-Jailani & Ibnu Atha'illah As-Sakandari

  • Syekh Abdul Qodir Al-Jailani menekankan bahwa dzikir ini harus diucapkan dengan hati yang hadir. Jika dzikir ini dilakukan dengan ikhlas, maka Allah akan menghilangkan kesusahan, membuka pintu rezeki, dan mendekatkan hamba kepada-Nya.
  • Ibnu Atha'illah As-Sakandari dalam Al-Hikam mengajarkan bahwa dzikir bukan hanya sekadar ucapan, tetapi harus menjadi keadaan hati yang terus-menerus mengingat Allah, baik dalam kebahagiaan maupun kesulitan.

Kesimpulan:

Dzikir ini adalah dzikir yang sangat dianjurkan dan memiliki manfaat luar biasa bagi kehidupan dunia dan akhirat. Untuk mendapatkan manfaat maksimal:
Baca setiap hari (terutama setelah shalat).
Hayati maknanya agar bukan hanya sekadar ucapan.
Lakukan dengan ikhlas agar hati semakin dekat dengan Allah.

Dzikir ini tidak hanya meringankan hati, tetapi juga menjadi jalan menuju ketenangan dan keberkahan dalam hidup.


Dzikir (2)

 Dzikir "Laa ilaaha illallah, wahdahu laa syariikalah, lahul mulku wa lahul hamdu, wa huwa 'ala kulli syai'in qadiir" memiliki keutamaan yang sangat besar dalam Islam.

Makna Dzikir Ini

Artinya:
"Tiada tuhan selain Allah, Dia satu-satunya, tidak ada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya segala kerajaan dan bagi-Nya segala pujian, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu."

Dzikir ini menegaskan keesaan Allah (tauhid) serta kekuasaan-Nya yang mutlak.

Keutamaan Berdasarkan Hadis

  1. Menghapus dosa dan memberikan pahala besar
    Rasulullah ﷺ bersabda:
    "Barang siapa yang mengucapkan: 'Laa ilaaha illallah, wahdahu laa syariikalah, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa 'ala kulli syai'in qadiir' seratus kali dalam sehari, maka baginya pahala seperti membebaskan sepuluh budak, dicatat seratus kebaikan, dihapuskan seratus keburukan, dan ia akan terlindungi dari setan pada hari itu sampai sore." (HR. Bukhari & Muslim)

  2. Dzikir terbaik setelah Al-Qur'an
    Rasulullah ﷺ bersabda:
    "Dzikir yang paling utama adalah 'Laa ilaaha illallah, wahdahu laa syariikalah, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa 'ala kulli syai'in qadiir'." (HR. Tirmidzi, shahih)

  3. Mendapatkan ganjaran besar di Hari Kiamat
    Dalam hadis lain disebutkan bahwa membaca dzikir ini sebanyak sepuluh kali setelah shalat Subuh dan Maghrib akan memberikan perlindungan dari segala kejahatan.

Pelajaran dari Syekh Abdul Qodir Al-Jailani & Ibnu Atha'illah As-Sakandari

  • Syekh Abdul Qodir Al-Jailani menekankan bahwa dzikir ini harus dihayati dengan kesadaran hati, bukan sekadar ucapan lisan. Jika seseorang mengucapkannya dengan penuh keyakinan, maka Allah akan menanamkan cahaya tauhid dalam hatinya.
  • Ibnu Atha'illah As-Sakandari mengajarkan bahwa dzikir ini adalah sarana untuk menghilangkan ketergantungan kepada selain Allah. Saat seseorang benar-benar memahami maknanya, ia akan berserah diri sepenuhnya kepada Allah tanpa takut kehilangan dunia.

Kesimpulan

Dzikir ini adalah amalan ringan di lisan tetapi berat di timbangan amal. Membacanya setiap hari, terutama setelah shalat dan dalam kesulitan, dapat mendatangkan keberkahan, perlindungan, dan kedekatan dengan Allah.

Dzikir

 Nasehat Syekh Abdul Qodir Al-Jailani tentang Dzikir

Syekh Abdul Qodir Al-Jailani dalam Futuh Al-Ghaib dan Al-Fath Ar-Rabbani sering menekankan pentingnya dzikir sebagai jalan menuju makrifat kepada Allah. Salah satu nasehat beliau:

"Janganlah lidahmu berhenti berdzikir, baik dalam keadaan lapang maupun sempit. Sesungguhnya dzikir adalah cahaya hati dan kekuatan ruh. Jika engkau ingin hatimu hidup, maka sibukkan ia dengan dzikir kepada Allah."

Beliau juga mengajarkan dzikir Laa ilaaha illallah sebagai dzikir tauhid tertinggi, yang harus dihayati dengan penuh kesadaran, bukan sekadar diucapkan. Selain itu, beliau menekankan pentingnya istighfar, shalawat kepada Nabi, dan Asmaul Husna untuk membersihkan hati dan mendekatkan diri kepada Allah.

Nasehat Ibnu Atha'illah As-Sakandari tentang Dzikir

Ibnu Atha'illah dalam Al-Hikam menekankan bahwa dzikir sejati bukan hanya pada lisan, tetapi juga dalam hati dan perbuatan. Beliau berkata:

"Janganlah engkau meninggalkan dzikir karena hatimu tidak hadir bersama Allah ketika berdzikir. Sebab, kelalaianmu dalam berdzikir lebih buruk daripada kelalaianmu dalam keadaan berdzikir."

Artinya, meskipun seseorang merasa kurang khusyuk saat berdzikir, tetaplah berdzikir karena lama-kelamaan hati akan terbuka dan merasakan kehadiran Allah.

Beliau juga mengajarkan dzikir "Allah, Allah" secara terus-menerus untuk menyadarkan hati akan kehadiran-Nya. Selain itu, beliau menganjurkan dzikir Hasbunallah wa ni'mal wakil dalam menghadapi kesulitan dan Subhanallah wa bihamdih untuk mensucikan hati.

Kesimpulan:

Baik Syekh Abdul Qodir Al-Jailani maupun Ibnu Atha'illah As-Sakandari menekankan bahwa dzikir bukan sekadar bacaan lisan, tetapi jalan menuju kesadaran hati kepada Allah. Dzikir yang dianjurkan meliputi:

  1. Laa ilaaha illallah – untuk tauhid dan pembersihan hati.
  2. Astaghfirullah – untuk memohon ampunan.
  3. Shalawat Nabi – untuk mendapatkan syafaat dan cinta Rasulullah.
  4. Allah, Allah – untuk menghadirkan kesadaran akan Allah.
  5. Hasbunallah wa ni'mal wakil – untuk berserah diri kepada Allah.
  6. Subhanallah wa bihamdih – untuk mensucikan hati.

Dzikir yang dilakukan dengan istiqamah dan penuh kesadaran akan membawa seseorang kepada ketenangan, cahaya hati, dan kedekatan dengan Allah.

Malam lailatul qodr.

 Nasehat Syekh Abdul Qodir Al-Jailani tentang Lailatul Qadr

Syekh Abdul Qodir Al-Jailani dalam kitabnya Al-Fath Ar-Rabbani dan Futuh Al-Ghaib banyak berbicara tentang keutamaan malam Lailatul Qadr. Salah satu nasehat beliau adalah:

"Carilah Lailatul Qadr bukan hanya dengan mata dan tubuh, tetapi dengan hati yang suci dan jiwa yang bersih. Jangan sibukkan dirimu hanya dengan menghitung hari, tetapi sibukkan dirimu dengan memperbaiki niat dan memperbanyak amal saleh. Barang siapa yang hatinya telah mencapai Lailatul Qadr, maka setiap malam baginya adalah Lailatul Qadr."

Beliau menekankan bahwa menemukan Lailatul Qadr bukan sekadar tentang ibadah lahiriah, tetapi juga tentang penyucian hati, ketaatan kepada Allah, serta menjauhi maksiat.

Nasehat Ibnu Atha'illah As-Sakandari tentang Lailatul Qadr

Ibnu Atha'illah As-Sakandari dalam Al-Hikam menyampaikan bahwa hakikat Lailatul Qadr bukan hanya tentang satu malam dalam setahun, tetapi tentang kondisi hati yang selalu dekat dengan Allah. Salah satu hikmah beliau yang relevan adalah:

"Bisa jadi Allah menyembunyikan Lailatul Qadr darimu agar engkau terus bersungguh-sungguh dalam beribadah sepanjang Ramadhan, bukan hanya satu malam saja."

Maksudnya, Lailatul Qadr itu seperti rahasia yang Allah simpan untuk menguji keikhlasan hamba-Nya. Jangan hanya beribadah dengan tujuan mendapatkan Lailatul Qadr, tetapi beribadahlah karena ingin mendekat kepada Allah. Jika seseorang mencapai maqam ma'rifat dan hatinya selalu bersama Allah, maka setiap malam bisa menjadi Lailatul Qadr baginya.

Kesimpulan:

Baik Syekh Abdul Qodir Al-Jailani maupun Ibnu Atha'illah As-Sakandari mengajarkan bahwa Lailatul Qadr bukan hanya soal mencari satu malam tertentu, tetapi soal kesiapan hati untuk menerima cahaya Allah. Malam itu bukan hanya tentang ibadah fisik, tetapi tentang kedekatan dengan Allah yang bisa diraih kapan saja oleh mereka yang hatinya selalu bersih dan taat kepada-Nya.

Sholat jum'at

 Nasehat Syekh Abdul Qadir Al-Jailani tentang Sholat Jumat

Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam berbagai kitabnya sering menekankan pentingnya sholat Jumat sebagai sarana penyucian hati dan peningkatan spiritual. Beberapa nasehatnya antara lain:

  1. Meninggalkan Kesibukan Dunia
    Beliau mengingatkan agar setiap Muslim meninggalkan semua urusan duniawi dan segera memenuhi panggilan Allah untuk sholat Jumat. Berdasarkan firman Allah:

    "Wahai orang-orang yang beriman! Apabila telah diseru untuk menunaikan sholat Jumat, maka bersegeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (QS. Al-Jumu'ah: 9)

  2. Datang Lebih Awal ke Masjid
    Syekh Abdul Qadir Al-Jailani menekankan bahwa semakin awal seseorang datang ke masjid, semakin besar pahalanya. Dalam salah satu majelisnya, beliau mengatakan bahwa para malaikat mencatat siapa saja yang datang terlebih dahulu, dan Allah akan memberikan keberkahan pada mereka.

  3. Membersihkan Diri dan Berpakaian Rapi
    Sebelum berangkat sholat Jumat, dianjurkan untuk mandi, memakai wangi-wangian, dan berpakaian bersih. Ini adalah bentuk penghormatan kepada hari yang sangat mulia.

  4. Mendengarkan Khutbah dengan Khusyuk
    Beliau juga mengingatkan agar jamaah tidak lalai dalam mendengarkan khutbah, karena khutbah Jumat adalah bagian dari ibadah yang bisa meningkatkan keimanan dan memperbaiki amal.

  5. Memperbanyak Doa di Hari Jumat
    Syekh Abdul Qadir Al-Jailani menekankan bahwa hari Jumat adalah waktu istimewa untuk berdoa, terutama menjelang waktu ashar, sebagaimana dalam hadits Rasulullah ﷺ bahwa ada satu waktu di hari Jumat di mana doa tidak akan ditolak oleh Allah.

Nasehat Ibnu Atho'illah As-Sakandari tentang Sholat Jumat

Ibnu Atho’illah dalam Al-Hikam dan kitab-kitabnya juga banyak memberikan hikmah tentang sholat Jumat. Beberapa nasehatnya meliputi:

  1. Sholat Jumat Sebagai Simbol Kehadiran Hati di Hadapan Allah
    Ibnu Atho'illah berkata bahwa sholat Jumat bukan hanya sekadar kewajiban fisik, tetapi juga pertemuan spiritual antara hamba dan Tuhannya. Hati yang hadir dalam sholat Jumat akan mendapatkan cahaya Ilahi yang membimbing hidupnya.

  2. Menghadiri Sholat Jumat dengan Rasa Butuh kepada Allah
    Menurut beliau, setiap Muslim harus datang ke sholat Jumat dengan penuh kerendahan hati, merasa membutuhkan petunjuk dan rahmat Allah. Dengan demikian, sholat Jumat menjadi sarana untuk memperbarui hubungan dengan Allah.

  3. Merenungkan Hikmah dari Syariat Jumat
    Dalam beberapa kata hikmahnya, beliau mengingatkan bahwa Allah tidak mensyariatkan sesuatu kecuali ada hikmah besar di dalamnya. Sholat Jumat mengajarkan persaudaraan, ketaatan, dan keteraturan dalam hidup.

  4. Meninggalkan Lalai dan Mengisi Jumat dengan Dzikir
    Ibnu Atho’illah menasihati agar seseorang tidak menghabiskan Jumat dengan hal-hal yang sia-sia. Ia berkata:

    "Barang siapa yang harinya tidak lebih baik dari kemarin, maka ia dalam kerugian."
    Hari Jumat harus menjadi momentum perbaikan diri dengan memperbanyak dzikir, istighfar, dan amal shalih.

  5. Menganggap Jumat Sebagai Peluang Pembersihan Hati
    Beliau menekankan bahwa sholat Jumat adalah kesempatan untuk membersihkan hati dari sifat buruk, seperti sombong, dengki, dan malas dalam beribadah. Sholat yang dilakukan dengan ikhlas dan penuh kesadaran akan menjadi sebab turunnya rahmat Allah.

Kesimpulan

Baik Syekh Abdul Qadir Al-Jailani maupun Ibnu Atho'illah As-Sakandari melihat sholat Jumat sebagai momen spiritual yang sangat penting. Nasehat mereka menekankan persiapan lahir dan batin, kehadiran hati, serta menjadikan Jumat sebagai ajang peningkatan iman dan taqwa.

Sholat shubuh berjamaah dimasjid hingga sholat dhuha

 Berdiam diri di masjid dari sholat subuh berjamaah hingga dhuha memiliki keutamaan yang sangat besar dalam Islam. Hal ini berdasarkan hadits Nabi Muhammad ﷺ:

"Barang siapa yang sholat Subuh berjamaah di masjid, kemudian ia tetap duduk berdzikir kepada Allah sampai terbit matahari, lalu ia sholat dua rakaat (shalat Dhuha), maka ia mendapatkan pahala seperti pahala haji dan umrah, sempurna, sempurna, sempurna."

(HR. Tirmidzi No. 586, dinilai hasan oleh Al-Albani)

Hadits ini menunjukkan bahwa amalan tersebut memiliki pahala yang sangat besar, sebanding dengan pahala haji dan umrah yang sempurna. Namun, bukan berarti menggantikan ibadah haji yang merupakan rukun Islam bagi yang mampu.

Mengapa Pahalanya Besar?

1. Memulai hari dengan ibadah – Sholat subuh berjamaah memiliki keutamaan besar, dan melanjutkannya dengan dzikir serta sholat dhuha menunjukkan ketekunan dalam ibadah.

2. Menjaga hati tetap dalam ketaatan – Berdiam di masjid untuk berdzikir menjauhkan diri dari kesibukan duniawi sejenak dan mendekatkan diri kepada Allah.

3. Menghidupkan sunnah Rasulullah ﷺ – Amalan ini mencerminkan kebiasaan Rasulullah dan para sahabat.

4. Mendapat berkah waktu pagi – Waktu antara subuh dan dhuha adalah waktu yang penuh keberkahan.

Amalan ini mudah dilakukan dan sangat dianjurkan, terutama bagi mereka yang ingin mendapatkan pahala besar tanpa harus melakukan perjalanan haji. Semoga Allah memberikan kita kemudahan untuk mengamalkannya.