Hormon Oxytocin Hilangkan Gejala Gangguan Spektrum Autis
Hormon oxytocin (Bahasa Indonesia menulis oksitosin) menunjukkan peningkatan interaksi sosial. Harapan berkembang bahwa hormon yang dikenal untuk meningkatkan rasa kepercayaan diri juga dapat digunakan untuk mengobati autis. Hormon oxytocin telah dihubungkan dengan berbagai ciri-ciri perilaku sosial pada hewan, termasuk ikatan ibu-bayi dan seksualitas.
Hormon dan neurotransmiter juga telah menunjukkan untuk mempromosikan rasa kepercayaan diri dan sifat-sifat lainnya yang berguna secara sosial pada manusia. Sekarang bukti baru bahwa bangunan oksitosin dapat digunakan untuk mengobati orang dengan gangguan spektrum autis yang sering ditandai oleh interaksi sosial yang buruk, perilaku yang berulang, dan kurangnya komunikasi. Saat ini tidak ada penyembuhan atau perawatan khusus untuk autisme.
Dalam studi terbaru yang dipublikasikan di Proceedings of the National Academy of Sciences, sebuah tim peneliti Perancis melihat efek oxytocin pada 13 orang dewasa dengan Asperger syndrome atau high-functioning autism. Setiap orang diuji dua kali, sekali diberikan baik oksitosin ataupun plasebo dalam metode random, dan sekali lagi setelah diberikan terapi yang lain. Hasil yang pertama menunjukkan bahwa pemberian hormon dapat meningkatkan perilaku sosial.
"Dampak pada hewan adalah kuat. Dampak pada sukarelawan yang sehat kuat. Data terakumulasi pada pasien dengan autisme juga sangat kuat," kata Eric Hollander, psikiater dari Montefiore Medical Center di New York yang tidak terlibat dengan penelitian.
Elissar Andari dan Angela Sirigu, dari French national research centre (CNRS) di Bron, dan rekan-rekan mereka mengidentifikasi bahwa menghirup oxytocin meningkatkan jumlah waktu pasien dapat berfokus pada 'informatif sosial' di daerah wajah, seperti mata. Gagal untuk membuat kontak mata adalah salah satu sintom dari gangguan autistik.
Untuk meneliti apakah pengobatan benar-benar bisa memperbaiki perilaku, tim juga mendapati responden memainkan permainan yang membutuhkan kesadaran sosial. Responden diminta untuk melemparkan bola virtual ke salah satu dari tiga simulasi mitra dan menerima bola kembali. Seiring waktu, para peneliti mengubah perilaku mitra sehingga akhirnya orang akan selalu melempar bola kembali ke pemain manusia. Pasien plasebo tampaknya tidak dapat membedakan antara pemain 'baik' dan 'buruk'. Namun, setelah menghirup oxytocin, mereka mengirim lebih banyak bola ke pemain 'baik'.
"Saya pikir, kami telah menunjukkan efek yang dapat diambil secara serius. Kami punya segalanya untuk pasien ini. Potensi oxytocin. Kami yakin dalam beberapa pasien akan berhasil," kata Sirigu, direktur Pusat CNRS Cognitive Neuroscience di Bron.
Walaupun tidak memberikan bukti mamfaat dalam jangka panjang, eksperimen Sirigu adalah salah satu dari sejumlah kecil studi yang telah bersemangat di bidang autisme. Pada tahun 2007, Hollander melakukan studi yang dipublikasikan di Biological Psychiatry menunjukkan bahwa kemampuan orang dewasa untuk memproses dan mempertahankan intonasi emosional dalam sebuah kalimat menjadi membaik setelah pemberian intravena oxytocin.
Dan tahun lalu, tim yang dipimpin oleh Adam Guastella, peneliti senior dari Brain and Mind Research Institute di University of Sydney, Australia, menunjukkan bahwa pasien muda dengan autisme yang menerima oxytocin lebih baik dalam mengenali suatu tugas yang melibatkan emosi yang diekspresikan dalam foto-foto daripada mereka yang menerima placebo.
"Oxytocin adalah obat pertama untuk meningkatkan pandangan mata dan kognisi sosial pada autisme, setidaknya dalam jangka pendek. Hal ini sangat menarik karena saat ini kami tidak memiliki intervensi yang efektif untuk masalah-masalah sosial pada autisme. Penelitian ini berkembang pada langkah secara hati-hati tetapi ada sedikit keraguan bahwa dalam beberapa tahun ke depan akan ada beberapa eksperimen terkontrol secara random dengan oxytocin untuk mengobati gangguan spektrum autisme," Guastella.
Simon Baron-Cohen, Direktur Autism Research Centre di Universitas Cambridge, Inggris, mengatakan bahwa penelitian baru ini semakin menambah bukti bahwa oxytocin berhubungan dengan peningkatan keterampilan sosial untuk orang-orang dengan dan tanpa kondisi spektrum autisme. Tapi pertanyaan tetap, "Pertama, jika oxytocin memiliki jangka sangat pendek (menit atau jam) cara praktis ini sebagai berpotensi bagi 'terapi'? Kedua, meskipun tampaknya oxytocin meningkatkan keterampilan sosial, diketahui mempengaruhi sejumlah sistem lain termasuk gairah seksual dan menyusui, jadi hal ini mungkin berarti bahwa beberapa dari efek yang tidak diinginkan."
Hormon dan neurotransmiter juga telah menunjukkan untuk mempromosikan rasa kepercayaan diri dan sifat-sifat lainnya yang berguna secara sosial pada manusia. Sekarang bukti baru bahwa bangunan oksitosin dapat digunakan untuk mengobati orang dengan gangguan spektrum autis yang sering ditandai oleh interaksi sosial yang buruk, perilaku yang berulang, dan kurangnya komunikasi. Saat ini tidak ada penyembuhan atau perawatan khusus untuk autisme.
Dalam studi terbaru yang dipublikasikan di Proceedings of the National Academy of Sciences, sebuah tim peneliti Perancis melihat efek oxytocin pada 13 orang dewasa dengan Asperger syndrome atau high-functioning autism. Setiap orang diuji dua kali, sekali diberikan baik oksitosin ataupun plasebo dalam metode random, dan sekali lagi setelah diberikan terapi yang lain. Hasil yang pertama menunjukkan bahwa pemberian hormon dapat meningkatkan perilaku sosial.
"Dampak pada hewan adalah kuat. Dampak pada sukarelawan yang sehat kuat. Data terakumulasi pada pasien dengan autisme juga sangat kuat," kata Eric Hollander, psikiater dari Montefiore Medical Center di New York yang tidak terlibat dengan penelitian.
Elissar Andari dan Angela Sirigu, dari French national research centre (CNRS) di Bron, dan rekan-rekan mereka mengidentifikasi bahwa menghirup oxytocin meningkatkan jumlah waktu pasien dapat berfokus pada 'informatif sosial' di daerah wajah, seperti mata. Gagal untuk membuat kontak mata adalah salah satu sintom dari gangguan autistik.
Untuk meneliti apakah pengobatan benar-benar bisa memperbaiki perilaku, tim juga mendapati responden memainkan permainan yang membutuhkan kesadaran sosial. Responden diminta untuk melemparkan bola virtual ke salah satu dari tiga simulasi mitra dan menerima bola kembali. Seiring waktu, para peneliti mengubah perilaku mitra sehingga akhirnya orang akan selalu melempar bola kembali ke pemain manusia. Pasien plasebo tampaknya tidak dapat membedakan antara pemain 'baik' dan 'buruk'. Namun, setelah menghirup oxytocin, mereka mengirim lebih banyak bola ke pemain 'baik'.
"Saya pikir, kami telah menunjukkan efek yang dapat diambil secara serius. Kami punya segalanya untuk pasien ini. Potensi oxytocin. Kami yakin dalam beberapa pasien akan berhasil," kata Sirigu, direktur Pusat CNRS Cognitive Neuroscience di Bron.
Walaupun tidak memberikan bukti mamfaat dalam jangka panjang, eksperimen Sirigu adalah salah satu dari sejumlah kecil studi yang telah bersemangat di bidang autisme. Pada tahun 2007, Hollander melakukan studi yang dipublikasikan di Biological Psychiatry menunjukkan bahwa kemampuan orang dewasa untuk memproses dan mempertahankan intonasi emosional dalam sebuah kalimat menjadi membaik setelah pemberian intravena oxytocin.
Dan tahun lalu, tim yang dipimpin oleh Adam Guastella, peneliti senior dari Brain and Mind Research Institute di University of Sydney, Australia, menunjukkan bahwa pasien muda dengan autisme yang menerima oxytocin lebih baik dalam mengenali suatu tugas yang melibatkan emosi yang diekspresikan dalam foto-foto daripada mereka yang menerima placebo.
"Oxytocin adalah obat pertama untuk meningkatkan pandangan mata dan kognisi sosial pada autisme, setidaknya dalam jangka pendek. Hal ini sangat menarik karena saat ini kami tidak memiliki intervensi yang efektif untuk masalah-masalah sosial pada autisme. Penelitian ini berkembang pada langkah secara hati-hati tetapi ada sedikit keraguan bahwa dalam beberapa tahun ke depan akan ada beberapa eksperimen terkontrol secara random dengan oxytocin untuk mengobati gangguan spektrum autisme," Guastella.
Simon Baron-Cohen, Direktur Autism Research Centre di Universitas Cambridge, Inggris, mengatakan bahwa penelitian baru ini semakin menambah bukti bahwa oxytocin berhubungan dengan peningkatan keterampilan sosial untuk orang-orang dengan dan tanpa kondisi spektrum autisme. Tapi pertanyaan tetap, "Pertama, jika oxytocin memiliki jangka sangat pendek (menit atau jam) cara praktis ini sebagai berpotensi bagi 'terapi'? Kedua, meskipun tampaknya oxytocin meningkatkan keterampilan sosial, diketahui mempengaruhi sejumlah sistem lain termasuk gairah seksual dan menyusui, jadi hal ini mungkin berarti bahwa beberapa dari efek yang tidak diinginkan."
- Kosfeld, M. , Heinrichs, M. , Zak, P. J. , Fischbacher, U. & Fehr, E. Nature 435, 673-676 (2005).
- Andari, E. et al. Proc. Natl Acad. Sci. USA doi:10.1073/pnas.0910249107 (2010).
- Hollander, E . et al. Biol. Psychiatry 61, 498-503 (2007).
- Guastella, A. J. et al. Biol. Psychiatry doi:10.1016/j.biopsych.2009.09.020 (2009).
No comments:
Post a Comment