Nasehat Syekh Abdul Qadir al-Jailani tentang Tidurnya Orang Puasa
Syekh Abdul Qadir al-Jailani menekankan bahwa tidur saat berpuasa memiliki nilai yang berbeda tergantung pada niat dan keadaan hati seseorang. Beliau berkata:
"Tidurnya orang yang berpuasa bisa menjadi ibadah jika hatinya tetap terjaga dalam mengingat Allah. Namun, jika tidurnya berlebihan hingga lalai dari dzikir dan ibadah, maka tidurnya hanya sekadar istirahat biasa yang tidak memiliki keutamaan."
Beliau juga menegaskan bahwa orang yang berpuasa hendaknya tidak menggunakan puasa sebagai alasan untuk bermalas-malasan dan tidur sepanjang hari. Sebab, tujuan puasa adalah melatih jiwa dan meningkatkan ketakwaan, bukan sekadar menahan lapar dan haus.
Nasehat Ibnu Atha'illah as-Sakandari tentang Tidurnya Orang Puasa
Dalam Al-Hikam, Ibnu Atha’illah as-Sakandari menyampaikan bahwa tidur seseorang bisa menjadi bentuk ibadah jika disertai dengan niat yang benar. Namun, beliau juga mengingatkan agar tidur tidak menjadi penghalang dari ibadah yang lebih utama.
Beliau berkata:
"Barang siapa yang tidur untuk menguatkan tubuhnya agar bisa lebih banyak beribadah, maka tidurnya menjadi ibadah. Namun, barang siapa yang tidur karena malas dan lalai dari mengingat Allah, maka tidurnya adalah hijab yang menghalangi dari cahaya-Nya."
Dari nasehat ini, bisa dipahami bahwa tidur dalam keadaan puasa bisa bernilai ibadah jika dimaksudkan untuk menjaga kesehatan agar bisa lebih semangat dalam beribadah. Namun, jika tidur hanya untuk menghabiskan waktu dan menjauhkan diri dari amal shaleh, maka hal itu justru merugikan.
Kesimpulan
Baik Syekh Abdul Qadir al-Jailani maupun Ibnu Atha’illah as-Sakandari menegaskan bahwa tidur saat berpuasa bisa menjadi ibadah jika diniatkan dengan benar, tetapi bisa juga menjadi bentuk kelalaian jika dilakukan secara berlebihan hingga melalaikan ibadah. Oleh karena itu, keseimbangan antara istirahat dan ibadah sangat dianjurkan dalam menjalani ibadah puasa.
No comments:
Post a Comment