Monday, October 6, 2025

IKHLAS (1) : INTI DARI SEGALA AMAL.

 


IKHLAS: INTI DARI SEGALA AMAL

Berdasarkan Kitab Tanbihul Ghafilin karya Imam Abu Laits As-Samarqandi

✍️ Penulis: M. Djoko Ekasanu



🌿 1. Pengertian Ikhlas

Imam Abu Laits As-Samarqandi menulis:

الاخلاص هو أن يكون عمل العبد لله تعالى لا يريد به غيره

“Ikhlas ialah ketika amal seorang hamba dilakukan hanya untuk Allah Ta‘ala dan tidak menghendaki selain-Nya.”

🔹 Maknanya: Segala amal, baik besar maupun kecil — salat, sedekah, dakwah, atau bahkan senyum — harus murni karena Allah, bukan karena ingin dipuji manusia atau diakui kehebatannya.


💎 2. Tanda Orang yang Ikhlas

Beliau menyebutkan, tanda orang yang ikhlas adalah:

“Tidak berubah amalnya ketika dilihat atau tidak dilihat manusia.”

🔹 Maknanya: Orang yang ikhlas tetap semangat beribadah baik di hadapan orang banyak maupun ketika sendirian.
Sedangkan orang yang riya’ (ingin dipuji) hanya giat ketika diperhatikan.


🕊️ 3. Bahaya Tidak Ikhlas (Riya’ dan Sum‘ah)

Abu Laits menukil dari Rasulullah ﷺ:

"Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas umatku adalah syirik kecil."

Ditanya, “Apakah syirik kecil itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Riya’, yaitu seseorang beramal agar dilihat manusia.”

🔹 Maknanya: Amal yang disertai riya’ tidak akan diterima Allah, walaupun secara lahir tampak baik.


🌸 4. Derajat Keikhlasan

Imam Abu Laits membagi ikhlas dalam tiga tingkatan:

  1. Ikhlas orang awam:
    Beramal karena ingin pahala dan surga.
  2. Ikhlas orang khawas (pilihan):
    Beramal karena ingin dekat kepada Allah.
  3. Ikhlas orang khawasul khawas:
    Beramal hanya karena cinta kepada Allah, tidak mengharap surga dan tidak takut neraka.

🔹 Inilah derajat para wali dan orang-orang arif billah.


🪞 5. Hati-hati dari Ikhlas Palsu

Abu Laits juga mengingatkan bahwa:

“Kadang seseorang mengira dirinya ikhlas, padahal dalam hatinya masih ingin dipuji atau dikenal.”

🔹 Nasihatnya: Perbanyak muhasabah (introspeksi diri) dan istighfar, karena setan paling lihai menipu manusia melalui niat.


🌼 6. Cara Menumbuhkan Ikhlas

Menurut Abu Laits:

“Ikhlas tumbuh dari keyakinan bahwa semua yang ada hanyalah milik Allah, dan segala amal hanya akan berguna jika diterima-Nya.”

🔹 Langkah-langkah:

  1. Mengingat kematian, agar sadar bahwa hanya amal yang diterima Allah yang bernilai.
  2. Menyembunyikan amal saleh seperti menyembunyikan dosa.
  3. Menganggap amal sendiri kecil, agar tidak ujub.
  4. Bersyukur ketika mampu beramal, bukan bangga.

🌺 7. Doa agar Diberi Keikhlasan

Abu Laits meriwayatkan doa yang baik dibaca oleh orang yang ingin menjaga ikhlas:

اللهم اجعل عملي كله صالحا، واجعله لوجهك خالصا، ولا تجعل لأحد فيه شيئا

“Ya Allah, jadikanlah seluruh amal perbuatanku baik dan perbaikilah niatku untuk wajah-Mu semata, dan jangan Engkau jadikan bagi siapa pun bagian darinya.”


🌙 Hikmah Penutup

Imam Abu Laits menulis:

“Ikhlas itu rahasia antara Allah dan hamba-Nya, tidak diketahui oleh malaikat hingga ia menulisnya, tidak diketahui oleh setan hingga ia bisa merusaknya, dan tidak diketahui oleh manusia agar tidak bisa merusaknya dengan pujian.”


Ringkasan Redaksi Asli

Imam Abu Laits As-Samarqandi berkata:

الاخلاص هو أن يكون عمل العبد لله تعالى لا يريد به غيره
“Ikhlas ialah ketika amal seorang hamba dilakukan hanya untuk Allah Ta‘ala dan tidak menghendaki selain-Nya.”

Beliau juga menulis,

“Ikhlas itu rahasia antara Allah dan hamba-Nya, tidak diketahui oleh malaikat hingga ia menulisnya, tidak diketahui oleh setan hingga ia bisa merusaknya, dan tidak diketahui oleh manusia agar tidak merusaknya dengan pujian.”


Maksud dan Hakikat

Ikhlas adalah memurnikan niat hanya untuk Allah dalam setiap amal perbuatan, tanpa mengharapkan pujian manusia, keuntungan dunia, atau kemegahan diri.
Hakikatnya adalah meniadakan “aku” di hadapan Allah, hingga seluruh amal menjadi ibadah murni karena cinta dan pengabdian.

Imam Al-Ghazali berkata:

“Ikhlas itu bahwa engkau tidak mencari saksi atas amalmu selain Allah, dan tidak mengharap balasan selain dari-Nya.”


Tafsir dan Makna dari Judul

Judul Ikhlas berasal dari akar kata خَلَصَ yang berarti “murni, bersih, lepas dari campuran.”
Dalam konteks spiritual, maknanya:

Amal yang bersih dari niat selain Allah.

Ikhlas adalah penyaring hati. Ia memisahkan ibadah sejati dari kebiasaan duniawi. Sebagaimana emas dimurnikan dari kotorannya, begitu pula hati dimurnikan dari riya’ melalui ujian dan mujahadah.


Tujuan dan Manfaat

  1. Mendapat ridha Allah, bukan sekadar pahala.
  2. Menjernihkan jiwa dari penyakit hati seperti ujub, sum‘ah, dan riya’.
  3. Menumbuhkan ketenangan batin, karena orang ikhlas tidak lagi bergantung pada penilaian manusia.
  4. Menyelamatkan amal dari kebatilan, sebab amal tanpa ikhlas bagaikan tubuh tanpa ruh.

Latar Belakang Masalah di Zaman Abu Laits

Pada masa Imam Abu Laits As-Samarqandi (abad ke-4 H), umat Islam mengalami kemajuan lahiriah — banyak ulama, ahli ibadah, dan lembaga keagamaan berdiri. Namun di balik itu muncul penyakit riya’ dan cinta dunia, yaitu orang beramal bukan karena Allah, melainkan ingin dikenal saleh.

Beliau menulis Tanbihul Ghafilin sebagai peringatan bagi kaum berilmu dan ahli ibadah agar tidak lalai dalam niat. Karena penyakit hati itu lebih berbahaya daripada dosa fisik.


Intisari Masalah

Banyak orang berbuat baik, tetapi tidak diterima oleh Allah karena niatnya bukan untuk-Nya.
Rasulullah ﷺ bersabda:

“Sesungguhnya amal-amal itu tergantung pada niat, dan setiap orang akan mendapat balasan sesuai dengan apa yang diniatkannya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Masalah utama adalah campuran niat: ingin pahala, ingin nama baik, ingin dianggap saleh. Maka, ikhlas menjadi obat penjernih amal.


Sebab Terjadinya Masalah

  1. Cinta dunia dan ingin dipuji.
  2. Kurangnya ilmu tentang niat.
  3. Tidak muhasabah diri.
  4. Pengaruh lingkungan yang menilai berdasarkan penampilan, bukan hati.

Dalil dari Al-Qur’an dan Hadis

📖 Al-Qur’an:

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ
“Dan mereka tidak diperintahkan kecuali untuk menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya.”
(QS. Al-Bayyinah: 5)

🕋 Hadis:

Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas umatku adalah syirik kecil.”
Para sahabat bertanya: “Apakah syirik kecil itu wahai Rasulullah?”
Beliau menjawab: “Riya’, yaitu seseorang beramal agar dilihat manusia.”
(HR. Ahmad)


Analisis dan Argumentasi

Ikhlas adalah inti seluruh ajaran tasawuf dan fondasi agama.
Tanpa ikhlas, amal seperti pohon tanpa akar — tampak besar tapi mudah tumbang.

Para sufi memandang bahwa:

  • Amal yang kecil tapi ikhlas lebih mulia daripada amal besar tapi tercampur niat dunia.
  • Keikhlasan tidak bisa dipaksakan, tetapi dilatih dengan dzikir, tafakkur, dan muhasabah.

Relevansi di Zaman Sekarang

Di era media sosial, banyak orang menampilkan amal baik untuk disaksikan publik. Riya’ modern hadir dalam bentuk pamer kebaikan, sedekah yang diunggah, dan ibadah yang disiarkan.

Padahal, Imam Abu Laits mengingatkan:

“Tidak berubah amalnya ketika dilihat atau tidak dilihat manusia.”

Ikhlas kini menjadi ujian besar umat modern — menjaga hati tetap murni di tengah sorotan dunia maya.


Hikmah

  • Ikhlas membuat amal ringan, sebab hanya mengharap ridha Allah.
  • Ikhlas menenangkan jiwa, sebab tidak kecewa bila tidak dihargai.
  • Ikhlas menjadikan amal abadi, sebab diterima di sisi Allah.

Muhasabah dan Caranya

  1. Tanyakan pada diri sebelum beramal: “Untuk siapa aku melakukan ini?”
  2. Setelah beramal: “Apakah aku senang karena Allah atau karena dipuji?”
  3. Perbanyak istighfar, karena niat bisa berubah setiap saat.
  4. Latih amal tersembunyi, agar hati terbiasa tanpa saksi.

Doa

اللهم اجعل عملي كله صالحا، واجعله لوجهك خالصا، ولا تجعل لأحد فيه شيئا
“Ya Allah, jadikanlah seluruh amal perbuatanku baik dan perbaikilah niatku hanya untuk wajah-Mu semata, dan jangan Engkau jadikan bagi siapa pun bagian darinya.”


Nasihat Para Ulama Sufi

  • Hasan Al-Bashri:
    “Orang ikhlas adalah yang merahasiakan amalnya sebagaimana ia merahasiakan dosanya.”

  • Rabi‘ah al-Adawiyah:
    “Aku tidak menyembah Allah karena takut neraka atau mengharap surga, tetapi karena cinta kepada-Nya.”

  • Abu Yazid al-Bistami:
    “Ikhlas ialah ketika engkau lupa dengan amalmu setelah melakukannya.”

  • Junaid al-Baghdadi:
    “Ikhlas adalah rahasia antara Allah dan hamba-Nya yang tidak diketahui malaikat maupun setan.”

  • Al-Hallaj:
    “Barangsiapa mengenal Allah, ia tidak melihat selain Allah.”

  • Imam Al-Ghazali:
    “Ikhlas adalah memandang Allah semata dalam setiap amal, dan melupakan selain-Nya.”

  • Syekh Abdul Qadir al-Jailani:
    “Ikhlas adalah mengosongkan hati dari selain Allah, dan memenuhi hati dengan dzikir kepada-Nya.”

  • Jalaluddin Rumi:
    “Bersihkan cermin hatimu dari debu dunia, maka cahaya Ilahi akan tampak jelas di sana.”

  • Ibnu ‘Arabi:
    “Keikhlasan sejati lahir dari cinta yang melenyapkan diri (‘fana’) di hadapan Kekasih.”

  • Ahmad al-Tijani:
    “Ikhlas itu ketika engkau meniadakan segala daya dan upaya selain kehendak Allah semata.”


Daftar Pustaka

  1. Abu Laits As-Samarqandi, Tanbihul Ghafilin, Beirut: Dar al-Fikr.
  2. Imam Al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulumuddin, Kairo: Dar al-Ma’arif.
  3. Syekh Abdul Qadir al-Jailani, Futuh al-Ghaib.
  4. Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari, Al-Hikam.
  5. Al-Qur’an al-Karim dan Hadis Shahih Bukhari-Muslim.
  6. Jalaluddin Rumi, Mathnawi Ma’nawi.
  7. Ibnu ‘Arabi, Futuhat al-Makkiyyah.

Ucapan Terima Kasih

Segala puji bagi Allah yang telah memberi taufik dan hidayah untuk menulis renungan ini.
Terima kasih kepada para guru, ulama, dan jamaah yang terus menghidupkan semangat keikhlasan di jalan Allah.
Semoga tulisan ini menjadi pengingat bagi hati yang lalai, dan penyejuk bagi jiwa yang rindu kepada-Nya.


🕊️ Semoga setiap amal kita diterima bukan karena banyaknya, tetapi karena ikhlasnya.
“Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa dan harta kalian, tetapi melihat hati dan amal kalian.”
(HR. Muslim)


Apakah Abah ingin saya lanjutkan versi PDF siap cetak dari bacaan koran ini (dengan tata letak kolom dua, bingkai, dan kaligrafi di judulnya)?

No comments: