Tuesday, December 14, 2010

Yakinlah, Tak Ada Hubungannya Vaksinasi dengan Autis

Yakinlah, Tak Ada Hubungannya Vaksinasi dengan Autis

Email Cetak PDF
TEMPO Interaktif, Chicago - Satu dari empat orang tua di Amerika Serikat percaya beberapa vaksin menyebabkan autisme pada anak-anak yang sehat, Namun banyak dari mereka khawatir mengenai resiko vaksin sementara anak-anak mereka harus divaksinasi.

Kebanyakan orangtua terus mengikuti nasihat dari dokter mengenai anak-anak mereka, hasil dari survei 1.552 orangtua. Sebenarnya penelitian tidak menemukan hubungan antara autisme dan vaksin.

"Sembilan dari sepuluh orang tua percaya bahwa vaksinasi adalah cara yang baik untuk mencegah penyakit bagi anak-anak mereka," kata pemimpin penulis Dr Gary dibebaskan dari University of Michigan.

"Untungnya kekhawatiran mereka –terhadap autis-- tidak lebih besar daripada keputusan mereka untuk mendapatkan vaksin sehingga anak-anak mereka dapat dilindungi dari penyakit yang mengancam kehidupan.

" Pada tahun 2008, anak-anak usia sekolah yang tidak divaksinasi menyumbang wabah campak di California, Illinois, Washington, Arizona dan New York, kata Dr Melinda Wharton dari US Centers for Disease Control and Prevention. Ada 13 persen dari 140 yang jatuh sakit tahun itu dan dirawat di rumah sakit.

"Beruntung semua anak sembuh," kata Wharton, mencatat bahwa campak dapat mematikan. "Jika kita tidak vaksinasi, penyakit ini akan datang kembali."Ketakutan vaksin mempunyai hubungan dengan autisme berasal dari spekulasi studi tahun 1998, yang baru-baru ini ditarik kembali oleh jurnal kedokteran Inggris.

Pencabutan datang setelah sebuah dewan yang mengatur dokter Inggris meuding penulis studi itu bertindak tidak jujur dan tidak etis. Studi baru didasarkan pada survei Universitas Michigan kepada orangtua setahun yang lalu, jauh sebelum pencabutan studi pada tahun 1998. Namun, banyak yang sudah ditulis mengenai penelitian yang telah gagal menemukan hubungan antara vaksin dan autisme.

Kelompok-kelompok advokasi besar seperti Autism Speaks menyarankan orang tua untuk memvaksinasi anak-anak mereka."Sekarang ini sudah terbukti penipuan terang-terangan, mungkin hal itu akan meyakinkan banyak orangtua bahwa hal ini tidak boleh terjadi," tulis studi yang muncul di edisi April Pediatrics, yang dirilis Senin.

Sebuah pernyataan dari kelompok di Philadelphia menguraikan praktik para dokter yang 'bersikeras memberi dukungan untuk direkomendasikan pemerintah mengenai vaksin dan keyakinan mereka bahwa "vaksin tidak menyebabkan autisme atau cacat pertumbuhan lain."

AP| NUR HARYANTO

Mengapa Anak Autis Tak Mau Dipeluk?

Mengapa Anak Autis Tak Mau Dipeluk?

Email Cetak PDF

TEMPO Interaktif, Chicago - Sebuah cacat pada otak ternyata menjelaskan mengapa banyak anak autis menghindar ketika disentuh atau dipeluk -bahkan oleh orangtua mereka sendiri. Penelitian ini telah menunjukkan, ada masalah yang mempengaruhi individu dengan Sindrom Fragile X yang rentan, dan terkenal sebagai gen penyebab autisme dan pewaris keterbelakangan mental.

Para ilmuwan menemukan Fragile X hasil dari pengembangan penundaan sensorik korteks, daerah otak yang merespons untuk disentuh. Efek domino ini dipicu oleh penundaan yang menyebabkan bagian dari otak menjadi salah. Fragile X disebabkan oleh mutasi gen di kromosom X wanita yang mempengaruhi pembangunan sinapsis, sebagai poin vital hubungan antara sel saraf.

Karena anak laki-laki hanya memiliki satu kromosom X, mereka sangat dipengaruhi oleh sindrom ini dibandingkan anak perempuan. Perempuan memiliki dua kromosom X, sehingga tak terlalu bermasalah jika ada yang rusak. Sampai batas tertentu dapat dikompensasikan oleh yang lain. Anak laki-laki umumnya lebih mungkin rentan berkembang autis dibandingkan anak perempuan.

"Ada periode kritis selama perkembangan akhir ketika otak sangat rentan dan berubah dengan cepat," kata pemimpin studi Dr Anis Contractor, dari Northwestern University Feinberg School of Medicine di Chicago. "Semua elemen ini berkembang cepat dan dikoordinasikan sehingga otak menjadi saluran kabel yang benar dan karena itu fungsinya benar."

Contractor mengatakan, anak dengan sindrom ini akan menderita dengan masalah "taktik pembelaan diri" dan akhirnya menjadi cemas dan menarik diri secara sosial. "Mereka tidak bisa menatap mata orang, mereka tidak akan memeluk orang tua mereka, dan mereka sangat peka terhadap sentuhan dan bunyi. Semua ini menyebabkan kecemasan bagi keluarga dan teman-temannya dan juga untuk penderita Fragile X itu sendiri. Sekarang pertama kali kita memiliki pemahaman tentang apa yang tidak beres di dalam otak."

PRESS ASSOCIATION| NUR HARYANTO

Menelusuri Gangguan Spektrum Autistik

Menelusuri Gangguan Spektrum Autistik

Email Cetak PDF

TEMPO Interaktif, Jakarta: Ke mana pun pergi, sendok plastik selalu ada dalam genggaman Sue Ruben, 7 tahun. Barang itu bagai belahan jiwa yang membuat Ruben merasa nyaman. Apabila lupa atau sengaja ditinggal oleh ibunya, Ruben bakal ngamuk tanpa alasan jelas. Kebiasaan itu berlanjut hingga usianya bertambah. Di usia 4 tahun, Ruben bertendensi mengalami gangguan spektrum autistik alias autisme. Setelah pemeriksaan Inteligensi Question, saat usia 7 tahun, ternyata kemampuannya cuma setara anak berusia dua tahun.

Untuk mempermudah interaksi, pada usia 13 tahun Ruben menggunakan facilitated communication--berkomunikasi dengan menunjuk huruf dan mengetik. Dari situ didapati kalau bakatnya begitu luar biasa. Dia pun berhasil masuk sekolah menengah atas dan meneruskan kuliahnya di Whittier College, California. Saat ini usianya 26 tahun dan ia lulus dengan Indeks Prestasi Kumulatif sebesar 3,67.

"Ruben adalah contoh bagaimana orang-orang di sekitar individu autistik memahami cara berpikir dan gaya belajar mereka," kata psikolog Universitas Indonesia, Dr Adriana Soekandar Ginanjar, setelah melakukan orasi ilmiah Dies Natalis Fakultas Psikologi UI ke-56 bertajuk "Presumption of Competence: Perspektif Positif dalam Memahami Autisme" di Auditorium Fakultas Psikologi, Depok, Selasa lalu.

Sebagai psikolog yang memiliki anak autis, psikolog yang akrab disapa Ina ini telah melewati beberapa tahapan dalam upaya memahami autistik. Hingga akhirnya ia berkeyakinan bahwa penanganan anak autis mesti difokuskan pada pengenalan dan pengembangan potensi mereka. "Masing-masing anak itu memiliki kemampuan menonjol di bidang tertentu," kata ibu dua anak ini. Di samping itu, interaksi dan proses belajar mereka juga perlu didasari empati, agar terjalin hubungan yang dilandasi percaya, aman, dan saling menghargai. Ina menyebutkan, unsur-unsur ini penting untuk membantu perkembangan emosi dan interaksi sosial mereka.

Ina menyatakan sebetulnya anak autis tahu apa yang mau mereka lakukan. Namun, untuk merealisasikannya, bagi mereka hal itu bukanlah tugas sederhana. Sebab, mereka sulit mengkoordinasi gerakan dan mengungkapkan pikiran secara verbal. "Kalau (mereka)haus, tidak ada yang tahu karena (mereka) tidak bisa menyampaikannya kepada orang lain," ujar Ina. Akibatnya, mereka menjadi tantrum--marah, ngamuk, serta menangis. Malahan, Ina mengakui, pada fase awal menangani anaknya, Atmarazka Ginanjar (Aska), kini berusia 15 tahun, dia sangat kewalahan.

Otak anak autis memang berbeda dari anak normal. Abnormalitas ini meliputi perbedaan struktur otak, sehingga menyebabkan gangguan fungsi integrasi sensorik. Yaitu kemampuan untuk mengorganisasi dan memproses masukan sensorik, serta meresponsnya secara tepat. Disfungsi sensorik ini berdampak besar bagi perkembangan aspek kognitif, emosi, dan kemampuan interaksi sosialnya.

Dalam disertasi psikolog kelahiran 9 Mei 1964 ini yang berjudul Memahami Spektrum Autistik Secara Holistik, terpapar teori executive functioning dari Ozonoff (dalam Jordan, 1999; Frith, 2003), yang menjelaskan bahwa kesulitan anak autis itu karena ketidakmampuan fungsi eksekutifnya. Mereka tidak bisa melakukan sejumlah tugas bersamaan, lalu kerap berpindah-pindah fokus perhatiannya serta respons sering kali yang tidak tepat.

Namun, dalam orasi, istri Agi Ginanjar ini mengingatkan, meski sulit bicara, anak autis adalah individu yang mampu berpikir mengenai diri dan kehidupannya. Mereka juga memiliki potensi kreatif yang dapat tersalurkan jika memperoleh bantuan yang tepat dan kesempatan mengembangkan diri. "Sebab itu, orang tua harus mendapat informasi yang benar dalam menangani anak autis," ia mengungkapkan. Mereka harus diperkenalkan pada musik, seni, bahkan teknologi. Bahkan kini Azka sudah mahir berselancar di dunia maya.

Nah, pertanyaannya, apakah autis itu dapat disembuhkan? Ina mengatakan bahwa gangguan spektrum ini akan terus terbawa sampai dewasa. Tetapi jika kadarnya ringan, terapi bisa dilakukan dengan sederhana. Lain halnya dengan penanganan pada gangguan yang berat. "Namun, kami tetap bisa gali bakatnya di mana," ia menegaskan. Lihat saja contoh nyata, Oscar Yura Dompas, penyandang autis yang menjadi sarjana bahasa Inggris Universitas Katolik Atmajaya. Bahkan dia berhasil menulis buku Autistic Journey pada 2005. Artinya, tidak harus sembuh total, yang penting adalah perkembangan gradual pada orang pengidap autistik.

Dari data statistik Amerika Serikat 2006, sekitar satu dari 166 anak yang lahir tergolong dalam spektrum autistik. Di Indonesia, jumlah anak autis berkembang pesat. Paling tidak terlihat dari semakin banyaknya pusat terapi anak autis, isu di media massa, dan penyelenggaraan seminar-seminar. Namun, belum ada data resmi dari pemerintah tentang jumlahnya. Yang jelas, kata psikolog berkacamata itu, prevalensi autistik antara lelaki dan perempuan adalah empat banding satu.

Trik Penanganan
- Harus melibatkan bidang medis, psikologi, dan pendidikan.
- Jangan mengarahkan anak autistik menjadi anak normal.
- Jangan memberi label abnormal karena berdampak pada perkembangan psikologis.
- Orang tua harus mengenal dunia autistik secara mendalam.
- Gali dan kembangkan potensi mereka.
- Pandang autistik sebagai perbedaan, bukan abnormalitas.
HERU TRIYONO 

Analisa Rambut untuk Menentukan Suplemen Tepat Bagi Anak Autis

Analisa Rambut untuk Menentukan Suplemen Tepat Bagi Anak Autis

Email Cetak PDF

Vera Farah Bararah - detikHealth

Jakarta, Beberapa anak autis biasanya memiliki gangguan pada pencernaan terutama bagian ususnya, sehingga ada beberapa makanan tertentu yang sebaiknya dihindari bagi anak autis. Dengan menggunakan analisa rambut maka dapat diketahui suplemen yang tepat untuk dikonsumsi.

Sekitar 88 persen anak autis memiliki kondisi usus yang rusak atau dikenal dengan istilah autistic colistic. Hal ini menunjukkan bahwa autis bukan hanya gangguan yang terjadi di kepala tapi juga gangguan di bagian pencernaan. Hasil dari ini tentu saja dapat mengganggu sistem pencernaan anak tersebut secara menyeluruh.

"Pengobatan tidak bisa berjalan dengan baik kalau kondisi pencernaan anak tersebut masih rusak. Jadi sebaiknya obati dulu pencernaannya baru dilakukan perawatan untuk mengatasi gangguan lain," ujar Dr Igor Tabrizian MD, dalam acara Tanya Jawab Seputar Autisme di Financial Hall Graha Niaga, Jakarta, Sabtu (3/4/2010).

Dr Igor mengungkapkan tes analisa rambut dilakukan untuk mengetahui seberapa baik perjalanan suatu bahan kimia dari otak ke perut seseorang. Dalam analisis ini akan diketahui berapa nutrisi dan kadar racun yang terkandung dalam mineral rambut.

Jika kadar logam berat yang terukur dalam analisis rambut jumlahnya tinggi, maka pencernaan dari anak autis ini sudah semakin membaik karena banyak zat toksik yang berhasil dikeluarkan dari dalam tubuh. Tapi jika kadarnya turun, hal ini menunjukkan kadar autismenya semakin parah dan mengartikan masih banyaknya zat toksik di dalam tubuh yang tidak mampu dikeluarkan.

"Proses industri yang semakin merajalela akan menyebabkan penyerapan racun di tubuh, hal ini dicurigai sebagai penyebab naiknya jumlah autis di seluruh dunia. Setiap toksik yang masuk ke tubuh akan memberikan respons berbeda pada setiap orang. Ada tipe genetik yang mampu memberikan pertahanan lebih, tapi ada juga yang tidak," ujar pakar autisme, nutrisi dan suplemen dari Australia ini.

Hasil dari analisis rambut ini akan menentukan perawatan apa yang dibutuhkan oleh anak autis dan suplemen apa saja yang harus diberikan pada anak. Karena jika anak autis salah makan, maka akan timbul reaksi yang sangat hiperaktif dan sulit untuk diatur.

"Biasanya anak autis tidak bisa mengonsumsi gluten atau tepung-tepungan dan produk susu. Hal ini akan membuatnya semakin hiperaktif, tidak bisa diam dan membuatnya merasa tidak nyaman," ujar Gayatri Pamoedji, SE, MHc pendiri dari MPATI (Masyarakat Peduli Autis Indonesia).

Pada anak autis rantai asam amino yang masuk ke dalam tubuh tidak dapat dipisahkan sendiri-sendiri, sehingga akan ditemukan beberapa asam amino yang masih tergabung bersama. Gabungan dari dua asam amino ini akan menimbulkan reaksi seperti halusinasi dan anak menjadi sangat hiperaktif.

"Tapi bukan berarti anak yang sudah melakukan tes analisis rambut tidak memerlukan terapi lain, terapi yang tepat untuk anak autis ada dua hal yaitu dilihat dari kemampuan dan kebutuhan si anak. Karena itu orangtua harus melihat dengan cermat perilaku anaknya dan harus turun tangan langsung," ujar perempuan yang biasa disapa Yiyek ini.

Dengan melakukan analisis rambut ini akan diketahui berapa kadar racun yang ada di dalam tubuhnya sehingga dapat ditentukan perawatan apa yang cocok dan suplemen yang tepat untuk dikonsumsi anak. Dengan asupan nutrisi serta suplemen yang tepat akan membantu mengusir racun keluar dari dalam tubuh. Rata-rata setelah 24 bulan perawatan akan didapatkan hasil yang lebih baik.

Masalah utama dari autisme ada tiga yaitu otak, racun dan fungsi pencernaannya. Karena itu tidak ada pengobatan yang instan bagi anak autis, serta dibutuhkan kesabaran dan waktu yang panjang.





(ver/ver)

Terapi Makanan

administrator Terapi Diet pada Gangguan AutismeSampai saat ini belum ada obat atau diet khusus yang dapat memperbaiki struktur otak atau jaringan syaraf yang kelihatannya mendasari gangguan autisme. Seperti diketahui gejala yang timbul pada anak dengan gangguan autisme sangat bervariasi, oleh karena itu terapinya sangat individual tergantung keadaan dan gejala yang timbul, tidak bisa diseragamkan. Namun akan sulit sekali membuat pedoman diet yang sifatnya sangat individual. Perlu diperhatikan bahwa anak dengan gangguan autisme umumnya sangat alergi terhadap beberapa makanan. Pengalaman dan perhatian orangtua dalam mengatur makanan dan mengamati gejala yang timbul akibat makanan tertentu sangat bermanfaat dalam terapi selanjutnya. Terapi diet disesuaikan dengan gejala utama yang timbul pada anak. Berikut beberapa contoh diet anak autisme. 1. Diet tanpa gluten dan tanpa kaseinBerbagai diet sering direkomendasikan untuk anak dengan gangguan autisme. Pada umumnya, orangtua mulai dengan diet tanpa gluten dan kasein, yang berarti menghindari makanan dan minuman yang mengandung gluten dan kasein.Gluten adalah protein yang secara alami terdapat dalam keluarga “rumput” seperti gandung/terigu, havermuth/oat, dan barley. Gluten memberi kekuatan dan kekenyalan pada tepung terigu dan tepung bahan sejenis, sedangkan kasein adalah protein susu. Pada orang sehat, mengonsumsi gluten dan kasein tidak akan menyebabkan masalah yang serius/memicu timbulnya gejala. Pada umumnya, diet ini tidak sulit dilaksanakan karena makanan pokok orang Indonesia adalah nasi yang tidak mengandung gluten. Beberapa contoh resep masakan yang terdapat pada situs Autis.info ini diutamakan pada menu diet tanpa gluten dan tanpa kasein. Bila anak ternyata ada gangguan lain, maka tinggal menyesuaikan resep masakan tersebut dengan mengganti bahan makanan yang dianjurkan. Perbaikan/penurunan gejala autisme dengan diet khusus biasanya dapat dilihat dalam waktu antara 1-3 minggu. Apabila setelah beberapa bulan menjalankan diet tersebut tidak ada kemajuan, berarti diet tersebut tidak cocok dan anak dapat diberi makanan seperti sebelumnya.Makanan yang dihindari adalah : Makanan yang mengandung gluten, yaitu semua makanan dan minuman yang dibuat dari terigu, havermuth, dan oat misalnya roti, mie, kue-kue, cake, biscuit, kue kering, pizza, macaroni, spageti, tepung bumbu, dan sebagainya. Produk-produk lain seperti soda kue, baking soda, kaldu instant, saus tomat dan saus lainnya, serta lada bubuk, mungkin juga menggunakan tepung terigu sebagai bahan campuran. Jadi, perlu hati-hati pemakaiannya. Cermati/baca label pada kemasannya. Makanan sumber kasein, yaitu susu dan hasil olahnya misalnya, es krim, keju, mentega, yogurt, dan makanan yang menggunakan campuran susu. Daging, ikan, atau ayam yang diawetkan dan diolah seperti sosis, kornet, nugget, hotdog, sarden, daging asap, ikan asap, dan sebagainya. Tempe juga tidak dianjurkan terutama bagi anak yang alergi terhadap jamur karena pembuatan tempe menggunakan fermentasi ragi. Buah dan sayur yang diawetkan seperti buah dan sayur dalam kaleng.Makanan yang dianjurkan adalah : Makanan sumber karbohidrat dipilih yang tidak mengandung gluten, misalnya beras, singkong, ubi, talas, jagung, tepung beras, tapioca, ararut, maizena, bihun, soun, dan sebagainya. Makanan sumber protein dipilih yang tidak mengandung kasein, misalnya susu kedelai, daging, dan ikan segar (tidak diawetkan), unggas, telur, udang, kerang, cumi, tahu, kacang hijau, kacang merah, kacang tolo, kacang mede, kacang kapri dan kacang-kacangan lainnya. Sayuran segar seperti bayam, brokoli, labu siam, labu kuning, kangkung, tomat, wortel, timun, dan sebagainya. Buah-buahan segar seperti anggur, apel, papaya, mangga, pisang, jambu, jeruk, semangka, dan sebagainya.
2. Diet anti-yeast/ragi/jamurDiet ini diberikan kepada anak dengan gangguan infeksi jamur/yeast. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa pertumbuhan jamur erat kaitannya dengan gula, maka makanan yang diberikan tanpa menggunakan gula, yeast, dan jamur.Makanan yang perlu dihindari adalah :Roti, pastry, biscuit, kue-kue dan makanan sejenis roti, yang menggunakan gula dan yeast. Semua jenis keju. Daging, ikan atau ayam olahan seperti daging asap, sosis, hotdog, kornet, dan lain-lain. Macam-macam saus (saus tomat, saus cabai), bumbu/rempah, mustard, monosodium glutamate, macam-macam kecap, macam-macam acar (timun, bawang, zaitun) atau makanan yang menggunakan cuka, mayonnaise, atau salad dressing. Semua jenis jamur segar maupun kering misalnya jamur kuping, jamur merang, dan lain-lain. Buah yang dikeringkan misalnya kismis, aprokot, kurma, pisang, prune, dan lain-lain. Fruit juice/sari buah yang diawetkan, minuman beralkohol, dan semua minuman yang manis. Sisa makanan juga tidak boleh diberikan karena jamur dapat tumbuh dengan cepat pada sisa makanan tersebut, kecuali disimpan dalam lemari es.Makanan tersebut dianjurkan untuk dihindari 1-2 minggu. Setelah itu, untuk mencobanya biasanya diberikan satu per satu. Bila tidak menimbulkan gejala, berarti dapat dikonsumsi.Makanan yang dianjurkan adalah :Makanan sumber karbohidrat: beras, tepung beras, kentang, ubi, singkong, jagung, dan tales. Roti atau biscuit dapat diberikan bila dibuat dari tepaung yang bukan tepung terigu. Makanan sumber protein seperti daging, ikan, ayam, udang dan hasil laut lain yang segar. Makanan sumber protein nabati seperti kacang-kacangan (almod, mete, kacang kedelai, kacang hijau, kacang polong, dan lainnya). Namun, kacang tanah tidak dianjurkan karena sering berjamur. Semua sayuran segar terutama yang rendah karbohidrat seperti brokoli, kol, kembang kol, bit, wortel, timun, labu siam, bayam, terong, sawi, tomat, buncis, kacang panjang, kangkung, tomat, dan lain-lain. Buah-buahan segar dalam jumlah terbatas.
3. Diet untuk alergi dan inteloransi makananAnak autis umumnya menderita alergi berat. Makanan yang sering menimbulkan alergi adalah ikan, udang, telur, susu, cokelat, gandum/terigu, dan bias lebih banyak lagi. Cara mengatur makanan untuk anak alergi dan intoleransi makanan, pertama-tama perlu diperhatikan sumber penyebabnya. Makanan yang diduga menyebabkan gejala alergi/intoleransi harus dihindarkan. Misalnya, jika anak alergi terhadap telur, maka semua makanan yang menggunakan telur harus dihindarkan. Makanan tersebut tidak harus dipantang seumur hidup. Dengan bertambahnya umur anak, makanan tersebut dapat diperkenalkan satu per satu, sedikit demi sedikit.
Cara mengatur makanan secara umumBerikan makanan seimbang untuk menjamin agar tubuh memperoleh semua zat gizi yang dibutuhkan untuk keperluan pertumbuhan, perbaikan sel-sel yang rusak dan kegiatan sehari-hari. Gula sebaiknya dihindari, khususnya bagi yang hiperaktif dan ada infeksi jamur. Fruktosa dapat digunakan sebagai pengganti gula karena penyerapan fruktosa lebih lambat disbanding gula/sukrosa. Minyak untuk memasak sebaiknya menggunakan minyak sayur, minyak jagung, minyak biji bunga matahari, minyak kacang tanah, minyak kedelai, atau minyak olive. Bila perlu menambah konsumsi lemak, makanan dapat digoreng. Cukup mengonsumsi serat, khususnya serat yang berasal dari sayuran dan buah-buahan segar. Konsumsi sayur dan buah 3-5 porsi per hari. Pilih makanan yang tidak menggunakan food additive (zat penambah rasa, zat pewarna, zat pengawet). Bila keseimbangan zat gizi tidak dapat dipenuhi, pertimbangkan pemberian suplemen vitamin dan mineral (vitamin B6, vitmin C, seng, dan magnesium). Membaca label makanan untuk mengetahui komposisi makanan secara lengkap dan tanggal kadaluwarsanya. Berikan makanan yang cukup bervariasi. Bila makanan monoton, maka anak akan bosan. Hindari junk food seperti yang saat ini banyak dijual, ganti dengan buah dan sayuran segar. Sumber : Terapi Makanan Anak Dengan Gangguan Autisme
Penulis : Tuti Soenardi, Susirah Soetardjo
Penerbit : PT. Penerbitan Sarana Bobo

Terapi Wicara

Terapi Wicara

Email Cetak PDF
Terapis Wicara adalah profesi yang bekerja pada prinsip-prinsip dimana timbul kesulitan berkomunikasi atau ganguan pada berbahasa dan berbicara bagi orang dewasa maupun anak. Terapis Wicara dapat diminta untuk berkonsultasi dan konseling; mengevaluasi; memberikan perencanaan maupun penanganan untuk terapi; dan merujuk sebagai bagian dari tim penanganan kasus.

Ganguan Komunikasi pada Autistic Spectrum Disorders (ASD):
Bersifat: (1) Verbal; (2) Non-Verbal; (3) Kombinasi.

Area bantuan dan Terapi yang dapat diberikan oleh Terapis Wicara:

  1. Untuk Organ Bicara dan sekitarnya (Oral Peripheral Mechanism), yang sifatnya fungsional, maka
    Terapis Wicara akan mengikut sertakan latihan-latihan Oral Peripheral Mechanism Exercises; maupun Oral-Motor activities sesuai dengan organ bicara yang mengalami kesulitan.
  2. Untuk Artikulasi atau Pengucapan:
    Artikulasi/ pengucapan menjadi kurang sempurna karena karena adanya gangguan, Latihan untuk pengucapan diikutsertakan Cara dan Tempat Pengucapan (Place and manners of Articulation). Kesulitan pada Artikulasi atau pengucapan, biasanya dapat dibagi menjadi: substitution (penggantian), misalnya: rumah menjadi lumah, l/r; omission (penghilangan), misalnya: sapu menjadi apu; distortion (pengucapan untuk konsonan terdistorsi); indistinct (tidak jelas); dan addition (penambahan). Untuk Articulatory Apraxia, latihan yang dapat diberikan antara lain: Proprioceptive Neuromuscular.
  3. Untuk Bahasa: Aktifitas-aktifitas yang menyangkut tahapan bahasa dibawah:
    1. Phonology (bahasa bunyi);
    2. Semantics (kata), termasuk pengembangan kosa kata;
    3. Morphology (perubahan pada kata),
    4. Syntax (kalimat), termasuk tata bahasa;
    5. Discourse (Pemakaian Bahasa dalam konteks yang lebih luas),
    6. Metalinguistics (Bagaimana cara bekerja nya suatu Bahasa) dan;
    7. Pragmatics (Bahasa dalam konteks sosial).
  4. Suara: Gangguan pada suara adalah Penyimpangandari nada, intensitas, kualitas, atau penyimpangan-penyimpangan lainnya dari atribut-atribut dasar pada suara, yang mengganggu komunikasi, membawa perhatian negatif pada si pembicara, mempengaruhi si pembicara atau pun si pendengar, dan tidak pantas (inappropriate) untuk umur, jenis kelamin, atau mungkin budaya dari individu itu sendiri.
  5. Pendengaran: Bila keadaan diikut sertakan dengan gangguan pada pendengaran maka bantuan dan Terapi yang dapat diberikan: (1) Alat bantu ataupun lainnya yang bersifat medis akan di rujuk pada dokter yang terkait; (2) Terapi; Penggunaan sensori lainnya untuk membantu komunikasi;

PERAN KHUSUS dari Terapi wicara adalah mengajarkan suatu cara untuk ber KOMUNIKASI:

  1. Berbicara:
    Mengajarkan atau memperbaiki kemampuan untuk dapat berkomunikasi secara verbal yang baik dan fungsional. (Termasuk bahasa reseptif/ ekspresif – kata benda, kata kerja, kemampuan memulai pembicaraan, dll).
  2. Penggunaan Alat Bantu (Augmentative Communication): Gambar atau symbol atau bahasa isyarat sebagai kode bahasa; (1) : penggunaan Alat Bantu sebagai jembatan untuk nantinya berbicara menggunakan suara (sebagai pendamping bagi yang verbal); (2) Alat Bantu itu sendiri sebagai bahasa bagi yang memang NON-Verbal.

Dimana Terapis Wicara Bekerja:

  1. Dirumah Sakit: Pada bagian Rehabilitasi, biasanya bekerjasama dengan dokter rehabilitasi bersama tim rehabilitasi lainnya (dokter, psikolog, physioterapis dan Terapis Okupasi).
  2. Disekolah Biasa: Tidak Umum di Indonesia. Pada bagian Penerimaan siswa baru, biasanya bekerjasama dengan guru, psikolog dan konselor. Menangani permasalah keterlambatan berbahasa dan berbicara pada tahap sekolah, dan memantau dari awal murid-murid dengan kesulitan atau gangguan berbicara tetapi masih dapat ditangani dengan pemberian terapi pada tahap sekolah biasa.
  3. Disekolah Luar Biasa: Pada bagian Terapi wicara, bekerjasama dengan guru dan professional lainnya pada sekolah tersebut. Biasanya memberikan konsultasi, konseling, evaluasi dan terapi
  4. Pada Klinik Rehabilitasi: Praktek dibawah pengawasan dokter, biasanya dengan tim rehabilitasi lainnya,
  5. Praktek Perorangan: Praktek sendiri berdasarkan rujukan, bekerjasama melalui networking. Biasanya memberikan konsultasi, konseling, evaluasi dan terapi.
  6. Home Visit: Mendatangi rumah pasien untuk pelayanan-pelayanan diatas dikarenakan ketidakmungkinan untuk pasien tersebut berpergian ataupun dengan perjanjian.

Evi Sabir-Gitawan BSc. Speech & Language Pathologist

Terapi Perilaku

Terapi Perilaku

Email Cetak PDF

Terapi perilaku, berupaya untuk melakukan perubahan pada anak autistik dalam arti perilaku yang berlebihan dikurangi dan perilaku yang berkekurangan (belum ada) ditambahkan.
Terapi perilaku yang dikenal di seluruh dunia adalah Applied Behavioral Analysis yang diciptakan oleh O.Ivar Lovaas PhD dari University of California Los Angeles (UCLA).

Dalam terapi perilaku, fokus penanganan terletak pada pemberian reinforcement positif setiap kali anak berespons benar sesuai instruksi yang diberikan. Tidak ada hukuman (punishment) dalam terapi ini, akan tetapi bila anak berespons negatif (salah/tidak tepat) atau tidak berespons sama sekali maka ia tidak mendapatkan reinforcement positif yang ia sukai tersebut. Perlakuan ini diharapkan meningkatkan kemungkinan anak untuk berespons positif dan mengurangi kemungkinan ia berespons negatif (atau tidak berespons) terhadap instruksi yang diberikan.

Secara lebih teoritis, prinsip dasar terapi ini dapat dijabarkan sebagai A-B-C; yakni A (antecedent) yang diikuti dengan B (behavior) dan diikuti dengan C (consequence). Antecedent (hal yang mendahului terjadinya perilaku) berupa instruksi yang diberikan oleh seseorang kepada anak autis. Melalui gaya pengajarannya yang terstruktur, anak autis kemudian memahami Behavior (perilaku) apa yang diharapkan dilakukan olehnya sesudah instruksi tersebut diberikan, dan perilaku tersebut diharapkan cenderung terjadi lagi bila anak memperoleh Consequence (konsekuensi perilaku, atau kadang berupa imbalan) yang menyenangkan.

Tujuan penanganan ini terutama adalah untuk meningkatkan pemahaman dan kepatuhan anak terhadap aturan. Terapi ini umumnya mendapatkan hasil yang signifikan bila dilakukan secara intensif, teratur dan konsisten pada usia dini.

Psikotes Bagi Anak Autis

Psikotes Bagi Anak Autis

Email Cetak PDF
Sumber : Buletin Berita Mandiga, No. 3 / September 2002

Pada anak autis, menjalani prosedur psikotes standar yang biasanya dilakukan biro-biro konsultasi psikologi umumnya sulit dilakukan. Anak autis sulit memusatkan konsentrasi, memahami instruksi tes, mempergunakan waktu tes secara efisien dan berperilaku ‘pas’ pada saat proses pelaksanaan tes. Padahal sering sekolah tertentu mempersyaratkan kasil Psikotes anak, atau mungkin orang tua ingin mengetahui kapasitas intelegensi yang dimiliki anaknya. Untuk mengetahui masalah tersebut, kami akan bahas lebih jauh seputar topik tersebut.

Secara umum intelegensi didefinisikan sebagai : Kapasitas seseorang untuk bertindak secara terencana, berfikir rasional dan berhubungan secara efektif dengan lingkungannya.

Intelegensi diukur dengan alat bantu psikotes dengan hasil akhir satuan yang populer disebut IQ (Inteligence Quotient). Komposisi IQ terdiri dari beberapa aspek yang dikelompokkan dalam 2 golongan besar yaitu :

  • IQ Verbal
  • IQ Non Verbal

Tes yang secara komprehensif mengukur IQ anak dan umumnya digunakan di Indonesia adalah :

  • Wechsler Inteligence Scale for Childern (WISC) atau
  • Wechsler Preschool & Primary Scales of Inteligence (WPPSI)

Bagi anak autis yang umumnya mengalami gangguan dalam perkembangan bahasa, sudah pasti hasil IQ verbalnya rendah. Sangatlah tidak adil bila mereka secara dini kemudian divonis keterbelakangan mental / mentally reterded.

Kendala lainnya, psikotes pada umumnya menuntut anak mengerjakan soal dalam waktu yang terbatas (time limit). Padahal seperti kita ketahui bersama, anak autis sangat sulit untuk memusatkan konsentrasi, sehingga perlu waktu lebih untuk mengarahkan perhatiannya.

Jadi bila inteligensi anak autis diukur dengan menggunakan tes ini, hasilnya sudah dapat dipastikan tidak mencerminkan potensi anak yang sesungguhnya. Lalu bagaimana cara pemecahannya? Pilihlah tes yang mengukur aspek-aspek kecerdasan secara terpisah, dimana salah satu tes yang tepat adalah pengukuran inteligensi non Verbal.

Pengertian Inteligensi Non Verbal : Sesuai dengan kata ‘non verbal’ berarti tidak dipengaruhi ‘bahasa’

Adapun definisi Inteligensi non verbal adalah sebagai berikut :

Kemampuan yang tidak berhubungan dengan bahasa, yang meningkatkan kapasitas seseorang untuk berfungsi secara terencana, efektif dan rasional.

Individu dengan Inteligensi Non Verbal tinggi biasanya berhasil di bidang matematika, geometri, engineering, mekanika, seni dan musik.

Inteligensi non verbal dibedakan atas 2 strata kemampuan, yaitu :

  • LOW ORDER SKILLS

Keterampilan yang berhubungan dengan proses menginterpretasi, mengorganisir dan memanipulasi ciri-ciri non simbolik dan konkrit dari stimulus (seperti misalnya ukuran, warna, bentuk, tekstur).

  • HIGH ORDER SKILLS

Lebih bersifat pemecahan masalah, penalaran, bersifat abstrak.

Untuk mengukur Inteligensi non verbal digunakan psikotes khusus non verbal. Untuk meminimalkan peran dari bahasa, tes ini dirancang sedemikian rupa sehingga soal dibuat tanpa menggunakan ‘kata’, melainkan dalam bentuk ‘presentasi visual/gambar’. Instruksi test maupun respon yang diminta juga non verbal (isyarat, manipulasi benda, menggambar, menunjuk jawaban).

Kemampuan yang dapat diukur dengan Test Inteligensi Non Verbal, antara lain :

  • Discrimination

Diukur dengan meminta anak menetapkan gambar / kata yang berbeda, misalnya mana yang berbeda gajah – kuda – monyet – truk.

  • Generalisasi

Menemukan kata yang memiliki kesamaan dalam hal-hal tertentu dengan stimulus, misalnya : mana yang serupa dengan pohon : mobil – manusia – berjalan.

  • Motor behavior

Berkaitan dengan gerakan, baik motorik halus atau motorik kasar, misalnya : manipulasi blok, copy design.

  • Berfikir induksi

Menemukan aturan / pola pada stimulus, misalnya mengapa benda tertentu dapat ditarik magnet?

  • Comprehension

Pemahaman yang melibatkan kaidah umum.

  • Sequencing

Kemampuan melihat hubungan yang progresif dari serangkaian stimulus.

  • Detail recognition

Kemampuan melihat detail stimulus, biasanya dengan melihat atau membuat gambar.

  • Analogi

Berkaitan dengan diskriminasi, generalisasi, pengetahuan umum dan kosakata.

  • Abstract Reasoning

Kemampuan memecahkan masalah yang menuntut kemampuan induksi dan abstraksi.

  • Memory

Kemampuan mengingat / daya ingat.

  • Pattern Completing

Mengidentifikasi bagian yang hilang dari gambar, pola, matriks.

  • General Information

Kemampuan dasar untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan faktual.

  • Vocabulary

Arti dari kata.

CTONI (Comprehensive Test of Nonverbal Intelligence)


Tes ini terdiri dari 6 subtest yang berbeda tetapi saling berhubungan dalam mengukur kemampuan inteligensi non verbal. Secara empiris test ini telah teruji reabilitas maupun validitasnya (sampel yang digunakan 2901 orang dari 30 negara bagian) dan dirancang untuk anak usia 6 tahun sampai dewasa.

CTONI merupakan tes non verbal yang mengukur High Order Cognitive Ability :

  • Problem solving
  • Reasoning
  • Abstract thinking

Kemampuan yang diukur adalah :

  • Penalaran logis
  • Klasifikasi kategori dan
  • Panalaran urutan

Adapun presentasi soal berupa :

  • Gambar benda yang familiar dalam kehidupan sehari-hari
  • Gambar desain geometris

Hasil akhir dari tes ini berupa indeks

  • Inteligensi non verbal (keseluruhan)
  • Inteligensi non verbal gambar
  • Inteligensi non verbal geometris

Hasil akhir dari NIQ digolongkan sebagai berikut :

  • 131 – 165 Sangat superior
  • 121 – 130 Superior
  • 111 – 120 Di atas rata-rata
  • 90 – 110 Rata-rata
  • 80 – 89 Di bawah rata-rata
  • 70 – 79 Rendah
  • 35 – 69 Sangat rendah

NIQ tinggi berarti individu memiliki kemampuan yang baik dalam :

  • Melihat hubungan perceptual, logis dan abstrak
  • Penalaran tanpa kata-kata
  • Memecahkan teka-teki mental yang melibatkan elemen progresif
  • Membentuk asosiasi yang berarti antar obyek dan antar disain geometris.

NIQ rendah berarti kesulitan dalam :

  • Menangani informasi non verbal
  • Menerima data visual
  • Mengorganisir materi-materi yang melibatkan ruang / spasial.
  • Memahami aspek abstrak dari simbol-simbol visual.

PNIQ (pictorial NIQ) adalah indeks dari pemecahan masalah dan penalaran dimana gambar-gambar obyek yang dikenal digunakan dalam tes. Karena gambar-gambar tersebut memiliki naka, maka kemungkinan individu akan menggunakan kata-kata (berbicara/berpikir dalam bentuk kata-kata) ketika melaksanakan tes. Jadi ada pengaruh dari kemampuan verbal individu.

GNIQ (Geometric NIQ) adalah indeks dari pemecahan masalah dan penalaran dimana desain-desain yang tidak dikenal digunakan dalam tes. Karena itu merupakan kemampuan non verbal yang murni. Pada umumnya PNIQ dan GNIQ berada di taraf yang sama, kemungkinan disebabkan oleh aspek kemampuan bahasa (PNIQ > GNIQ).

Penutup :

CTONI dapat menjadi alternative bagi orang tua untuk mengevaluasi kecerdasan anaknya.

Sebagai alat tes non verbal kelebihan CTONI adalah :

  • Non Language Tes : bersifat lebih universal, peran bahasa dieliminir seminimal mungkin.
  • Mengukur High Order Skills : kemampuan penalaran lebih tingi.
  • Work Limit : bukan time limit, jadi kecepatan kerja anak tidak mempengaruhi hasil.

Untuk informasi lebih lanjut seputar tes CTONI, anda dapat menghubungi : MandigaDengan Ibu UniTelp. (021) 7220153 Sumber bacaan : Examiner’s manual CTONI (Comprehensive Test of Non Verbal Intellegense), Donald D. Hammil, Nils A Pearson dan J. Lee Wiederholt, 1997, Pro-ed, Incl, Texas.

Pentingnya Pendidikan Seks Pada Anak Kebutuhan Khusus

Pentingnya Pendidikan Seks Pada Anak Kebutuhan Khusus

Email Cetak PDF

Vera Farah Bararah - detikHealth

Jakarta, Selama ini terapi yang diberikan pada anak-anak kebutuhan khusus seperti autis, sindrom Asperger dan lainnya sebatas terapi bicara dan okupasi agar si anak bisa berbicara, menulis, belajar dan bersosialisasi. Padahal pendidikan seks juga harus diajarkan pada anak kebutuhan khusus sejak dini.

"Pendidikan seks tidak selalu mengenai hubungan pasangan suami istri, tapi juga mencakup hal-hal lain seperti pemberian pemahaman tentang perkembangan fisik dan hormonal seorang anak serta memahami berbagai batasan sosial yang ada di masyarakat," ujar Dra Dini Oktaufik dari yayasan ISADD (Intervention Service for Autism and Developmental Delay) Indonesia dalam acara Tanya Jawab Seputar Autisme di Financial Hall Graha Niaga, Jakarta, Sabtu (3/4/2010).

Dini menambahkan hasrat seks merupakan suatu hal yang alamiah. Masa puber yang terjadi pada anak berkebutuhan khusus terkadang datang lebih awal dari anak normal, tapi bisa juga datang lebih lama atau mengalami keterlambatan. Dalam hal ini anak akan mengalami perubahan hormonal dan juga perubahan fisik berbeda pada anak laki-laki dan perempuan.

"Pendidikan seks jarang sekali disinggung bila berbicara mengenai autisme, mungkin karena dianggap masih tabu. Padahal pendidikan seks yang baik dapat membantu mempersiapkan si anak menjadi individu dewasa yang mandiri," ujar Gayatri Pamoedji, SE, MHc pendiri dari MPATI (Masyarakat Peduli Autis Indonesia).

Jika pendidikan seks tidak diberikan sejak dini, maka nantinya bisa menjadi masalah baik dari sisi eksternal atau internal si anak, seperti mungkin saja anak jadi memiliki kebiasaan memegang kemaluan sendiri, suka menyentuh bagian privat orang lain, tidak siap menghadapi menstruasi, masturbasi atau mimpi basah yang dapat mempengaruhi emosinya dan juga tidak dapat menjaga kebersihan daerah kemaluannya.

"Karena itu pendidikan seks menjadi sangat penting dan sebaiknya sudah dimulai sejak anak berusia 3 tahun. Tapi tentu saja si anak juga harus diberikan pelatihan mengenai kepatuhan, pengertian mengenai pemahaman perubahan fisik dan hormonal yang terjadi serta mencermati perilaku seks," ujar Dini yang menjadi praktisi terapi perilaku.

Dini menambahkan dalam memberikan pendidikan seks pada anak sebaiknya anak mengenali bagian tubuh dirinya sendiri dan jangan pernah mengeksplor tubuh orang lain. Selain itu, orangtua harus waspada dalam memberikan pemahaman mengenai perubahan fisik yang terjadi. Sedangkan dalam memberikan pemahaman mengenai perubahan hormonal bisa melalui cerita yang mudah dimengerti, karena hormon tidak dapat terlihat secara visual.

"Dalam hal ini orangtua harus dengan sabar mengajarkan anak apa saja yang boleh dan tidak boleh dilihat saat sedang berbicara, anak memahami mana yang termasuk sentukah OK dan mana yang tidak serta anak diajari mengenai social circle, yaitu anak diberitahu siapa saja yang boleh mendapatkan peluk dan cium," ungkapnya.

Orangtua harus memiliki kesadaran bahwa masalah seksual kini semakin eksis, sehingga orangtua jangan hanya terpaku pada mind setting masyarakat mengenai pendidkan formal saja.

Anak dengan kebutuhan khusus juga memerlukan pendidikan mengenai seks, karena tanpa disadari mereka juga akan mengalami hal yang sama dengan anak normal lainnya. Sedangkan pada anak kebutuhan khusus terkadang memiliki kadar emosional yang tidak stabil, sehingga harus diajarkan secara bertahap.

"Pendidikan seks harus dimulai sejak dini, karena jika tidak dilakukan sejak awal maka ada kemungkinan anak akan mendapatkan banyak masalah seperti memiliki kebiasaan suka memegang alat kemaluan sebelum tidur, suka memegang payudara orang lain atau masalah lainnya," tambah Dini.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memberikan pendidikan mengenai seks pada anak kebutuhan khusus yaitu, orangtua lebih berperan dibandingkan dengan terapis, memberikan pendidikan berdasarkan tingkat pemahaman anak dan dengan kata-kata positif, membuat rekayasa suasana sebelum anak diekspos keluar, memiliki peraturan tersendiri, menggunakan kekuatan reward (hadiah) dan bukan kekuatan hukuman.





(ver/ver)

Diet untuk Anak Autis Kurang Bermanfaat

Diet untuk Anak Autis Kurang Bermanfaat

Email Cetak PDF

Nurul Ulfah - detikHealth

Chicago,, Selama ini anak autis sering dikaitkan dengan masalah pencernaan. Anak autis sering dibilang punya usus bocor atau disebut sindrom 'leaky gut' atau 'autistic enterocolitis'. Namun kini peneliti mengatakan bahwa hal itu tidak benar. Diet bebas gluten atau kasein pun tidak akan membantu anak autis.

Dalam laporan baru-baru ini yang dimunculkan dalam Journal Pediatrics, peneliti membantah bahwa anak autis lebih banyak mengalami masalah pencernaan dibanding anak normal. Peneliti juga menyebutkan, diet khusus seperti diet bebas gluten atau kasein tidak akan membantu anak autis.

Diet khusus pada anak autis dianggap bisa meringankan gejala anak autis. Setidaknya 1 dari 5 anak autis melakukan diet khusus seperti menghindari makanan yang mengandung gluten (protein dalam terigu) atau kasein (protein yang terdapat dalam susu).

Dokter-dokter yang menangani anak autis pun banyak yang menyarankan diet khusus tersebut. Namun dengan adanya studi ini, dokter disarankan untuk tidak lagi menganjurkan diet tersebut karena dapat mengurangi asupan nutrisi untuk anak.

Seperti dilansir Suntimes, Jumat (8/1/2010), sebanyak 28 pakar yang berasal dari 12 disiplin ilmu, mulai dari psikiater anak, pakar alergi pediatrik, gastroenterologi dan ahli nutrisi sepakat bahwa perlu studi lebih lanjut untuk membuktikan hubungan antara pencernaan yang bermasalah dengan anak autis.

Namun Jenny McCarthy, seorang aktris yang juga penulis buku 'Louder Than Words' mengaku berhasil menerapkan diet khusus untuk anaknya yang seorang autis.

Penyebab autis memang masih rancu hingga saat ini. Beberapa faktor yang berpotensi jadi penyebabnya antara lain faktor genetik, leaky gut syndrom, alergi makanan, vaksin dan paparan bahan kimia beracun.

Leaky gut syndrom adalah istilah untuk kondisi dinding usus yang berubah permeabilitasnya sehingga tidak bisa menyerap atau dimasuki molekul-molekul besar seperti protein. Jika molekul tersebut masuk ke dalam usu, maka tubuh akan mengenalnya sebagai zat asing dan akan mengeluarkan respon antigen-antibodi.

Beberapa penyebab yang diduga memicu sindrom Leaky gut syndrom antara lain :

  1. Pertumbuhan jamur candida albicans dalam flora usus
  2. Penggunaan antibiotik berlebih
  3. Kekurangan hormon pencernaan
  4. Pemakaian obat (NSAIDS, antacids, ibuprofen)
  5. Konsumsi kafein dan gula berlebih
  6. Konsumsi berlebih makanan dari tepung terigu seperti roti, pasta atau kue-kue lainnya yang mengandung gandum
  7. Stres
  8. Fungsi liver yang rendah

Autis bisa menimpa hampir semua lapisan suku, ras dan sosioekonomi. Laki-laki dilaporkan lebih banyak mengalami autis dibanding perempuan dengan rasio yaitu 4 banding 1.





(fah/ir)