Bisakah Anak Autis Bersekolah Normal
Sekitar 40 juta anak Indonesia diperkirakan memiliki gangguan perkembangan.
Petti Lubis, Anda Nurlaila
VIVAnews - Gangguan perkembangan adalah salah satu penghambat pertumbuhan anak-anak secara fisik, perilaku maupun sosial. Sebesar 30 persen anak atau sekitar 40 juta anak Indonesia diperkirakan memiliki gangguan perkembangan serta memiliki kebutuhan khusus.
Masalah gangguan perkembangan anak, seperti down syndrome, hiperaktif, dan autisme, belum diketahui penyebab pastinya. Untuk Autisme saja, angka normal penderita mencapai 6/1000 anak. Beberapa penelitian beberapa tahun terakhir menunjukkan angka autisme di beberapa daerah tertentu bahkan lebih tinggi, hingga 2/100 anak.
"Di Indonesia, diperkirakan jumlah penderita autisme mencapai dua juta anak," kata Neurolog Anak Dr Hardiono D Pusponegoro SpA(K) di Jakarta, Senin 14 Juni 2010.
Yang menjadi permasalahan, menurut Dr Hardiono, tidak semua anak yang telah menjalani terapi dapat langsung terjun ke kehidupan normal. "Ada anak autis yang setelah terapi dapat langsung sekolah di sekolah negeri. Tetapi, ada juga yang membutuhkan sekolah berkebutuhan khusus, sekolah peralihan dan sekolah inklusi," katanya.
Gabungan antara terapi dan edukasi yang tepat membuat anak berkebutuhan khusus mampu tumbuh dan belajar sesuai kemampuan dan keadaan mereka. "Sistem pendidikan khusus dibentuk bagi anak berkebutuhan khusus lengkap dengan terapi, medis dan edukasi memberi perubahan besar terhadap perkembangan mereka," katanya.
Masalahnya, di Indonesia sendiri, sekolah inklusif untuk gangguan perilaku seperti halnya autisme masih sulit ditemukan.
Prof Eric Lim, Pakar pendidikan khusus anak mengungkapkan, intervensi sejak dini bagi anak berkebutuhan khusus memperbaiki perkembangan anak 'spesial' seperti pengidap autisme, hiperaktif dan down syndrome.
Memenuhi kebutuhan tersebut, Klinik 'Anakku' dan lembaga pendidikan khusus 'Kits4kids' mengembangkan sebuah terapi-edukasi bagi anak dengan gangguan perilaku. Di 'Anakku Kits4Kids', anak diberi terapi dan pendidikan yang efektif seperti membangun komunikasi, kognisi, latihan, bahasa, sentuhan dan pijat, hingga terapi musik dan instrumen sesuai dengan tingkatan usia dan kemampuan.
"Program pendidikan kebutuhan khusus melibatkan afeksi, perilaku dan kognisi anak. Hasilnya akan dievaluasi dalam waktu tertentu untuk melihat kemajuan anak," ungkap Lim.
Untuk anak usia 2-6 tahun terdapat program 'Early Intervention Program for Infant and Children (EIPIC)', program 'Junior' untuk anak usia 7-12 tahun serta program 'Care' untuk anak usia 10-18 tahun.
"Mereka diterapi sesuai kebutuhan dan sebelumnya dikonsultasikan dengan medis dan psikolog. Jika telah mampu bersosialisasi di masyarakat umum, akan segera dilepas. Namun, sekolah khusus ini mengakomodasi anak dengan kebutuhan khusus yang tidak bisa mengikuti kehidupan normalnya."
Rencananya sekolah yang segera dibuka awal Juli 2010 di Cibubur, Depok dan Pulomas, Jakarta Timur tersebut masing-masing mampu menampung 40 dan 100 anak berkebutuhan khusus. "Paduan terapi-edukasi rencananya akan segera kami sebarkan di kota-kota lain di Indonesia," kata Dr. Hardiono. (umi)
No comments:
Post a Comment