Monday, October 6, 2025

Peringatan Tentang Kematian.

 



🕊️ Peringatan Tentang Kematian.

(باب في ذكر الموت وشدائده)
Oleh: M. Djoko Ekasanu


Peringatan tentang kematian

Imam Abu Laits As-Samarqandi berkata:

اعلموا رحمكم الله أن الموت أشد من ضرب السيف، لأن ألم ضرب السيف يشعر به الإنسان، وألم الموت لا يشعر به أحد إلا الميت.

Artinya:
“Ketahuilah — semoga Allah merahmati kalian — bahwa kematian itu lebih dahsyat daripada pukulan pedang. Sebab, rasa sakit terkena pedang dapat dirasakan oleh manusia, sedangkan rasa sakit kematian tidak ada yang mengetahuinya selain orang yang mengalaminya.”

🔹 Maknanya:
Tidak ada penderitaan dunia yang dapat dibandingkan dengan sakratul maut. Pukulan pedang, sakit gigi, luka parah — semuanya tidak sebanding dengan beratnya ruh dicabut dari seluruh urat dan sendi tubuh.

--------

📰 Ringkasan Redaksi Asli

Imam Abu Laits As-Samarqandi dalam Tanbihul Ghafilin menulis:

اعلموا رحمكم الله أن الموت أشد من ضرب السيف، لأن ألم ضرب السيف يشعر به الإنسان، وألم الموت لا يشعر به أحد إلا الميت.

Artinya:
“Ketahuilah — semoga Allah merahmati kalian — bahwa kematian itu lebih dahsyat daripada pukulan pedang. Sebab, rasa sakit terkena pedang dapat dirasakan oleh manusia, sedangkan rasa sakit kematian tidak ada yang mengetahuinya selain orang yang mengalaminya.”


🌿 Maksud dan Hakekat

Imam As-Samarqandi ingin menggugah hati manusia agar sadar bahwa kematian bukan sekadar peristiwa biologis, melainkan peralihan dari dunia fana menuju alam kekekalan. Penderitaan sakratul maut merupakan penghapus kesombongan dan penyaring keimanan sejati. Tidak ada satu pun makhluk yang dapat memahami kepedihannya selain orang yang mengalaminya sendiri.


📖 Tafsir dan Makna Judul

“Bab Tentang Mati dan Penderitaannya” berarti pembahasan tentang proses perpisahan ruh dari jasad dan betapa beratnya ujian tersebut. Dalam tasawuf, kematian bukan sekadar akhir, tetapi awal dari perjumpaan hakiki dengan Allah.

“Mati adalah tirai terakhir yang menghalangi seorang hamba dari pandangan terhadap Tuhannya.”
— Imam al-Ghazali


🎯 Tujuan dan Manfaat

  1. Menghidupkan kesadaran akan kefanaan dunia.
  2. Mendorong manusia memperbanyak amal sebelum ajal datang.
  3. Menanamkan rasa takut yang menumbuhkan cinta dan harap kepada Allah.
  4. Mengajarkan makna husnul khatimah — kematian yang baik.
  5. Menghapus kelalaian yang membuat manusia terbuai oleh dunia.

🕰️ Latar Belakang Masalah di Zaman Imam As-Samarqandi

Pada masa itu (abad ke-4 H), umat Islam mulai dilanda kelalaian spiritual dan cinta dunia. Banyak orang mengejar harta, jabatan, dan kemewahan, sementara masjid-masjid mulai sepi. Maka, Tanbihul Ghafilin disusun untuk “menegur orang yang lalai” agar kembali kepada jalan Allah.


💔 Intisari Masalah

Manusia sering menunda taubat, padahal kematian datang tanpa tanda.
Kematian adalah penghapus segala kesenangan dunia dan pembuka tabir kebenaran.

“Cukuplah mati menjadi penasihat.” (Hadis riwayat Ibnu Hibban)


🔥 Sebab Terjadinya Masalah

  1. Hati tertutup oleh dunia dan syahwat.
  2. Lupa akan tujuan hidup (ibadah kepada Allah).
  3. Tidak mengingat mati dan akhirat.
  4. Jarang merenungi nasib di alam kubur.

📜 Dalil Al-Qur’an dan Hadis

Al-Qur’an:

"Kullu nafsin dzāiqatul maut."
“Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati.”
(QS. Ali ‘Imran: 185)

"Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya, itulah yang kamu selalu lari darinya."
(QS. Qaf: 19)

Hadis:

Rasulullah ﷺ bersabda:
“Perbanyaklah mengingat penghancur segala kenikmatan (yakni kematian).”
(HR. Tirmidzi)


🧩 Analisis dan Argumentasi

Sakratul maut bukan hanya penderitaan fisik, tetapi juga perpisahan antara cinta dunia dan harapan akhirat.
Menurut Imam al-Ghazali, rasa sakitnya melebihi semua sakit yang dirasakan manusia, karena seluruh urat tubuh, nadi, dan sendi ditarik oleh ruh secara bersamaan.

Orang yang beriman menghadapi kematian dengan senyum, sebab ia melihat rahmat Allah di ujung kehidupannya;
sedang orang kafir menjerit karena menyaksikan murka Allah.


🌏 Relevansi Saat Ini

Di zaman modern, manusia sibuk mengejar teknologi, harta, dan popularitas, namun lupa mempersiapkan kematian.
Peringatan Imam As-Samarqandi relevan bagi masyarakat yang hidup dalam hedonisme dan ketakutan kehilangan dunia.
Kematian seharusnya menjadi kompas rohani, bukan momok yang dihindari.


🌹 Hikmah

  1. Kematian menghapus kesombongan dan menumbuhkan tawadhu.
  2. Mengingat mati membuat amal menjadi ikhlas.
  3. Sakitnya sakratul maut membersihkan dosa orang beriman.
  4. Mati menjadi pintu menuju rahmat Allah bagi yang mempersiapkan diri.

🤲 Muhasabah dan Caranya

  1. Ziarah kubur secara rutin untuk melembutkan hati.
  2. Membaca Yasin dan Al-Mulk setiap malam.
  3. Bersedekah atas nama orang yang sudah wafat.
  4. Meminta maaf dan memperbaiki hubungan sesama.
  5. Menulis wasiat dan menyiapkan amal jariyah.

🌿 Doa

اللهم اجعل الموت راحة لنا من كل شر، واجعلنا من الذين إذا حضرهم الموت بشّروا بالجنة والرضوان.

“Ya Allah, jadikanlah kematian sebagai peristirahatan kami dari segala keburukan, dan jadikan kami termasuk orang yang ketika sakratul maut diberi kabar gembira dengan surga dan keridhaan-Mu.”


🌺 Nasehat Para Sufi

Hasan al-Bashri:

“Kematian bukan sesuatu yang menakutkan bagi yang mengenal Allah. Yang ia takutkan hanyalah datang tanpa persiapan.”

Rabi‘ah al-Adawiyah:

“Aku tidak takut mati, karena di sanalah aku akan bertemu Kekasihku.”

Abu Yazid al-Bistami:

“Kematian bagi para pecinta Allah adalah malam pengantin bagi ruh yang rindu.”

Junaid al-Baghdadi:

“Mati adalah kembalinya ruh kepada sumber cahayanya.”

Al-Hallaj:

“Ketika aku mati, jangan tangisi aku, sebab kematianku adalah hidupku yang sebenarnya.”

Imam al-Ghazali:

“Ketika ajal datang, tirai dunia tersingkap. Ruh melihat hakikat yang dulu ia butakan.”

Syekh Abdul Qadir al-Jailani:

“Mati bukanlah hilang, melainkan berpindah dari penjara dunia menuju taman kekal.”

Jalaluddin Rumi:

“Jangan menangis ketika aku mati — aku hanya berganti rumah, dari debu menuju cahaya.”

Ibnu ‘Arabi:

“Mati adalah perjalanan ruh kembali ke lautan asalnya, di mana tidak ada batas antara hamba dan Tuhan.”

Ahmad al-Tijani:

“Barangsiapa mati dalam cinta kepada Rasulullah ﷺ, maka ia tidak akan merasakan sakitnya mati.”


📚 Daftar Pustaka

  1. Tanbihul Ghafilin, Imam Abu Laits As-Samarqandi.
  2. Ihya’ ‘Ulumiddin, Imam al-Ghazali.
  3. Qutul Qulub, Abu Thalib al-Makki.
  4. Futuh al-Ghaib, Syekh Abdul Qadir al-Jailani.
  5. Mathnawi Ma’nawi, Jalaluddin Rumi.
  6. Tadzkiyatun Nufus, Ibnul Qayyim al-Jauziyyah.
  7. Risalah al-Qusyairiyyah, Imam al-Qusyairi.
  8. Al-Futuhat al-Makkiyyah, Ibnu ‘Arabi.

💐 Ucapan Terima Kasih

Segala puji bagi Allah yang menghidupkan dan mematikan.
Terima kasih kepada para ulama, guru ruhani, dan kaum mukminin yang terus mengingatkan tentang kematian bukan untuk menakut-nakuti, tetapi untuk membebaskan kita dari kelalaian dunia.

Semoga tulisan ini menjadi peringatan lembut bagi hati yang mulai lupa bahwa setiap nafas adalah langkah menuju akhir.


Tentu, ini versi yang lebih santai, gaul, dan mudah dicerna, tapi tetap menjaga kesopanan dan makna spiritualnya. ✨


Judul Asli: 🕊️ Peringatan Tentang Kematian. Judul Versi Kekinian:🕊️ Sakaratul Maut: Level Pain-nya Melebihi Apapun


Oleh: M. Djoko Ekasanu


---


Buka Baca dulu, guys...


Imam Abu Laits As-Samarqandi, seorang ulama zaman dulu yang keren, pernah ngasih wejangan yang bikin merinding. Intinya, dia bilang:


"Ketahuilah — semoga Allah merahmati kalian — bahwa kematian itu lebih dahsyat daripada pukulan pedang. Soalnya, rasa sakit kena pedang masih bisa kita rasain dan ceritain. Tapi rasa sakitnya sakaratul maut, ga ada yang pernah tau dan bisa cerita, kecuali orang yang lagi ngalami itu sendiri."


Baca ulang, guys. Let that sink in.


Bayangin, sakit terparah yang pernah kita rasain—patah hati, sakit gigi level setan, atau luka bakar—itu gak ada apa-apanya dibanding detik-detik ruh kita dicabut. Itu sakitnya nyobain semua urat dan sendi sekaligus. Beda level banget.


---


📌 Buat yang Cuma Baca Ringkasannya


Inti dari pesan Imam Abu Laits dalam bukunya Tanbihul Ghafilin (Buku "Wake Up Call" untuk yang Lagi Lalai) adalah:


Jangan pernah remehin kematian. Sakitnya itu privat banget, cuma lo dan Allah yang tau. Gak bisa di-compare dengan sakit dunia mana pun.


---


🌿 So, What's The Point?


Maksud omongan beliau ini sebenernya deep banget. Beliau pengen kita melek dan sadar bahwa:


· Kematian itu bukan akhir, tapi pintu masuk ke kehidupan yang sebenernya.

· Prosesnya yang sakit itu ada hikmahnya: buat nge-humble-in kita, ngilangin rasa sombong, dan ngetes iman kita beneran atau enggak.

· Karena gak ada yang pernah comeback buat cerita, kita harus siapin diri dari SEKARANG.


---


🎯 Why Should We Care?


Ini alasannya kenapa kita harus peduli dan sering-sering ingat mati:


1. Bikin Hidup Lebih Sadar: Kita jadi gak gampang terbuai sama gemerlap dunia yang sementara.

2. Motivasi Buat Jadi Orang Baik: Biar pas ketemu ajal, kita lagi dalam kondisi terbaik.

3. Obat Sombong: Ingat bahwa ujung-ujungnya kita semua akan merasakan yang sama.

4. Ngingetin Buat Jaga Hubungan: Segerakan minta maaf, jangan nyimpan dendam.


---


💔 Realitanya, Kita Sering...


· Nunda-nunda taubat, mikirnya "nanti aja deh, masih muda."

· Lupa kalo ajal datengnya bisa kapan aja dan gak pake tanda.

· Terlalu fokus sama urusan dunia sampe lupa urusan akhirat.


Padahal, kata Nabi ﷺ, "Cukuplah kematian menjadi penasihat." Artinya, cuma dengan ingat mati aja, itu udah cukup jadi pengingat buat kita.


---


📖 Dasar-Dasarnya (Tetap Pakai Bahasa yang Benar ya)


Dari Al-Qur'an:


"Kullu nafsin dzāiqatul maut." (Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati.) - QS. Ali ‘Imran: 185


"Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya, itulah yang kamu selalu lari darinya." - QS. Qaf: 19


Dari Hadis:


Rasulullah ﷺ bersabda: "Perbanyaklah mengingat penghancur segala kenikmatan (yakni kematian)." - HR. Tirmidzi


---


🧠 Analisis Singkat & Relevansinya Sekarang


Sakratul maut itu bukan cuma sakit fisik. Itu adalah momen di mana kita harus melepas semua yang kita cintai di dunia dan menghadapi takdir kita.


Di zaman sekarang yang serba cepat dan hedonis, kita bisa aja sibuk banget sampe lupa: buat apa sih sebenernya kita hidup? Peringatan ini tetep relevan banget buat kita yang mungkin lagi kejar-kejar karir, harta, atau followers, tapi lupa nyiapin bekal buat perjalanan yang paling pasti: pulang ke Allah.


---


🌹 Hikmah & Manfaatnya


· Hidup Jadi Tenang: Gak gampang stres karena urusan dunia.

· Amal Jadi Ikhlas: Karena ingat bahwa semuanya akan dipertanggungjawabkan.

· Dosa Bisa Terhapus: Sakarnya orang beriman bisa jadi pembersih dosa-dosa sebelum ketemu Allah.


---


🤲 Self-Reflection & Action Plan


Yuk, muhasabah. Beberapa hal yang bisa kita lakuin:


1. Ziarah Kubur: Bukan buat nakut-nakutin, tapi buat ngingetin bahwa ujung kita sama.

2. Baca Yasin & Al-Mulk: Rutinin, apalagi sebelum tidur.

3. Rajin Sedekah: Bisa atas nama kita atau buat orang yang udah meninggal.

4. Jaga Silaturahmi: Jangan sampe ada rasa benci atau dendam sama orang lain.

5. Siapin "Amal Jariyah": Punya project kebaikan yang terus mengalir meskipun kita udah gak ada.


---


🤲 Doa Penutup


"Ya Allah, jadikanlah kematian sebagai peristirahatan kami dari segala keburukan, dan jadikan kami termasuk orang yang ketika sakratul maut diberi kabar gembira dengan surga dan keridhaan-Mu."


---


💫 Kata-Kata Penyemangat dari Para Sufi (Tetap Deep, tapi Relateable)


· Hasan al-Bashri: "Yang ngeri itu mati dalam keadaan lalai, bukan matinya itu sendiri."

· Rabi'ah al-Adawiyah: "Aku gak takut mati, karena di situlah aku ketemu Sang Kekasih (Allah)."

· Jalaluddin Rumi: "Jangan sedih kalo aku mati. Aku cuma pindah rumah, dari yang fana ke yang abadi."

· Imam al-Ghazali: "Pas ajal datang, semua topeng dunia bakal copot. Kita bakal liat realita yang selama ini kita tutup-tutupin."


---


Penutup


Yuk, sama-sama kita jadikan peringatan ini bukan buat jadi orang yang serem atau pesimis, tapi jadi pribadi yang lebih sadar, lebih bersyukur, dan lebih siap menyambut panggilan-Nya.


Semoga kita semua diberi kemudahan dan husnul khotimah (akhir hidup yang baik). Aamiin.


Credit & Source: Tanbihul Ghafilin- Imam Abu Laits As-Samarqandi Ihya' Ulumiddin- Imam Al-Ghazali dan sumber-sumber lainnya.

No comments: