Wednesday, March 5, 2025

Fisabilillah

 Al Itikhat, Minggu 2 Mar 2025.


Bismillahirrahmanirrahim.


Assalamualaikum warahmatullahi wabarakaatuh.


Intisari kajian *riyadush sholihin 599*.


Dari Abu Hurairah r.a. pula dari Rasulullah s.a.w. bahwasanya ia bersabda: "Setengah daripada sebaik-baik keadaan kehidupan para manusia ialah seseorang yang memegang kendali kudanya untuk melakukan peperangan fisabilillah, ia terbang di atas punggungnya. Setiap kali ia mendengar suara gemuruh atau suara dahsyat di medan peperangan itu ia segera terbang ke sana untuk mencari supaya terbunuh atau kematian yang disangkanya bahwa di tempat suara gemuruh itulah tempatnya. Atau seorang yang memelihara kambing di puncak gunung dari beberapa puncak gunung yang ada, ataupun di suatu lembah dari beberapa lembah ini. Ia mendirikan shalat dan menunaikan zakat serta menyembah Tuhannya sehingga ia didatangi oleh keyakinan -yakni kematian-. Tidak ada dari para manusia itu kecuali dalam kebaikan." (Riwayat Muslim).


Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dan menggambarkan dua keadaan manusia yang berada dalam sebaik-baik kehidupan menurut Islam. Berikut adalah tafsirnya:


1. Mujahid yang Berjuang di Jalan Allah


Bagian pertama hadis menggambarkan seorang mujahid yang siap setiap saat untuk berperang di jalan Allah (fisabilillah). Ia selalu dalam keadaan siaga, dengan kudanya yang siap melaju kapan pun dibutuhkan. Begitu mendengar tanda peperangan, ia langsung bergerak tanpa ragu, bahkan berharap syahid di jalan Allah. Ini mencerminkan keberanian, keikhlasan, dan kesungguhan dalam membela agama.


Dalam konteks luas, bagian ini bisa dimaknai sebagai seseorang yang selalu siap berjuang demi menegakkan kebaikan dan kebenaran, bukan hanya dalam peperangan fisik, tetapi juga dalam menegakkan nilai-nilai Islam dan melawan kebatilan dengan berbagai cara.


2. Seorang yang Mengasingkan Diri untuk Beribadah


Bagian kedua hadis menggambarkan seseorang yang memilih kehidupan sederhana, menjauh dari hiruk-pikuk dunia dengan tinggal di tempat yang sunyi, seperti puncak gunung atau lembah. Ia fokus pada ibadah kepada Allah, menjalankan shalat, menunaikan zakat, dan menyembah Allah hingga ajal menjemputnya.


Ini menggambarkan sosok yang lebih memilih kehidupan zuhud (menjauh dari kesibukan dunia yang berlebihan) agar dapat beribadah dengan lebih khusyuk dan mendekatkan diri kepada Allah.


Kesimpulan dan Hikmah Hadis


1. Kedua golongan ini berada dalam kebaikan – baik yang aktif berjuang di medan jihad maupun yang memilih hidup sederhana dalam ibadah.


2. Setiap Muslim memiliki jalannya masing-masing untuk meraih kebaikan – ada yang berjuang dengan tenaga dan keberanian, ada yang beribadah dalam ketenangan.


3. Keutamaan jihad dan keutamaan ibadah secara mendalam – dua bentuk pengabdian yang sama-sama bernilai tinggi di sisi Allah.


4. Kematian yang husnul khatimah – baik dalam perjuangan atau dalam ibadah, yang terpenting adalah meninggal dalam keadaan taat kepada Allah.


Hadis ini memberikan motivasi bahwa kehidupan terbaik adalah yang dipenuhi dengan perjuangan di jalan Allah, baik dengan tindakan nyata maupun dengan ibadah yang mendekatkan diri kepada-Nya.


Semoga bermanfaat.


wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh.

Halal dan Haram

 Ikhtisar kajian.

Riyadush sholihin.

586. Dari an-Nu'man bin Basyir radhiallahu 'anhuma, katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya apa-apa yang halal itu jelas dan sesungguhnya apa-apa yang haram itupun jelas pula. Di antara kedua macam hal itu -yakni antara halal dan haram- ada beberapa hal yang syubhat -samar-samar atau tidak diketahui secara pasti halal dan haramnya-. Tidak dapat mengetahui apa-apa yang syubhat itu sebagian besar manusia. Maka barangsiapa yang menjaga dirinya dari perbuatan-perbuatan syubhat, maka ia telah melepaskan dirinya dari melakukan sesuatu yang mencemarkan agama serta kehormatannya. Dan barangsiapa yang telah jatuh dalam kesyubhatan-kesyubhatan, maka jatuhlah ia dalam keharaman, sebagaimana halnya seorang penggembala yang menggembala di sekitar tempat yang terlarang, hampir saja ternaknya itu makan dari tempat larangan tadi. Ingatlah bahwasanya setiap raja itu mempunyai larangan-larangan. Ingatlah bahwasanya larangan-larangan Allah adalah apa-apa yang diharamkan olehNya. Ingatlah bahwa di dalam tubuh manusia itu ada segumpal darah beku, apabila benda ini baik, maka baiklah seluruh badan, tetapi apabila benda ini rusak -jahat-, maka rusak -jahat- pulalah seluruh badan. Ingatlah bahwa benda itu adalah hati." (Muttafaq 'alaih) Imam-imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan hadis di atas dari beberapa jalan, pula dengan lafaz-lafaz yang hampir bersamaan.

Ada tiga hukum yang disebutkan dalam hadits di atas, yaitu (1) halal, (2) haram, dan (3) syubhat.

Hati-hati dengan syubhat dan jaga hatimu.


عَنْ أَبِي عَبْدِ اللهِ النُّعْمَان بْنِ بَشِيْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : إِنَّ الحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الَحرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ فَقَدِ اسْتَبْرَأَ لِدِيْنِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الحَرَامِ كَالرَّاعِي يَرْعَى حَوْلَ الحِمَى يُوْشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيْهِ أَلاَّ وِإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلاَ وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ أَلَا وَإِنَّ فِي الجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلُحَتْ صَلُحَ الجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ القَلْبُ – رَوَاهُ البُخَارِي وَمُسْلِمٌ


Dari Abu ‘Abdillah An-Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


“Sesungguhnya yang halal itu jelas, sebagaimana yang haram pun jelas. Di antara keduanya terdapat perkara syubhat–yang masih samar–yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Barangsiapa yang menghindarkan diri dari perkara syubhat, maka ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Barangsiapa yang terjerumus ke dalam perkara syubhat, maka ia bisa terjatuh pada perkara haram. Sebagaimana ada penggembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar tanah larangan yang hampir menjerumuskannya. Ketahuilah, setiap raja memiliki tanah larangan dan tanah larangan Allah di bumi ini adalah perkara-perkara yang diharamkan-Nya. Ingatlah di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka seluruh jasad akan ikut baik. Jika ia rusak, maka seluruh jasad akan ikut rusak. Ingatlah segumpal daging itu adalah hati (jantung).” (HR. Bukhari dan Muslim) [HR. Bukhari no. 2051 dan Muslim no. 1599]


 


Faedah Hadits

Pertama: Ada tiga hukum yang disebutkan dalam hadits di atas, yaitu (1) halal, (2) haram, dan (3) syubhat.


Pertama: Ada tiga hukum yang disebutkan dalam hadits di atas, yaitu (1) halal, (2) haram, dan (3) syubhat.


Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah mengatakan, “Hukum itu dibagi menjadi tiga macam dan pembagian seperti ini benar. Karena sesuatu bisa jadi ada dalil tegas yang menunjukkan adanya perintah dan ancaman keras jika ditinggalkan. Ada juga sesuatu yang terdapat dalil untuk meninggalkan dan terdapat ancaman jika dilakukan. Ada juga sesuatu yang tidak ada dalil tegas apakah halal atau haram. Yang pertama adalah perkara halal yang telah jelas dalilnya. Yang kedua adalah perkara haram yang telah jelas dalilnya. Makna dari bagian hadits “halal itu jelas”, yang dimaksud adalah tidak butuh banyak penjelasan dan setiap orang sudah memahaminya. Yang ketiga adalah perkara syubhat yang tidak diketahui apakah halal atau haram.” (Fath Al-Bari, 4: 291).


Sedangkan masalah (problem) dibagi menjadi empat macam:


Yang memiliki dalil bolehnya, maka boleh diamalkan dalil bolehnya.

Yang memiliki dalil pengharaman, maka dijauhi demi mengamalkan dalil larangan.

Yang terdapat dalil boleh dan haramnya sekaligus. Maka inilah masalah mutasyabih (yang masih samar). Menurut mayoritas ulama, yang dimenangkan adalah pengharamannya.

Yang tidak terdapat dalil boleh, juga tidak terdapat dalil larangan, maka ini kembali ke kaedah hukum asal. Hukum asal ibadah adalah haram. Sedangkan dalam masalah adat dan muamalah adalah halal dan boleh. (Lihat Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyyah Al-Mukhtashar karya Syaikh Sa’ad bin Nashir Asy-Syatsri, hlm. 64)


Kedua: Kebanyakan orang tidak mengetahui perkara syubhat karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan ‘kebanyakan orang tidak mengetahui perkara tersebut’. 


Ketiga: Kesamaran (perkara syubhat) bisa saja terjadi pada perselisihan ulama. Hal ini ditinjau dari keadaan orang awam. Namun kaedah syar’iyah yang wajib bagi orang awam untuk mengamalkannya ketika menghadapi perselisihan para ulama setelah ia meneliti dan mengkaji adalah ia kuatkan pendapat-pendapat yang ada sesuai dengan ilmu dan kewara’an, juga ia bisa memilih pendapat yang dipilih oleh mayoritas ulama.

Karena pendapat kebanyakan ulama itu lebih dekat karena seperti syari’at. Dan perkataan orang yang lebih berilmu itu lebih dekat pada kebenaran karena bisa dinilai sebagai syari’at. Begitu pula perkataan ulama yang lebih wara’ (mempunyai sikap kehati-hatian), itu lebih baik diikuti karena serupa dengan syari’at.“

Intinya, kalau orang awam tidak bisa menguatkan pendapat ketika menghadapi perselisihan ulama, maka hendaknya ia tinggalkan perkara yang masih samar tersebut. Jika ia sudah yakin setelah menimbang-nimbang dan melihat dalil, maka ia pilih pendapat yang ia yakini.


Keempat : Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizahullah mengatakan, “Dari sini menunjukkan bahwa janganlah kita tergesa-gesa sampai jelas suatu perkara.”


Kelima: Hadits ini menunjukkan bahwa jika seseorang bermudah-mudahan dan seenaknya saja memilih yang ia suka padahal perkara tersebut masih samar hukumnya, maka ia bisa jadi terjerumus dalam keharaman.


Semoga bermanfaat.

Minta Mati

 *Ikhtisar kajiaN*


Kitab Riyadush sholihin.


Dari Anas r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: " *Janganlah seorang dari engkau semua itu mengharapkan kematian* karena adanya bahaya yang menimpa dirinya. Tetapi jikalau ia terpaksa harus berbuat demikian, maka hendaklah ia mengucapkan: " *Ya Allah, hidupkanlah saya terus, selama hidup itu menjadi kebaikan untukku dan matikanlah saya jikalau mati itu adalah lebih untukku*." (Muttafaq 'alaih)


Berdoa meminta mati *tidak dianjurkan* karena beberapa alasan, di antaranya:

Menunjukkan keluh kesah dan tidak ridha dengan takdir Allah 

 

Tidak mendatangkan maslahat, melainkan *mafsadah* (keburukan) 

 

Berbuat baik atau berbuat buruk tidak berhak berharap untuk mati 

 

Rasulullah bersabda, "Jangan pernah salah seorang di antara kamu bercita-cita atau berdoa untuk mati, karena suatu bahaya yang menimpamu". 

 

Namun, ada pengecualian jika seseorang merasa takut agamanya rusak, maka berdoa meminta mati diperbolehkan. 

 

Jika memang harus berdoa meminta mati, maka dianjurkan untuk mengucapkan, "Ya Allah, hidupkanlah aku jika kehidupan itu baik untukku. Dan matikanlah aku jika kematian itu baik bagiku".


*Hidup tak pernah kita minta, maka mati itu sudah pasti kita jalani, dan ini harus kita terima dengan menyiapkan segala amal perbuatan*


*Semoga bermanfaat*

Ibadah yang Memiliki Pahala yang setara dengan haji.

 Ada beberapa amalan ibadah yang disebutkan dalam hadis memiliki pahala yang setara dengan haji. Berikut beberapa di antaranya:


1. Shalat Subuh Berjamaah & Dzikir Hingga Terbit Matahari


Rasulullah ﷺ bersabda:

"Barang siapa yang shalat Subuh berjamaah, lalu duduk berdzikir kepada Allah hingga matahari terbit, kemudian ia shalat dua rakaat (shalat Dhuha), maka ia mendapat pahala seperti haji dan umrah yang sempurna, sempurna, sempurna."

(HR. Tirmidzi No. 586, dinilai hasan oleh Al-Albani)


2. Pergi ke Masjid untuk Shalat Berjamaah


Rasulullah ﷺ bersabda:

"Barang siapa keluar dari rumahnya dalam keadaan suci untuk shalat wajib di masjid, maka pahalanya seperti pahala orang yang berhaji dalam keadaan ihram."

(HR. Abu Dawud No. 558, dinilai hasan oleh Al-Albani)


3. Berbakti kepada Orang Tua


Ada seorang laki-laki yang ingin berjihad bersama Rasulullah ﷺ, tetapi beliau bertanya apakah orang tuanya masih hidup. Ketika dijawab masih hidup, Rasulullah ﷺ bersabda:

"Pulanglah, dan berbaktilah kepada keduanya. Maka itu adalah hajimu dan umrahmu."

(HR. Abu Ya’la dan Al-Baihaqi, dinilai shahih oleh Al-Albani)


4. Umrah di Bulan Ramadhan


Rasulullah ﷺ bersabda:

"Umrah di bulan Ramadhan menyamai haji bersamaku."

(HR. Bukhari No. 1863, Muslim No. 1256)


Hadis-hadis ini menunjukkan bahwa Allah Maha Pemurah dalam memberikan pahala bagi orang-orang yang memiliki niat kuat beribadah meskipun tidak bisa berhaji. Semoga kita dimudahkan untuk mengamalkannya.

Tanda Tanda Orang yang mendapatkan Rahmat Allah

Orang yang mendapat rahmat Allah memiliki beberapa tanda yang bisa terlihat dalam kehidupan sehari-hari. Berikut beberapa di antaranya:

1. Hati yang Tenang dan Damai

  • Orang yang mendapat rahmat Allah hatinya dipenuhi ketenangan, tidak mudah gelisah atau putus asa meskipun menghadapi ujian hidup.
  • Ia selalu merasa cukup (qana’ah) dengan apa yang dimiliki dan tidak serakah terhadap dunia.

2. Mudah Melakukan Kebaikan

  • Ia merasa ringan dalam melakukan ibadah, seperti shalat, puasa, sedekah, dan dzikir.
  • Selalu bersemangat dalam membantu orang lain tanpa pamrih.

3. Diberi Kemudahan dalam Urusan Hidup

  • Urusannya dimudahkan oleh Allah, baik dalam pekerjaan, keluarga, maupun kehidupan sosial.
  • Jika menghadapi kesulitan, Allah selalu memberikan jalan keluar yang tidak terduga.

4. Dikelilingi oleh Orang-Orang Baik

  • Allah mempertemukannya dengan orang-orang yang sholeh dan selalu mengingatkan kepada kebaikan.
  • Dijauhkan dari teman-teman yang membawa pengaruh buruk.

5. Senang Beribadah dan Dekat dengan Al-Qur'an

  • Merasa rindu untuk shalat, membaca Al-Qur'an, dan beribadah kepada Allah.
  • Tidak merasa berat dalam menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.

6. Mudah Memaafkan dan Tidak Dendam

  • Tidak menyimpan dendam atau kebencian, selalu memaafkan kesalahan orang lain.
  • Hidupnya lebih ringan karena tidak terbebani perasaan negatif.

7. Diberikan Husnul Khatimah (Akhir yang Baik)

  • Saat meninggal, ia dalam keadaan beriman dan dalam kondisi yang baik, misalnya meninggal dalam keadaan beribadah.
  • Dikenang dengan kebaikan oleh orang-orang yang mengenalnya.

Tanda-tanda ini adalah anugerah dari Allah, dan setiap orang bisa berusaha untuk meraihnya dengan terus memperbaiki diri, memperbanyak ibadah, dan mendekatkan diri kepada Allah.