Wednesday, July 2, 2025

Hakekat Jual Beli yang Masih Basah dan Larangan dalam Syariat.

 

Judul Buku: Hakekat Jual Beli yang Masih Basah dan Larangan dalam Syariat

Pendahuluan Jual beli merupakan bagian penting dari kehidupan manusia. Namun dalam Islam, jual beli tidak hanya dinilai dari sisi untung dan rugi, tetapi juga dari kehalalan, keadilan, dan keberkahannya. Buku ini membahas tentang jenis jual beli yang disebut para ulama sebagai "jual beli yang masih basah", termasuk menjual kapas dan barang dagangan lainnya secara hutang dengan harga lebih tinggi dari harga tunai, serta memperkerjakan tenaga dengan upah di bawah standar (UMR).


Bab 1: Pengertian Jual Beli yang Masih Basah Para ulama menyebut jenis transaksi yang tidak memenuhi syarat keadilan dan kejelasan sebagai "jual beli yang masih basah". Istilah ini mengandung makna bahwa akad tersebut belum matang atau tidak stabil secara syariat karena mengandung unsur penipuan, riba, atau ketidakadilan.

Contoh:

  • Menjual kapas dengan sistem hutang dan menaikkan harga melebihi harga normal.
  • Menghutangi tukang tenun, lalu membeli hasil kerjanya dengan harga lebih murah dari harga pasar.
  • Memperkerjakan buruh dengan gaji di bawah standar UMR.

Bab 2: Dalil-dalil dari Al-Qur’an

1. QS. Al-Baqarah ayat 275

\u0627\u0644\u0651\u0630\u0650\u064a\u0646\u064e \u064a\u064e\u0623\u0652\u0643\u064f\u0644\u0648\u0646َ \u0627\u0644رِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ ٱلَّذِى يَتَخَبَّطُهُ ٱلشَّيْطَٰنُ مِنَ ٱلْمَسِّ

Latin: Alladzîna ya`kulûnar-ribâ lâ yaqûmûna illâ kamâ yaqûmul-ladzî yatakhabbathuhusy-syaithânu minal-mass.

Artinya: "Orang-orang yang makan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena tekanan penyakit gila."

Tafsir: Ayat ini melarang praktik riba, termasuk menjual dengan harga lebih tinggi karena pembelian secara hutang.

2. QS. Al-Mutaffifin: 1-3

Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang. (Yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.


Bab 3: Hadis-hadis Terkait

  1. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

    "Barang siapa menipu, maka dia bukan golonganku." (HR. Muslim)

  2. Dari Jabir bin Abdullah:

    "Rasulullah SAW melarang jual beli yang mengandung gharar (ketidakjelasan)." (HR. Muslim)


Bab 4: Relevansi dengan Keadaan Sekarang

  • Banyak buruh dibayar di bawah UMR oleh perusahaan besar.
  • Sistem cicilan atau kredit yang menyembunyikan unsur riba.
  • Ketidakadilan dalam relasi antara pemodal dan pengrajin kecil.

Bab 5: Nasehat Para Ulama Sufi

  1. Hasan al-Bashri: "Bila engkau ingin berkah dalam rezeki, maka jangan ambil dari hak orang lain."
  2. Rabi‘ah al-Adawiyah: "Cinta kepada Allah tak bisa berdampingan dengan kezaliman kepada sesama."
  3. Abu Yazid al-Bistami: "Kebaikanmu bukan pada banyaknya untung, tapi pada seberapa adil engkau berdagang."
  4. Junaid al-Baghdadi: "Sufi sejati adalah yang jujur dalam dagang dan adil dalam upah."
  5. Al-Hallaj: "Tuhan hadir dalam keadilan, dan tiada keadilan dalam menindas pekerja."
  6. Abu Hamid al-Ghazali: "Menipu dalam perdagangan adalah merusak akhlak dan menodai agama."
  7. Abdul Qadir al-Jailani: "Berhentilah dari riba, karena ia akan mengeringkan rahmat dari usahamu."
  8. Jalaluddin Rumi: "Yang kau anggap untung, bisa jadi menjadi api di akhirat."
  9. Ibnu ‘Arabi: "Keadilan dalam muamalah adalah cermin dari keadilan Tuhan di langit."
  10. Ahmad al-Tijani: "Seorang mukmin sejati tidak mencari dunia dari jalan yang menghilangkan cahaya akhirat."

Penutup Islam mewajibkan setiap transaksi dilakukan dengan keadilan, kejelasan, dan kejujuran. Jual beli yang mengandung unsur kecurangan, riba, atau ketidakadilan, baik kepada pembeli maupun pekerja, tidak diberkahi Allah. Mari kita kembali kepada jalan yang diridhai dengan menjunjung tinggi nilai-nilai syariat.


Penyusun: Djoko Ekasanu

Berikut sudah saya buat buku dengan judul "Hakekat Jual Beli yang Masih Basah dan Larangan dalam Syariat", berisi penjelasan mendalam mulai dari pengertian, dalil Al-Qur’an dan hadis, relevansi zaman sekarang, hingga nasehat-nasehat dari para ulama besar seperti Hasan al-Bashri sampai Ahmad al-Tijani.

------


Bacaan Sesudah Wudhu: Jalan Menuju Ampunan Allah.

 


Judul Buku: Bacaan Sesudah Wudhu: Jalan Menuju Ampunan Allah


Pengantar

Dalam Islam, wudhu bukan sekadar ritual bersuci sebelum salat, tapi juga sebuah pintu menuju ampunan, kedekatan dengan Allah, dan pembuka kesucian hati. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan petunjuk khusus kepada Sayyidina Ali tentang dzikir dan amalan setelah wudhu, yang penuh makna dan kedalaman spiritual. Buku ini akan mengupas tuntas bacaan sesudah wudhu dari berbagai sisi: hadis, tafsir Al-Qur'an, nasihat para sufi, hingga relevansinya di zaman sekarang.


1. Hadis Wasiat Rasulullah kepada Sayyidina Ali

"Hai Ali, apabila kamu telah usai mengerjakan bersuci (wudhu), maka ambillah air, lalu usapkanlah ke lehermu dengan kedua tanganmu dan bacalah:

‘Subhanaka Allahumma wa bihamdika, asyhadu an laa ilaaha illa anta, wahdaka laa syarika lak. Astaghfiruka wa atuubu ilaik.’

Lalu arahkan pandanganmu ke arah tanah dan bacalah:

‘Asyhadu anna Muhammadan abduka wa rasuluka.’

Barangsiapa mengamalkannya, maka dosa-dosanya—baik yang kecil maupun besar—akan diampuni oleh Allah SWT."


2. Asbab al-Wurud (Sebab Munculnya Hadis)

Hadis ini datang dari bimbingan Rasulullah kepada Sayyidina Ali dalam rangka menyempurnakan ibadah wudhu, baik lahir maupun batin. Dipesankan agar setiap muslim tidak hanya bersuci secara fisik, tetapi juga menghidupkan hati melalui dzikir dan sikap rendah hati.


3. Penjelasan dan Hakekatnya

  • Usapan ke leher menyimbolkan melepaskan beban kehidupan duniawi.
  • Dzikir setelah wudhu adalah bentuk pengakuan tauhid, permohonan ampun, dan pertaubatan.
  • Pandangan ke tanah melambangkan kerendahan hati, keikhlasan, dan kesadaran sebagai hamba.

4. Ayat Al-Qur’an yang Terkait

Surah Az-Zumar (39:53)

قُلْ يَـٰعِبَادِىَ ٱلَّذِينَ أَسْرَفُوا۟ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا۟ مِن رَّحْمَةِ ٱللَّهِۚ إِنَّ ٱللَّهَ يَغْفِرُ ٱلذُّنُوبَ جَمِيعًاۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلْغَفُورُ ٱلرَّحِيمُ

Latin: Qul yā ‘ibādiya alladzīna asrafū ‘alā anfusihim, lā taqnaṭū min raḥmatillāh, innallāha yaghfiru adz-dzunūba jamī‘ā, innahū huwal ghafūrur raḥīm.

Artinya: "Katakanlah (wahai Muhammad): Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dia-lah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang."


5. Tafsir Singkat

Ayat ini menegaskan bahwa rahmat Allah selalu terbuka bagi siapa pun yang bertobat dan memohon ampun, termasuk melalui dzikir setelah wudhu. Wudhu menjadi momentum untuk mulai bersih secara lahir batin dan bersegera menuju Allah.


6. Relevansi Zaman Sekarang

  • Di era penuh distraksi dan stres, dzikir setelah wudhu menenangkan hati.
  • Menumbuhkan kesadaran spiritual sebelum salat.
  • Latihan untuk selalu merendah dan introspeksi diri.
  • Menanamkan kebiasaan zikir harian yang ringan tapi berdampak besar.

7. Nasihat dari Tokoh-Tokoh Sufi Besar

Hasan al-Bashri: "Setelah wudhu, hati kita sedang bersih. Jangan biarkan ia kembali kotor karena lalai."

Rabi‘ah al-Adawiyah: "Dzikir itu ibarat bisikan cinta. Wudhu hanya awalnya, zikir adalah nadanya."

Abu Yazid al-Bistami: "Ketika kau mengusap lehermu setelah wudhu, bayangkan kau sedang melepaskan dirimu dari beban dunia."

Junaid al-Baghdadi: "Orang yang tak berdzikir setelah wudhu ibarat orang yang lupa siapa dirinya di hadapan Tuhan."

Al-Hallaj: "Aku lihat dalam setiap tetes air wudhu adalah rahmat-Nya. Dan dzikir setelahnya adalah jembatan menuju mahabbah."

Abu Hamid al-Ghazali: "Dzikir pasca wudhu adalah penegasan iman dalam hati. Ia menyambungkan niat dengan cahaya ilahi."

Abdul Qadir al-Jailani: "Jangan hanya basuh tubuhmu. Bersihkan hatimu dengan istighfar dan tauhid."

Jalaluddin Rumi: "Wudhu itu menari bersama air. Dzikir setelahnya adalah syair cinta kepada Sang Pencipta."

Ibnu ‘Arabi: "Zikir yang lahir dari hati yang baru disucikan akan mengguncang langit para malaikat."

Ahmad al-Tijani: "Amalan ringan setelah wudhu bisa menjadi sebab dibukanya pintu-pintu rahmat yang besar."


Penutup

Bacaan setelah wudhu bukan sekadar pelengkap. Ia adalah pernyataan cinta, penegasan iman, dan langkah menuju ampunan. Mari biasakan menghidupkan momen setelah wudhu, agar setiap langkah menuju salat dipenuhi berkah dan cahaya.


Catatan Akhir

Buku ini bisa dijadikan bahan ajar, kajian rutin, atau inspirasi harian untuk memperkuat dimensi ruhani dalam ibadah harian kita. Semoga menjadi jalan turunnya rahmat dan pengampunan dari Allah Azza wa Jalla.

Sudah saya buat buku berjudul “Bacaan Sesudah Wudhu: Jalan Menuju Ampunan Allah”, lengkap dengan hadis, penjelasan maknanya, ayat Al-Qur’an, tafsir, relevansi di zaman sekarang, dan nasihat dari para tokoh sufi besar.

-------

Berikut ini adalah versi santai dari isi buku Bacaan Sesudah Wudhu: Jalan Menuju Ampunan Allah. kayak ngobrol di majelis kecil di sore hari sambil leyeh-leyeh, tapi isinya tetap dalam.


📘 Judul: “SELESAI WUDHU? YUK DZIKIR BENTAR DULU!”

Catatan Santuy tentang Ampunan Allah buat kit semua...


Ngobrol Dulu Yuk...

Bro... Sis...
Pernah nggak ngerasa udah wudhu, udah salat, tapi hati kayak masih keruh aja? Nah, bisa jadi kita lupa satu hal kecil tapi dahsyat: bacaan setelah wudhu!

Nabi Muhammad SAW pernah ngasih bocoran ke Sayyidina Ali, semacam amalan ringan tapi efeknya berat banget — bisa ngapus dosa kecil sampe dosa gede!


Apa Sih Pesannya?

Kata Nabi gini ke Ali:

“Kalau kamu udah selesai wudhu, coba deh ambil sisa air, usapin ke leher pakai dua tanganmu.
Terus baca ini:

Subhanakallahumma wa bihamdika, asyhadu an laa ilaaha illa anta, wahdaka laa syarika lak. Astaghfiruka wa atuubu ilaik.

Abis itu, liat ke bawah (ke tanah) dan ucapin:
Asyhadu anna Muhammadan ‘abduka wa rasuluka.

Yang baca ini, semua dosanya dihapus, entah yang kecil atau yang gede!”


Maknanya Gimana, Om?

  • Usapin leher: Simbol lepasin beban hidup. Udah, gak usah mikir dunia mulu.
  • Baca dzikir: Ini kayak pernyataan cinta dan tobat. Gak cuma bersih badan, tapi juga bersih hati.
  • Liat tanah: Simbol rendah hati, sadar diri, inget kuburan. Woles, hidup gak lama.

Ayat Pegangannya Nih (Az-Zumar: 53)

“Wahai hamba-hamba-Ku yang kelewat batas, jangan putus asa dari rahmat Allah. Dia ampunin semua dosa. Dia Maha Pengampun, Maha Penyayang.”

🎯 Bahasa santainya: “Jangan baper dan nyerah! Ampunan Allah itu selalu ada, asal kamu mau balik.”


Nasihat dari Tokoh-Tokoh Sufi yang Bikin Merinding

Hasan al-Bashri:
“Wudhu itu bersihin badan. Dzikir setelahnya bersihin hati. Jangan setengah-setengah.”

Rabi‘ah al-Adawiyah:
“Aku dzikir karena cinta, bukan karena takut neraka.”

Abu Yazid al-Bistami:
“Waktu usap leher tuh, bayangin semua masalah dunia ikut ngelupas.”

Junaid al-Baghdadi:
“Kalau kamu gak dzikir habis wudhu, ya ibarat wudhu-nya gak disambung colokannya.”

Al-Hallaj:
“Setetes air wudhu bisa jadi jalan ketemu Tuhan, asal disertai dzikir dan cinta.”

Imam al-Ghazali:
“Dzikir itu kayak mengokohkan tiang iman yang udah kamu bangun pas wudhu.”

Syekh Abdul Qadir al-Jailani:
“Jangan cuma bersih secara fisik, bersihin juga isi kepalamu dan hatimu.”

Jalaluddin Rumi:
“Wudhu itu kayak nari-nari di bawah air hujan kasih sayang Allah.”

Ibnu ‘Arabi:
“Kalau kamu sadar setiap dzikirmu didengar langsung oleh Tuhan, kamu gak bakal malesin.”

Ahmad al-Tijani:
“Dzikir ringan ini bisa jadi kunci keampunan yang nggak kamu duga.”


Zaman Sekarang, Masih Nyambung Gak?

Jelas dong!

  • Pas kita sibuk dan otak kusut, dzikir ringan ini bisa jadi obat penenang.
  • Di era boros air, wudhu irit tapi berkualitas + dzikir = kombo syahdu.
  • Gak harus nunggu dosa numpuk baru tobat. Habis wudhu langsung isi ulang iman.
  • Menyadarkan kita, salat bukan rutinitas mati. Tapi pertemuan cinta.

Penutup:

Nah sobat ngaji ...
Kalau habis wudhu, jangan langsung capcus ambil sajadah. Luangin waktu barang 10 detik buat dzikir yang Nabi ajarin. Ringan di mulut, tapi berat di timbangan amal.

Karena bukan soal panjangnya bacaan...
Tapi seberapa tulus dan paham kita mengucapkannya.



Q.S. AL-MĀIDAH AYAT 95–97.

 



📖 KAJIAN Q.S. AL-MĀIDAH AYAT 95–97

Judul: Menjaga Kesucian, Menaati Syariat, dan Menghormati Tanda-Tanda Allah


🔹 Mukadimah

Alhamdulillāh...
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kita syariat yang sempurna, mengajarkan kita kesucian, ketaatan, dan menghargai simbol-simbol agama. Surah Al-Mā’idah ayat 95 sampai 97 adalah potret indah bagaimana Allah menanamkan ketaatan, kemudahan, dan penghormatan terhadap syiar agama.


🔹 Ayat 95: Larangan Berburu Saat Ihram

"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu membunuh binatang buruan ketika kamu sedang dalam keadaan ihram..."

🧠 Penjelasan Tafsir:

  • Saat seseorang berihram, ia berada dalam kondisi suci dan sakral.
  • Maka perbuatan seperti berburu, meskipun halal di luar ihram, menjadi haram saat ihram.
  • Jika melanggar, maka ada tebusan (fidyah) – ini bentuk tanggung jawab moral.

🌱 Hikmah:

  • Belajar taat total, bukan separuh-separuh.
  • Saat mendekat kepada Allah, semua tindakan pun disaring dan dijaga.

🧭 Relevansi di Indonesia:

  • Banyak orang pergi haji atau umrah, tapi masih tidak disiplin.
  • Ayat ini mengajarkan agar ibadah dilakukan dengan penuh kesungguhan dan akhlak.

🔹 Ayat 96: Diperbolehkannya Buruan Laut

"Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanannya, sebagai kesenangan bagimu..."

🧠 Penjelasan Tafsir:

  • Allah tahu kebutuhan manusia saat safar atau ibadah.
  • Oleh karena itu, buruan laut – seperti ikan – dihalalkan, meski dalam keadaan ihram.

🌱 Hikmah:

  • Syariat Islam itu tidak memberatkan.
  • Ada kelonggaran dalam kondisi tertentu, selama tidak melampaui batas.
  • Islam adalah agama rahmat, bukan kesulitan.

🧭 Relevansi di Indonesia:

  • Negara maritim: ikan laut adalah sumber rezeki.
  • Kita harus syukuri dan kelola laut dengan amanah, bukan merusaknya.

🔹 Ayat 97: Fungsi Ka'bah dan Syiar Allah

"Allah menjadikan Ka'bah sebagai pusat kehidupan manusia, dan begitu juga bulan-bulan haram, hewan kurban, dan kalung penanda kurban..."

🧠 Penjelasan Tafsir:

  • Ka’bah adalah pusat orientasi spiritual dan sosial.
  • Bulan haram, hewan kurban, dan syiar-syiar lainnya adalah tanda-tanda yang harus dijaga kehormatannya.
  • Semua itu menjadi pengingat bahwa hidup ini terikat pada aturan Ilahi.

🌱 Hikmah:

  • Kebangkitan umat dimulai dari menghormati yang suci.
  • Kalau umat Islam sudah tidak menghormati Ka’bah, bulan haram, dan kurban, maka rohnya sudah lemah.

🧭 Relevansi di Indonesia:

  • Jangan anggap ringan syiar agama: Adzan, masjid, kurban, Ramadan.
  • Kalau syiar dijaga, masyarakat jadi tentram dan berkah.

🔸 Penutup: Tiga Pilar Ketaatan dalam Ayat Ini

  1. Menjaga Kesucian dan Etika Ibadah → (Ayat 95)
  2. Menerima Kemudahan dengan Syukur → (Ayat 96)
  3. Menghormati Tanda-Tanda Allah dan Pusat Spiritualitas Umat → (Ayat 97)

🎯 Pesan untuk Kehidupan Sehari-hari:

  • Saat kita dalam keadaan suci (berwudhu, salat, puasa, ihram), jangan kotori dengan dosa kecil.
  • Jangan mengeluh syariat itu sulit, karena Allah sudah beri banyak keringanan.
  • Hormatilah apa pun yang Allah muliakan, dari Ka’bah sampai orang-orang saleh.

📌 Nasihat Ulama:

Syaikh Abdul Qadir al-Jailani berkata:
"Jika kau tahu Allah mengawasi langkahmu, jangan main-main di jalur ibadah."

Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari berkata:
"Jangan lihat kecilnya amalan, tapi lihat kepada siapa engkau melanggar ketika kau menyepelekannya."