Sunday, December 20, 2009

Air Embun dapat Menurunkan Kolesterol


Ulfan Rahmad
18/12/2010 19:52 | Kesehatan
Liputan6.com, Jakarta: Kita mungkin pernah mendengar air embun berbeda dengan air jenis lain. Apa iya? Menurut Prof. Leonardus Broto Sugeng Kardono, PhD., APU., profesor riset bidang kimia organik LIPI, air embun terjadi dari kelembapan udara yang mengalami pengembunan. Air ini sangat murni dan tidak mengandung mineral anorganik (seperti garam dan klorida), logam berat (seperti timbal dan merkuri), dan cemaran pestisida. Itu sebabnya, air embun ideal untuk kesehatan dan kecantikan.

Bagaimana air embun bisa menyehatkan? Leonardus menjelaskan, tubuh kita perlu mineral organik yang berasal dari makanan yang dikonsumsi, seperti daging, sayur-mayur, buah, makanan laut, telur, dan lain-lain. Mineral organik dapat diproses oleh tubuh dan bermanfaat untuk kesehatan. Sebaliknya, mineral anorganik dapat memberatkan kerja ginjal dan organ-organ tubuh lain.

Dengan segala kelebihan air embun, jika kita mengonsumsinya dapat membantu tubuh menekan kadar kolesterol dan LDL, mengurangi stroke, melancarkan sirkulasi darah, mengatasi sembelit, dan mencapai berat badan ideal. Ini semua diketahui berdasarkan hasil uji pra-klinis yang dilakukan oleh Puslitbang Biomedis dan Farmasi, Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan.(http://www.preventionindonesia.com/ULF)

Sinar Matahari dan Vitamin D Kalahkan Kanker


Desliana Carolina
13/12/2010 20:01 | Penemuan Medikal
Liputan6.com, Paris: Sinar matahari dan makanan yang mengandung vitamin D dapat mengurasi risiko terserang kanker payudara hingga 43%, demikian hasil penelitian yang dilakukan oleh para ilmuwan dari the Centre for Research in Epidemiology and Population Health, seperti dilansir oleh Zee News, Ahad (12/12).

Penelitian yang melibatkan 67.721 wanita berusia 41 tahun sampai 72 tahun ini menemukan bahwa vitamin D memiliki zat antikanker yang juga dapat memperlambat penyebaran sel kanker. Wanita yang lebih sering bersentuhan dengan sinar matahari memiliki risiko terserang payudara 32-43% lebih rendah jika dibandingkan dengan mereka yang tidak.

"Hasil penelitian kami berhasil menemukan manfaat lain dari sinar matahari yang terkait dengan kanker payudara. Temuan kami menunjukkan wanita yang memiliki asupan vitamin D yang lebih tinggi akan memiliki risiko yang lebih kecil. Kami sebenarnya agak ragu untuk mempublikasikan hasil penelitian ini, mengingat kurangnya kewaspadaan masyarakat akan bahaya lain dari sinar matahari yang dapat menyebabkan kanker kulit," kata Pimpinan Penelitian the Centre for Research in Epidemiology and Population Health, Pierre Engel. (Vin)

Tabir Surya Efektif Tangkal Kanker Kulit


Penulis : prita daneswari

Tabir Surya Efektif Tangkal Kanker Kulit

nydailynews.com

MELALUI sebuah studi, para peneliti asal Australia berhasil membuktikan bahwa penggunaan tabir surya secara rutin atau setiap hari mampu mencegah melanoma atau kanker kulit yang tergolong mematikan pada orang dewasa.

Sebelumnya, pemakaian tabir surya dalam upaya mencegah penyakit kanker kulit memang sudah umum, tapi keefektifannya masih diperdebatkan. Peneliti dari Institut Ilmu Kesehatan Queensland (QIMR) pun melakukan studi terhadap 1.621 penduduk Queensland yang terpilih.

Separuh dari partisipan memakai tabir surya setiap hari dan separuhnya lagi tak rutin memakai tabir surya. Setelah 15 tahun, jumlah partisipan yang mengidap melanoma dari kelompok yang tak rutin memakai tabir surya dua kali lipat lebih banyak dsri pada jumlah penderita melanoma pada kelompok yang mamakai tabir surya setiap hari.

"Penemuan ini menunjukkan adanya jaminan kepada para ahli kesehatan, profesional medis, dan publik bahwa menggunakan tabir surya secara rutin mempu memberikan manfaat dari perlindungan terhadap melanoma," kata ketua penelitian Adele Green.

"Namun meski tabis surya penting bagi pencegahan kanker kulit, itu bukanlah solusi keseluruhan. Anda mesti tetap menjalani perawatan kulit lainnya," tambah Green. (Pri/OL-06)

Vaksin Baru Atasi Kanker Kulit


Penulis : Ikarowina Tarigan

Vaksin Baru Atasi Kanker Kulit

wordpress.com

PENGOBATANmelanoma, satu jenis kanker kulit, telah mengalami pencerahan. Sebuah studi dari melanoma medical oncology di the University of Texas M.D. Anderson Cancer Center, Houston, menemukan untuk pertama kalinya, vaksin yang berfungsi melatih sistem kekebalan tubuh untuk mencari dan menyerang sel-sel kanker. Vaksin ini terbukti bisa mengecilkan tumor pada pasien pengidap melanoma. Selain itu, dalam studi yang melibatkan 185 pasien melanoma ini, vaksin yang diuji coba terbukti bisa memperpanjang waktu pasien terbebas dari sel-sel kanker sebelum sel kanker tumbuh kembali.

"Ada juga indikasi yang menunjukkan bahwa pasien yang diberikan vaksin hidup lebih lama, tapi perkembangan pasien perlu diikuti lebih lama sebelum peneliti bisa memastikannya," terang salah seorang peneliti Patrick Hwu, MD, seperti dikutip situs webmd.

Cara kerja vaksin

Berbeda dengan vaksin HPV yang berfungsi mencegah kanker serviks pada perempuan sehat, vaksin melanoma didisain untukmereka yang telah mengidap kanker. Vaksin ini diberikan sekalian dengan interleukin-2, atau IL-2, pengobatan standar untuk kanker kulit. IL-2 menstimulus sistem kekebalan tubuh untuk menyerang dan membunuh sel-sel kanker. Dengan penanganan ini, 1 dari 4 pasien kanker kulit stadium lanjut mengalami pengecilan tumor.

Vaksin ini mengandung zat yang disebut gp100, yang secara alami juga ada di permukaan sel-sel kanker melanoma. Idenya, sistem kekebalan tubuh akan melihat zat ini sebagai ancaman dan mengundang serangan yang bahkan lebih kuat dalam melawan sel-sel kanker.

"Vaksin ini bisa membawa sistem kekebalan tubuh ke dalam tempat pelatihan pasukan. Selanjutnya, interleukin-2 akan menggandakan mereka menjadi sebuah pasukan," terang Hwu.

Melanoma merupakan salah satu kanker kulit yang paling mematikan. Berdasarkan data dari American Cancer Society, di Amerika Serikat saja tahun ini diperkirakan ada 68.720 kasus baru dan 8.650 kematian akibat penyakit ini.

Vaksin melanoma mengecilkan tumor

Dalam studi yang dipresentasikan di acara pertemuan tahunan American Society of Clinical Oncology ini, pasien melanoma stadium lanjut diberikan suntikan vaksin atau placebo, diikuti dengan 4 hari penanganan interleukin-2 ke dalam pembuluh darah. Proses ini dilakukan setiap 3 minggu hingga tumor mengecil dan kanker membaik.

Pasien yang menerima vaksin dengan interleukin lebih banyak mengalami pengecilan tumor (22%) dibandingkan pasien yang hanya menerima interleukin saja (10%). Vaksin juga memperpanjang waktu hingga kanker mulai tumbuh kembali, sekitar 1 1/2 bulan untuk interleukin-2 saja dan hampir 3 bulan pada mereka yang memadukan interleukin-2 dengan vaksin melanoma tersebut.

"Kedengarannya tidak banyak, tapi ini sangat bermakna," terang Len Lichtenfeld, MD, deputy medical director American Cancer Society.

Menurut Louis M. Weiner, MD, ketua Lombardi Comprehensive Cancer Center di Washington, D.C., studi ini merupakan seri terbaru yang menunjukkan kalau sistem kekebalan tubuh bisa digerakkan untuk melawan kanker.

"Banyak dari kita meyakini kalau pendekatan kombinasi yang melibatkan serangan sistem kekebalan tubuh terhadap sel-sel kanker akan terbukti lebih bermanfaat dalam mengontrol kanker seperti melanoma," ujar Weinar.

Menurut Hwu, mereka akan melakukan langkah selanjutnya dengan melakukan percobaan yang lebih besar dengan waktu yang lebih lama. Selain itu, timnya juga berusaha mencari bahan pemacing lain, dalam bentuk agen yang berfungsi melemahkan sistem kekebalan tubuh.

"Dengan begitu, pasukan sistem kekebalan tubuh akan memperbanyak diri tanpa bersifat membahayakan, dan diharapkan bisa membunuh lebih banyak sel-sel kanker," terang Hwu.

Deteksi Dini Cegah Kematian Akibat kanker Serviks


Penulis : Ikarowina Tarigan

Deteksi Dini Cegah Kematian Akibat kanker Serviks

cansurvivesupportgroup.org

PURWATI Pangestuti sama sekali tidak merasakan gejala kelainan apapun sebelum hasil pap smear menunjukkan kalau dia mengalami kelainan pada serviks. Ibu yang bekerja di salah satu perusahaan swasta di Jakarta ini mengaku selalu melakukan check-up rutin dari kantor setiap tahun termasuk pap smear."Saya sudah melakukan pap smear selama 10 tahun dan tidak pernah terdeteksi apa-apa," terang Purwati. Karena itu, begitu hasil tes pap smear menunjukkan kelainan 1 tahun lalu, Purwati memutuskan melakukan pap smear ulang ke Yayasan Kanker Indonesia.

Hasilnya, terang dia, dokter mengkhawatirkan adanya kelainan dan meminta dia melakukan pemeriksaan ulang. Selanjutnya, Purwati kembali melakukan pap smear di Rumah Sakit Umum Persahabatan."Dan saya lega karena hasilnya negatif," terang Purwati. Meskipun lega, hasil yang berbeda-beda membuat Purwati bingung dan memutuskan melakukan pap smear ulang dan hasilnya positif kanker serviks."Jarak pap smear pertama dengan keempat ada 9 bulan, tanpa ada tahapan tiba-tiba kanker serviks saya sudah ganas," ujar Purwati."Saya saja yang rutin pap smear bisa begitu, bagaimana yang tidak pap smear?"

Menurut dr. Tofan Widya Utami SpOG dari departemen obstetri/ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI-RSCM), sifat kanker serviks yang tidak memiliki gejala-gejala awal serta waktu perkembangannya menjadi kanker yang terhitung lama (3-17 tahun), seringkali menjadi penyebab kanker ditemukan dalam stadium lanjut. Dan menempatkan kanker ini sebagai salah satu penyebab kematian utama perempuan, baik di dunia maupun di Indonesia.

Di dunia, terang Tofan, setiap 2 menit seorang perempuan meninggal akibat kanker serviks. Di Indonesia sendiri, lanjut dia, setiap satu jam 1 orang perempuan meninggal akibat kanker serviks."Ada 40-45 kasus baru per hari dengan angka kematian 20-25 orang per harinya," ujar Tofan dalam acara seminar bertema Risk of Cervical Cancer di Jakarta, Selasa (26/5).

Kanker serviks, terang Tofan, disebabkan oleh infeksi human papilloma virus (HPV). Virus ini, terang Tofan lagi, terdiri dari lebih 100 tipe. Akan tetapi, lanjut dia, tipe 16, 18, 45, 31, dan 52 merupakan penyebab lebih dari 80% kanker serviks."Tipe 16 dan 18 merupakan penyebab 97% kasus kanker serviks di Indonesia," terang Tofan.

Perempuan, terang Tofan, rentan terinfeksi HVP. Hingga 80% perempuan akan terinfeksi HPV semasa hidupnya. Dan 50% merupakan virus HPV yang bisa menimbulkan kanker. Akan tetapi, terang dia, biasanya sebagian besar infeksi akan sembuh dengan sendirinya. Kebanyakan infeksi HVP, terang Tofan, akan bertahan selama 8 bulan kemudian menghilang. Namun, sesudah 2 tahun masih ada 10% perempuan yang terdiagnosis adanya HVP di vagina dan
serviksnya.

Perkembangan infeksi ini, terang Tofan, akan dipicu menjadi kanker dengan adanya berbagai faktor pendukung seperti menikah muda, kehamilan yang sering, merokok, penggunaan kontrasepsi oral jangka panjang, serta infeksi
menular seksual."Jangan biarkan anak menikah di bawah usia 20 tahun," tegas Tofan. Di bawah usia 20 tahun, terang Tofan, sel epitel serviks masih labil. Dan jika terekspose, lanjut Tofan, bisa mengubah perangai sel.

Selain itu, lanjut Tofan, melahirkan secara normal lewat vagina juga bisa menyebabkan cidera serviks. Bagi perokok, terang dia lagi, risiko mengalami kanker serviks 2 kali lebih besar dibandingkan mereka yang tidak perokok. Dan penggunaan pil kontrasepsi, lanjut dia, sebaiknya tidak terlalu lama, maksimal 8 tahun.

Tindakan pencegahan hindari kematian akibat kanker serviks

Jika ditemukan di tahap awal, terang Tofan, angka kesembuhan bisa mencapai 100%. Karena itu, lanjut dia, setiap perempuan sebaiknya melakukan tindakan pencegahan dengan melakukan vaksinasi. Vaksinasi ini, menurut dia, akan berfungsi membentuk antigen yang berfungsi melawan HPV. Sistem imun kita, terang Tofan, sangat lemah dan tidak peka terhadap HPV. Karena itu diperlukan vaksinasi."Vaksin bisa melindungi kita hingga 80%."

Selain vaksinasi, Tofan menjelaskan lebih jauh, tindakan pap smear, bagi yang sudah pernah melakukan hubungan intim, bisa mendeteksi kelainan pra kanker."Jika masih ditemukan pada tahap ini, masih bisa sembuh 100%."

Intinya, terang Tofan, setiap perempuan tanpa pandang usia dan gaya hidup bisa terserang kanker serviks. Karena itu, untuk menurunkan angka kematian akibat kanker ini, ada baiknya melakukan tindakan pencegahn dengan memadukan vaksinasi dengan tindakan screening seperti pap smear.

Angka Kematian Kanker Leher Rahim Masih Tinggi


Penulis : Purwanti

Angka Kematian Kanker Leher Rahim Masih Tinggi

glittyknittykitty.co.uk/images

Ternyata kesadaran masyarakat Indonesia akan bahaya kanker serviks (kanker leher rahim) masih rendah. Hal ini dibuktikan dengan adanya survei mengenai penyakit yang disebabkan oleh Human Papiloma Virus (HPV). Dari 40 ribu kasus baru kanker serviks di Asia Tenggara, 22 ribu diantaranya meninggal dunia. Menurut data Globocan pada tahun 2002, prevalensi kasus baru kanker seviks sebesar 15.050 dengan angka kematian 7.566.

"Dengan tingginya angka kematian bagi para penderita kanker seviks, menunjukkan masih kurangnya kesadaran masyarakat terhadap bahaya kanker jenis ini," ujar Dr. dr. Dwiana Ocviyanti, Sp.OG (K), spesialis obstetri dan Ginekologi RSCM/FK-UI dalam seminar awam bertajuk 'Saya Pikir Kanker Serviks Tidak Mungkin Saya Derita' beberapa waktu lalu di Jakarta.

Dokter yang biasa di sapa Ovi ini juga menambahkan perlunya kesadaran masyarakat tentang bahaya penyakit ini, "Kanker serviks tidak hanya berisiko kepada wanita yang suka berganti-ganti pasangan, tapi ibu rumah tangga yang selalu berada dirumah pun juga memiliki risiko yang sama," ujar Ovi.

Menurut data dari WHO, setiap tahun di seluruh dunia sebanyak 490 ribu perempuan didiagnosa menderita kanker serviks, 240 ribu diantaranya meninggal dunia dengan prevalensi 80% terjadi di negara Berkembang termasuk Indonesia. "Jumlah yang terdiagnosa saja sudah sebanyak itu, bagaimana dengan yang tidak terdiagnosa," kata Ovi.

Penyebab Kanker serviks adalah HPV. Ada sekitar 100 tipe HPV, namun hanya sekitar 30 tipe HPV yang mengenai daerah kelamin. HPV tipe-tipe tertentu dapat menyebabkan kenker serviks, sementara sebagian yang lain dapat menyebabkan penyakit HPV lainnya seperti kutil kelamin (genital wartz). HPV yang dapat mengakibatkan kanker serviks adalah HPV tipe 6, 11, 16 & 18.

"HPV sangat mudah menular, ada beberapa kasus yang ditularkan melalui kontak seksual seperti penggunaan handuk atau penggunaan toilet umum," tambah Ovi.

Muncul Tanpa Gejala

Tidak ada tanda atau gejala khusus saat virus ini menginfeksi. Hal inilah yang membuat kebanyakan penderita kanker serviks baru melakukan pemeriksaan setelah dirinya terinfeksi," ujar Ovi. Separuh dari wanita yang didiagnosa menderita kanker serviks berusia 35-55 tahun, namun kebanyakan diantara mereka mungkin terinfeksi saat usia mereka masih muda.

"Karena perjalanan HPV sampai ia menyebabkan kanker serviks cukup panjang, yakni sekitar 20 tahun. Jadi, bila ia terdiagnosa kanker pada usia 35 tahun, bisa jadi ia HPV sudah hinggap ditubuhnya ketika ia berusia 15 tahun," kata Ovi.

Pencegahan Primer dan Sekunder

Agar wanita terhindar dari kanker serviks, perlu dilakukan pencegahan primer dan pencegahan sekunder. Pencegahan primer sendiri dapat dilakukan dengan cara mencegah seseorang terkena penyakit tertentu, seperti dengan edukasi atau pendidikan mengenai penyakit ini.

Selain itu, pencegahan melalui vaksin juga sangat direkomendasikan. Pencegahan dengan metode vaksin dinilai cukup efektif, tingkat keberhasilan pencegahan HPV dengan vaksin bisa mencapai 98%. "Semua wanita bisa divaksin, mulai dari anak usia 9 - 26 tahun," kata Ovi.

Namun yang masih jadi kendala adalah mahalnya harga vaksin HPV, yakni sekitar Rp 4-5 juta untuk tiga kali suntikan vaksin. "Bagaimanapun juga, mencegah lebih murah dari pada mengobati," tambah Ovi.

Sedangkan untuk pencegahan sekunder, yakni tindakan yang dilakukan untuk mendeteksi secara dini sehingga dapat memperlambat atau menghentikan suatu penyakit pada tahap dini.

"Contohnya dengan pemeriksaan pap smear, atau Invektion Visual Asetat (IVA)," tambah Ovi. Untuk pap smear maupun IVA biayanya murah dan dapat dijangkau. Pemeriksaan dengan pap smear maupun IVA dapat dilakukan paling tidak satu tahun sekali secara teratur baik.

"Baik vaksin dan pap smear maupun IVA dapat dilakukan di rumah sakit atau puskesmas dengan dokter kandungan atau bidan-bidan terlatih," kata Ovi.

Korban Kanker Serviks masih Tinggi


Penulis :

Korban Kanker Serviks masih Tinggi

stoke.xchng

Kanker serviks atau kanker mulut rahim masih merupakan perhatian besar di negara-negara berkembang. Vaksin pencegahnya belum banyak dijangkau karena harganya yang relatif mahal. Lebih dari separuh jumlah penduduk di negara-negara berkembang tidak mampu membayar vaksin tersebut.

Menurut Center for Disease Control (CDC) di Amerika Serikat, jumlah penderita kanker serviks sudah berkurang selama satu dekade terakhir di negara-negara maju. Tapi di negara-negara berkembang, kanker satu ini malah meningkat jumlah penderitanya. Terutama di negara-negara Afrika Timur, Zambia, dan Swaziland.

Jumlah penderita kanker serviks bertambah sepuluh kali lipat di negara-negara tersebut jika dibandingkan dengan penderita di negara-negara berkembang lainnya. Sumber lain menyatakan seperti ditulis dalam Healthnews.com, kanker serviks sangat banyak diderita kaum perempuan India dan China. Sekitar 80% perempuan yang meninggal karena kanker serviks adalah perempuan yang tinggal di negara-negara berkembang. Sebesar 27% dari keseluruhan kasus kanker serviks terjadi di India.

Menurut sebuah penelitian baru-baru ini, jumlah perempuan penderita kanker serviks di Amerika Latin dan Karibia yang meninggal setiap tahunnya mencapai 33 ribu orang. Angka kematian itu bisa terus meningkat menjadi 70 ribu per tahun pada 2030 jika tidak ada upaya yang dilakukan untuk menanggulangi dan mencegah meluasnya penderita kanker serviks.

Periset dan para ahli sepakat, program-program pencegahan seperti skrining dan kampanye, serta vaksin dengan harga terjangkau, mampu mencegah bertambahnya penderita kanker serviks. Program lain yang disarankan adalah pelayanan klinik gratis untuk kaum perempuan dan pendidikan kesehatan reproduksi yang diyakini mampu mengurangi angka kematian akibat kanker serviks sekaligus mengurangi biaya perawatan.

Human Papiloma Virus (HPV) yang menjadi penyebar kanker serviks ditularkan secara seksual. Virus ini menginfeksi 20%-30% perempuan muda di Amerika Latin dan Karibia. Di Amerika Serikat, harga vaksin HPV mencapai 360 dolar. Di 'Negeri Paman Sam' itu, hanya sekitar 2,5% dari penderita kanker yang meninggal karena kanker serviks. Sebaliknya di Haiti, angka kematiannya bisa mencapai 49%. Negara-negara lain dengan angka kematian tertinggi akibat kanker serviks meliputi Bolivia, Paraguay, Belize, Peru, Guyana, Nikaragua, El Salvador, Kolombia, dan Venezuela.

Kanker Lebih Agresif di Usia Muda


Penulis : Ikarowina Tarigan

Kanker Lebih Agresif di Usia Muda

newsx.com

KALAU Anda masih muda dan mengidap kanker payudara, ada baiknya berobat dengan lebih intensif. Walaupun sudah menunjukkan tanda kesembuhan, jangan lupa untuk terus melakukan pemeriksaan dan pengobatan hingga selesai. Pasalnya, sebuah penelitian menunjukkan, perempuan pengidap kanker payudara yang berusia di bawah 35 tahun lebih rentan untuk mengalami kanker kembali setelah pengobatan dibandingkan perempuan dengan usia yang lebih tua.

Berdasarkan studi, hal ini disebabkan oleh jenis pengobatan (treatment) yang diterima oleh pasien kanker payudara usia muda. Menurut peneliti, kemungkinan kanker kambuh lebih kecil pada perempuan yang menerima pengobatan mastektomi dan radiasi dibandingkan pasien yang hanya menerima satu pengobatan, mastektomi atau terapi pemeliharaan payudara saja.

Penemuan ini diperoleh berdasarkan hasil penelitian terhadap 652 pasien pengidap kanker payudara di University of Texas M. D. Anderson Cancer Center, selama lebih dari 30 tahun. Pasien berusia 35 tahun atau lebih muda. 197 dari pasien menerima terapi pemeliharaan payudara, 237 pasien menerima mastektomi, dan 234 pasien melakukan mastektomi dan radiasi.

Secara keseluruhan, terang peneliti, angka kemungkinan kambuh kembali berbeda pada ketiga kelompok. Angka kemungkinan kambuh pada pasien yang melakukan mastektomi dan radiasi lebih kecil (15.1%) dibandingkan dengan pasien yang hanya melakukan terapi pemeliharaan payudara (19.8%) dan pasien yang hanya melakukan mastektomi saja (24.1%).

Pasien dengan kanker tahap awal (stadium I) juga mendapatkan hasil sama dengan terapi pemeliharaan payudara dan mastektomi. Tetapi, terang peneliti, penambahan kemoterapi akan lebih menguntungkan."Sedangkan pasien dengan kanker stadium II menerima kontrol terbaik dengan melakukan terapi mastektomi ditambah radiasi," tulis para peneliti di International Journal of Radiation Oncology, Biology, and Physics, seperti yang dikutip oleh foxnews.com

"Kekambuhan kanker payudara setelah melakukan pengobatan optimal masih menjadi masalah utama," terang pemimpin studi Dr. Beth M. Beadle dari Universitas Texas.

Studi-studi sebelumnya telah menunjukkan, hasil pengobatan kanker payudara pada pasien yang lebih muda selalu lebih buruk dibandingkan mereka yang mengidap kanker payudara di usia yang lebih tua.

Walaupun alasannya belum jelas, para ahli menduga hal ini disebabkan karena kanker pada perempuan muda lebih agresif. "Semoga studi kami bisa membantu para pakar terapi onkologi untuk merencanakan terapi terbaik pada pasien kanker payudara yang berusia lebih muda," terang Beadle.

Kanker Lebih Agresif di Usia Muda


Penulis : Ikarowina Tarigan

Kanker Lebih Agresif di Usia Muda

newsx.com

KALAU Anda masih muda dan mengidap kanker payudara, ada baiknya berobat dengan lebih intensif. Walaupun sudah menunjukkan tanda kesembuhan, jangan lupa untuk terus melakukan pemeriksaan dan pengobatan hingga selesai. Pasalnya, sebuah penelitian menunjukkan, perempuan pengidap kanker payudara yang berusia di bawah 35 tahun lebih rentan untuk mengalami kanker kembali setelah pengobatan dibandingkan perempuan dengan usia yang lebih tua.

Berdasarkan studi, hal ini disebabkan oleh jenis pengobatan (treatment) yang diterima oleh pasien kanker payudara usia muda. Menurut peneliti, kemungkinan kanker kambuh lebih kecil pada perempuan yang menerima pengobatan mastektomi dan radiasi dibandingkan pasien yang hanya menerima satu pengobatan, mastektomi atau terapi pemeliharaan payudara saja.

Penemuan ini diperoleh berdasarkan hasil penelitian terhadap 652 pasien pengidap kanker payudara di University of Texas M. D. Anderson Cancer Center, selama lebih dari 30 tahun. Pasien berusia 35 tahun atau lebih muda. 197 dari pasien menerima terapi pemeliharaan payudara, 237 pasien menerima mastektomi, dan 234 pasien melakukan mastektomi dan radiasi.

Secara keseluruhan, terang peneliti, angka kemungkinan kambuh kembali berbeda pada ketiga kelompok. Angka kemungkinan kambuh pada pasien yang melakukan mastektomi dan radiasi lebih kecil (15.1%) dibandingkan dengan pasien yang hanya melakukan terapi pemeliharaan payudara (19.8%) dan pasien yang hanya melakukan mastektomi saja (24.1%).

Pasien dengan kanker tahap awal (stadium I) juga mendapatkan hasil sama dengan terapi pemeliharaan payudara dan mastektomi. Tetapi, terang peneliti, penambahan kemoterapi akan lebih menguntungkan."Sedangkan pasien dengan kanker stadium II menerima kontrol terbaik dengan melakukan terapi mastektomi ditambah radiasi," tulis para peneliti di International Journal of Radiation Oncology, Biology, and Physics, seperti yang dikutip oleh foxnews.com

"Kekambuhan kanker payudara setelah melakukan pengobatan optimal masih menjadi masalah utama," terang pemimpin studi Dr. Beth M. Beadle dari Universitas Texas.

Studi-studi sebelumnya telah menunjukkan, hasil pengobatan kanker payudara pada pasien yang lebih muda selalu lebih buruk dibandingkan mereka yang mengidap kanker payudara di usia yang lebih tua.

Walaupun alasannya belum jelas, para ahli menduga hal ini disebabkan karena kanker pada perempuan muda lebih agresif. "Semoga studi kami bisa membantu para pakar terapi onkologi untuk merencanakan terapi terbaik pada pasien kanker payudara yang berusia lebih muda," terang Beadle.

Para Ahli Temukan Gen Penyebab Penyebaran Kanker


Penulis : Ikarowina Tarigan

Para Ahli Temukan Gen Penyebab Penyebaran Kanker

bp3.blogger.com

Para ahli dari Amerika Serikat menemukan satu gen yang berperan penting dalam meningkatkan kemungkinan penyebaran sel kanker payudara dan meningkatkan resistensi kanker terhadap kemoterapi.

Mereka menemukan bahwa orang-orang yang mengidap kanker ganas mempunyai perubahan genetik yang tidak normal pada satu sel yang disebut dengan MTDH, obat-obatan yang bisa menghambat gen ini bisa mencegah sel tumor mengalami metastasi atau penyebaran, serta meningkatkan harapan hidup pengidap kanker payudara.

"Penemuan ini merupakan pencerahan dalam upaya pengembangan obat yang dapat menghambat metastasi," kata dr. Michael Reiss dari The Cancer Institute New Jersey di New Brunswick.

Menghentikan penyebaran kanker sangatlah penting, mengingat 98% pasien yang kankernya belum menyebar dapat bertahan hidup selama 5 tahun ke depan atau lebih sedangkan hanya 27% pasien yang kankernya telah menyebar, mampu bertahan hidup.

Reiss dan Yibin Kang dari Universitas Princeton menggunakan beberapa pendekatan penelitian yang berbeda untuk menemukan gen ini, yang membuat sel-sel tumor tetap berada di pembuluh-pembuluh darah, jauh dari organ-organ lain.

Para peneliti menggunakan data dari komputer mengenai tumor payudara dan menemukan bahwa pada orang-orang yang mengidap kanker payudara ganas, terdapat banyak segmen kecil dari kromosom 8 manusia.

Pada sebagian besar DNA normal hanya terdapat 2 kopi gen, sedangkan pada tumor payudara terdapat 8 kopi segmen gen tersebut. Tim peneliti kemudian memriksa sampel dari 250 pasien untuk melihat ketidaknormalan genetik dan menemukan bahwa gen MTDH terlalu aktif dan berperan dalam tumor-tumor ganas.

Ada di setiap sel

"Gen ini ada di setiap 1 dari 4 sel," kata Kang," Bagaimanapun, tumor mendapatkan jumlah kopi ekstra dan menjadi berlebihan. Kami melihat 30-40% tumor kelebihan gen ini."

Para peneliti kemudian menginjeksi tikus percobaan dengan sel-sel tumor dari pasien yang mengalami perubahan genetik ini dan menemukan bahwa tikus-tikus ini juga membentuk tumor yang cenderung bersifat menyebar. Tumor-tumor ini juga cenderung resisten dengan pengunaan obat kemoterapi tradisional, seperti paclitaxel.

Tetapi, saat mereka mengubah tumor-tumor ini secara genetik, dengan menghambat gen MTDH, sel-sel tumor jadi kurang mampu menyebar dan lebih mudah ditangani dengan kemoterapi. Kang mengatakan, dia sangat berharap penemuan ini akan mendorog penemuan obat yang tidak hanya mencegah penyebaran kanker, tetapi juga obat yang membuat kanker lebih responsif terhadap pengobatan.

"Jika kita memiliki obat untuk menghambat jenis gen ini, itu bisa berfungsi ganda," kata Kang.

Menurut Kang, MTDH juga berperan dalam jenis kanker lainnya termasuk kanker prostat."Gen ini sepertinya mempunyai pengaruh yang luas," terang Kang.

Selain itu, menurut kang, ada kemungkinan untuk mengembangkan antibodi untuk menetralkan keaktifan gen MTDH. "Penemuan ini telah menarik perhatian para pembuat obat, saya optimis kami akan mencoba mengembangkan obat secepat mungkin," kata Kang.