Hak-hak Pasien Kanker | |
Di masyarakat kita masih melekat kuat budaya ”nurut saja apa kata dokter” tanpa perlu bertanya, berdiskusi, terlebih lagi mendebat. Salah satu penyebabnya adalah sedikitnya jumlah dokter ahli kanker/onkologi di Indonesia yang juga berpengaruh pada kualitas ataupun kuantitas hubungan yang sejajar sebagai partner antara pasien dan dokter. Karenanya, sudah tiba waktunya bagi pasien untuk “learning by doing” dalam proses pengobatan penyakit. Undang-undang No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan yang telah di perbaharui dengan UU No.29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan Kedokteran Gigi mengatur dan menyebutkan tentang hak-hak pasien, yang antara lain adalah : Dalam segala bidang sebuah informasi menduduki peringkat yang sangat tinggi. Informasi ini menjadi penting karena menuntut kejujuran dan mengharapkan kebenaran. Sepahit apapun itu. Mari kita belajar bersama-sama untuk menanggapi secara kritis segala informasi yang kita terima dari dokter sejak diagnosa disampaikan, pemeriksaan awal yang diperlukan sebagai penunjang, tindakan medis yang dilakukan, juga obat-obatan yang kita konsumsi. Tidak hanya itu, konsekwensi atau risiko terburuk yang mungkin kita terima dari pengobatan yang kita tempuh pun harus kita ketahui, termasuk di dalamnya hitungan biaya, fasilitas rumah sakit, serta obat-obatan yang tersedia. Hak atas second opinion (pendapat kedua) adalah hak pasien yang dapat digunakan jika si pasien ingin meyakinkan dirinya akan kebenaran diagnosa dan tindakan dokter pertama yang telah ditemuinya. Jika ternyata second opinion dari dokter lain ini berbeda, pasien bisa membicarakannya kembali dengan dokter pertama atau mencari pendapat ketiga. Lain dari itu, sebagai pasien yang smart juga sebaiknya tidak over act dalam menghadapi sikap dokter. Banyak tipe dokter yang mesti kita sikapi dengan bijak. Dari sejumlah questionaire yang saya bagikan pada teman-teman ada beberapa tipikal dokter, diantaranya : Silakan memilih dokter mana yang akan menjadi partner selama menjalani pengobatan, yang penting kita merasa nyaman bekerjasama dengan dokter tersebut. Sesekali bertukar informasi dan berdiskusi dengan dokter yang dipilih akan sangat baik untuk membuat keputusan medis yang tepat. Tidak semua rumah sakit memiliki fasilitas yang memadai dan sama antara satu dengan yang lainnya. Tidak ada salahnya keluarga pasien membantu mencari informasi rumah sakit untuk mencukupi kebutuhan pasien itu sendiri. Ada hal-hal yang terkadang membuat pasien tidak nyaman selama menjalani pengobatan. Salah satunya adalah kondisi dimana pasien sendiri merasa bahwa pengobatan yang dijalani masih kurang/belum cukup. Hal ini didukung oleh banyaknya perusahaan farmasi yang menyodorkan obat-obatan terbaru yang promosinya dilakukan antara lain oleh marketing representative langsung kepada dokter-dokter. Yang disesalkan adalah bahwa ada dokter (tidak semua) yang membuat kesan ingin melayani kebutuhan pasien yang merasa masih perlu berobat lagi dengan menambahkan program pengobatan tertentu yang sebenarnya tidak diperlukan. Hal ini tidak sesuai dengan aturan perundangan yang berlaku, karenanya pasien sendiri harus tahu dan memahami bahwa dirinya tidak perlu berlebihan. Cukup disesuaikan dengan kebutuhan medis masing-masing. Setelah mengetahui secara lengkap informasi tentang sakit yang kita derita sebagaimana dijelaskan di atas, kita memiliki hak untuk memberikan persetujuan baik secara lisan dan/atau tertulis (sebaiknya tertulis) tentang pengobatan yang akan kita tempuh. Dengan kata lain tindakan apapun yang akan dilakukan harus disetujui oleh pasien dan/atau minimal keluarganya. Mengapa harus? Karena setiap tindakan medis pasti ada efek sampingnya. Namun dalam keadaan yang memaksa maka dokter boleh melakukan tindakan di luar persetujuan untuk menyelamatkan pasien (dilengkapi dengan berita acara atas tindakan tersebut tentunya). Setiap pasien berhak menolak semua/sebagian pengobatan atau tindakan medis, setelah pasien tersebut tahu akan manfaat/resiko pengobatan yang seharusnya dilakukan, tetapi secara sadar memilih untuk tidak melakukannya. Hal ini banyak terjadi pada pasien kanker, mengingat untuk stadium lanjut memang disarankan agar pasien memilih penanganan medis yang lebih nyaman bagi dirinya sendiri. Banyak ditemui kejadian dimana tim medis membicarakan penyakit pasien A kepada pasien B atau kepada orang lain. Ini melanggar hak pasien atas rahasia kedokteran. Kita harus mencegah hal ini terjadi dengan tidak bertanya mengenai pasien lain kepada dokter, mengingat ini ada sanksi hukumnya jika pihak yang kita pergunjingkan ternyata tidak terima. Jika ingin tahu penyakit yang diderita seseorang, sebaiknya kita bertanya langsung kepada pasien yang bersangkutan. Rekam medis wajib dibuat oleh seorang dokter, di mana setiap isi dari rekam medis tersebut adalah hak pasien, yang meliputi : hasil laboratorium, gambar/foto beserta keterangannya, serta tindakan pengobatan apa saja yang dilakukan. |
No comments:
Post a Comment