Dalam ajaran Islam, nafsu diciptakan oleh Allah sebagai bagian dari ujian bagi manusia dan jin. Kisah awal penciptaan nafsu banyak dikisahkan dalam berbagai sumber, termasuk kitab-kitab tasawuf dan hikmah.
Salah satu riwayat yang terkenal menyebutkan bahwa ketika Allah menciptakan nafsu, Dia bertanya kepadanya:
"Siapa Aku dan siapa kamu?"
Nafsu menjawab dengan sombong:
"Aku adalah aku, dan Engkau adalah Engkau."
Mendengar jawaban ini, Allah menghukum nafsu dengan memasukkannya ke dalam neraka selama ratusan tahun. Namun, setelah dikeluarkan, ketika Allah menanyakan pertanyaan yang sama, nafsu tetap menjawab dengan kesombongan yang sama.
Kemudian, Allah menghukumnya dengan kelaparan selama ratusan tahun. Barulah setelah itu, ketika Allah bertanya kembali, nafsu akhirnya menjawab:
"Engkau adalah Tuhanku, dan aku adalah hamba-Mu."
Kisah ini mengandung makna bahwa nafsu pada dasarnya cenderung sombong dan egois, tetapi bisa dikendalikan dengan latihan seperti kelaparan (puasa), mujahadah (berjuang melawan diri sendiri), dan mendekatkan diri kepada Allah.
Dalam Al-Qur'an, nafsu disebut dalam beberapa tingkatan:
- Nafs al-Ammarah (Nafsu yang Memerintah kepada Kejahatan) – QS. Yusuf: 53
- Nafs al-Lawwamah (Nafsu yang Mencela Diri Sendiri) – QS. Al-Qiyamah: 2
- Nafs al-Muthmainnah (Nafsu yang Tenang dan Berserah kepada Allah) – QS. Al-Fajr: 27-30
Dari sini, manusia diperintahkan untuk mengendalikan nafsu agar tidak mendominasi dirinya dengan keburukan, tetapi diarahkan menuju ketakwaan dan ketenangan jiwa.
No comments:
Post a Comment