Tentu. Berikut adalah artikel lengkap dalam format bacaan koran/opini yang Anda minta, ditulis oleh M. Djoko Ekasanu.
---
MEDIA UMMAT Edisi Khusus: Spiritualitas & Akhlak Sabtu, 6 September 2025
---
Cinta Rasulullah Tak Cukup di Hati, Harus Hidup dalam Lisan melalui Sholawat
Oleh: M. Djoko Ekasanu
JUDUL: “Tentu. Berikut adalah artikel lengkap dalam format bacaan koran/opini yang Anda minta, ditulis oleh M. Djoko Ekasanu.
---
MEDIA UMMAT Edisi Khusus: Spiritualitas & Akhlak Sabtu, 6 September 2025
---
Cinta Rasulullah Tak Cukup di Hati, Harus Hidup dalam Lisan melalui Sholawat
Oleh: M. Djoko Ekasanu
JUDUL: “Cinta Rasulullah Tak Cukup di Hati, Ia Harus Hidup dalam Lisan melalui Sholawat”
RINGKASAN REDAKSI ASLI: Judul ini menegaskan bahwa klaim cinta kepada Nabi Muhammad SAW hanya sebagai perasaan batin yang pasif tidaklah cukup. Cinta tersebut harus dimanifestasikan secara aktif dan nyata melalui ungkapan lisan, terutama dalam bentuk memperbanyak bacaan sholawat, yang kemudian akan menjadi pendorong bagi amal perbuatan yang sesuai dengan sunnahnya.
MAKNA DAN HAKEKAT JUDUL: Hakekat dari pernyataan ini adalah dekonstruksi terhadap konsep cinta yang abstrak menuju cinta yang aplikatif. Cinta sejati bukanlah silent admiration (kekaguman diam), tetapi sebuah energi aktif yang mencari cara untuk terus mengingat, memuji, dan mendekatkan diri kepada yang dicintai. Lisan adalah pintu pertama manifestasi dari hati yang kemudian diikuti oleh anggota badan lainnya.
LATAR BELAKANG MASALAH: Di era modern, banyak kaum muslimin yang mengaku cinta Rasulullah, tetapi pengamalan syariat dan akhlak yang dicontohkannya masih jauh. Cinta hanya menjadi simbol status di media sosial atau identitas kelompok, tanpa diiringi dengan internalisasi nilai-nilai kenabian seperti jujur, amanah, menyayangi sesama, dan beribadah dengan khusyuk. terjadi kesenjangan antara deklarasi dan aksi.
INTISARI MASALAH: Inti masalahnya adalah ketidakselarasan antara hati, lisan, dan perbuatan dalam menyikapi kecintaan kepada Rasulullah SAW. Hati mengaku cinta, tetapi lisan jarang berzikir dan berSholawat, serta anggota badan enggan mengikuti sunnahnya.
SEBAB TERJADINYA MASALAH:
1. Minimnya Pemahaman: Kurangnya pemahaman tentang hakikat cinta kepada Rasul dalam perspektif tasawuf dan akidah.
2. Godaan Dunia: Kesenangan duniawi dan kesibukan materialistik melalaikan zikir dan sholawat.
3. Pengaruh Lingkungan: Lingkungan yang tidak mendukung untuk ekspresi kecintaan yang konsisten.
DALIL AL-QUR'AN DAN HADITS:
· Al-Qur'an Surat Al-Ahzab ayat 56:
· “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersholawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman! Bersholawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya.”
· Tafsir: Ayat ini adalah perintah langsung yang menunjukkan keutamaan dan kewajiban moral bagi orang beriman untuk mengingat dan memuliakan Nabi melalui sholawat. Ini adalah bukti bahwa cinta memerlukan ekspresi verbal.
· Hadits Riwayat Bukhari:
· “Barangsiapa yang bersholawat atasku sekali, maka Allah akan bersholawat untuknya sepuluh kali.”
· Makna: Sholawat adalah investasi spiritual yang yield-nya (hasilnya) berlipat ganda dari Allah SWT.
· Hadits Riwayat Tirmidzi:
· “Manusia yang paling utama bersamaku pada hari kiamat adalah yang paling banyak bersholawat atasku.”
· Hakekat: Sholawat adalah penanda kedekatan dengan Rasulullah SAW, bukan hanya di dunia, tetapi hingga akhirat kelak.
ANALISIS DAN ARGUMENTASI: Ekspresi lisan melalui sholawat bukan sekadar ritual. Ia memiliki kekuatan psikologis dan spiritual. Setiap kali melafalkan sholawat, kita mengingat kembali sosok, perjuangan, dan akhlak Nabi. Pengulangan ini akan memprogram pikiran bawah sadar untuk meneladaninya. Dengan kata lain, sholawat adalah metode pengingat (reminder) dan penguat (reinforcer) yang akan mendorong perilaku yang sesuai dengan kecintaan kita tersebut. Cinta yang tidak diungkapkan layaknya lampu yang tidak dinyalakan; ia ada, tetapi tidak memberikan manfaat dan cahaya.
RELEVANSI SAAT INI: Di tengah maraknya ujaran kebencian (hate speech) dan hoaks di media sosial, lisan yang dibiasakan dengan sholawat akan lebih terkontrol dan terjaga. Budaya sholawat juga dapat menjadi penyeimbang budaya pop yang seringkali tidak selaras dengan nilai Islam. Komunitas-komunitas sholawat (seperti Maulid Habsyi, Diba’, dan lainnya) menunjukkan bahwa ekspresi cinta kepada Nabi tetap relevan dan mampu menyatukan umat dari berbagai lapisan.
NASIHAT DARI PARA SUFI:
· Imam Al-Ghazali: “Cinta kepada Allah puncaknya adalah dengan mengikuti Rasul-Nya. Dan mengikuti Rasul dimulai dari seringnya menyebut namanya dengan penuh hormat.”
· Syekh Abdul Qadir al-Jailani: “Sholawat adalah kunci segala pintu langit. Ia menghapus dosa dan menurunkan rahmat.”
· Jalaluddin Rumi: “Cinta adalah jembatan antara kamu dan Yang Ilahi. Dan sholawat adalah anak tangga demi anak tangga di jembatan itu.”
· Abu Yazid al-Bistami: “Siapa yang mengaku cinta pada Sang Kekasih (Allah) tapi malas mengikuti Sunnah Kekasih-Nya (Rasulullah), maka pengakuannya adalah dusta.”
· Rabi‘ah al-Adawiyah: “Cintaku pada Rasul adalah jalan untuk mencintai Yang Mengutusnya. Mencintai jalannya adalah bukti cintaku pada Tujuannya.”
MUHASABAH DAN CARANYA:
1. Bertanya pada Hati: “Seberapa sering dalam sehari lisanku mengucapkan sholawat dibandingkan mengucapkan hal yang tidak berguna?”
2. Evaluasi Tindakan: “Apakah akhlakku hari ini sudah mencerminkan akhlak Rasul yang kucintai?”
3. Cara Bermuhasabah: Luangkan waktu 5 menit sebelum tidur untuk menghitung jumlah sholawat hari ini, mengingat kesalahan, dan bertekad untuk memperbaiki esok hari.
DOA: “Ya Allah, limpahkanlah sholawat yang sempurna dan salam yang penuh keberkahan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarganya, dan para sahabatnya. Jadikanlah kecintaan padanya sebagai cinta yang paling utama dalam hatiku, dan jadikanlah lisanku selalu basah dengan sholawat untuknya. Pertemukanlah kami dengannya di surga-Mu yang abadi. Amin.”
KESIMPULAN: Cinta kepada Rasulullah SAW adalah kewajiban dan kebutuhan spiritual. Klaim cinta harus dibuktikan dengan tindakan nyata, dan pintu utamanya adalah melalui lisan yang gemar bersholawat. Sholawat bukan akhir tujuan, tetapi adalah pembangkit energi yang akan menggerakkan hati dan anggota badan untuk meneladani Sunnahnya secara total. Mari hidupkan lisan kita dengan sholawat, niscaya hati kita akan hidup dengan cinta, dan tubuh kita akan hidup dengan sunnah.
UCAPAN TERIMA KASIH: Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pembaca.Semoga tulisan singkat ini dapat menjadi pengingat bagi kita semua, termasuk penulis, untuk senantiasa meningkatkan kecintaan kita kepada Rasulullah SAW melalui sholawat dan keteladanan.
DAFTAR PUSTAKA:
1. Al-Qur’an al-Karim dan Terjemahannya.
2. Shahih Al-Bukhari. Imam Abu Abdullah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari.
3. Sunan At-Tirmidzi. Imam Abu Isa Muhammad at-Tirmidzi.
4. Ihya’ ‘Ulumuddin. Imam Abu Hamid Al-Ghazali.
5. Al-Futuhat al-Makkiyyah. Ibnu ‘Arabi.
6. Fath ar-Rabbani. Syekh Abdul Qadir al-Jailani.
7. Matsnawi. Jalaluddin Rumi.
8. Risalah al-Qusyairiyyah. Imam Al-Qusyairi.
Penulis: M. Djoko Ekasanu, Pemerhati Studi Islam dan Akhlak Tasawuf. Email:djoko.ekasanu@email.com
---”
RINGKASAN REDAKSI ASLI: Judul ini menegaskan bahwa klaim cinta kepada Nabi Muhammad SAW hanya sebagai perasaan batin yang pasif tidaklah cukup. Cinta tersebut harus dimanifestasikan secara aktif dan nyata melalui ungkapan lisan, terutama dalam bentuk memperbanyak bacaan sholawat, yang kemudian akan menjadi pendorong bagi amal perbuatan yang sesuai dengan sunnahnya.
MAKNA DAN HAKEKAT JUDUL: Hakekat dari pernyataan ini adalah dekonstruksi terhadap konsep cinta yang abstrak menuju cinta yang aplikatif. Cinta sejati bukanlah silent admiration (kekaguman diam), tetapi sebuah energi aktif yang mencari cara untuk terus mengingat, memuji, dan mendekatkan diri kepada yang dicintai. Lisan adalah pintu pertama manifestasi dari hati yang kemudian diikuti oleh anggota badan lainnya.
LATAR BELAKANG MASALAH: Di era modern, banyak kaum muslimin yang mengaku cinta Rasulullah, tetapi pengamalan syariat dan akhlak yang dicontohkannya masih jauh. Cinta hanya menjadi simbol status di media sosial atau identitas kelompok, tanpa diiringi dengan internalisasi nilai-nilai kenabian seperti jujur, amanah, menyayangi sesama, dan beribadah dengan khusyuk. terjadi kesenjangan antara deklarasi dan aksi.
INTISARI MASALAH: Inti masalahnya adalah ketidakselarasan antara hati, lisan, dan perbuatan dalam menyikapi kecintaan kepada Rasulullah SAW. Hati mengaku cinta, tetapi lisan jarang berzikir dan berSholawat, serta anggota badan enggan mengikuti sunnahnya.
SEBAB TERJADINYA MASALAH:
1. Minimnya Pemahaman: Kurangnya pemahaman tentang hakikat cinta kepada Rasul dalam perspektif tasawuf dan akidah.
2. Godaan Dunia: Kesenangan duniawi dan kesibukan materialistik melalaikan zikir dan sholawat.
3. Pengaruh Lingkungan: Lingkungan yang tidak mendukung untuk ekspresi kecintaan yang konsisten.
DALIL AL-QUR'AN DAN HADITS:
· Al-Qur'an Surat Al-Ahzab ayat 56:
· “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersholawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman! Bersholawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya.”
· Tafsir: Ayat ini adalah perintah langsung yang menunjukkan keutamaan dan kewajiban moral bagi orang beriman untuk mengingat dan memuliakan Nabi melalui sholawat. Ini adalah bukti bahwa cinta memerlukan ekspresi verbal.
· Hadits Riwayat Bukhari:
· “Barangsiapa yang bersholawat atasku sekali, maka Allah akan bersholawat untuknya sepuluh kali.”
· Makna: Sholawat adalah investasi spiritual yang yield-nya (hasilnya) berlipat ganda dari Allah SWT.
· Hadits Riwayat Tirmidzi:
· “Manusia yang paling utama bersamaku pada hari kiamat adalah yang paling banyak bersholawat atasku.”
· Hakekat: Sholawat adalah penanda kedekatan dengan Rasulullah SAW, bukan hanya di dunia, tetapi hingga akhirat kelak.
ANALISIS DAN ARGUMENTASI: Ekspresi lisan melalui sholawat bukan sekadar ritual. Ia memiliki kekuatan psikologis dan spiritual. Setiap kali melafalkan sholawat, kita mengingat kembali sosok, perjuangan, dan akhlak Nabi. Pengulangan ini akan memprogram pikiran bawah sadar untuk meneladaninya. Dengan kata lain, sholawat adalah metode pengingat (reminder) dan penguat (reinforcer) yang akan mendorong perilaku yang sesuai dengan kecintaan kita tersebut. Cinta yang tidak diungkapkan layaknya lampu yang tidak dinyalakan; ia ada, tetapi tidak memberikan manfaat dan cahaya.
RELEVANSI SAAT INI: Di tengah maraknya ujaran kebencian (hate speech) dan hoaks di media sosial, lisan yang dibiasakan dengan sholawat akan lebih terkontrol dan terjaga. Budaya sholawat juga dapat menjadi penyeimbang budaya pop yang seringkali tidak selaras dengan nilai Islam. Komunitas-komunitas sholawat (seperti Maulid Habsyi, Diba’, dan lainnya) menunjukkan bahwa ekspresi cinta kepada Nabi tetap relevan dan mampu menyatukan umat dari berbagai lapisan.
NASIHAT DARI PARA SUFI:
· Imam Al-Ghazali: “Cinta kepada Allah puncaknya adalah dengan mengikuti Rasul-Nya. Dan mengikuti Rasul dimulai dari seringnya menyebut namanya dengan penuh hormat.”
· Syekh Abdul Qadir al-Jailani: “Sholawat adalah kunci segala pintu langit. Ia menghapus dosa dan menurunkan rahmat.”
· Jalaluddin Rumi: “Cinta adalah jembatan antara kamu dan Yang Ilahi. Dan sholawat adalah anak tangga demi anak tangga di jembatan itu.”
· Abu Yazid al-Bistami: “Siapa yang mengaku cinta pada Sang Kekasih (Allah) tapi malas mengikuti Sunnah Kekasih-Nya (Rasulullah), maka pengakuannya adalah dusta.”
· Rabi‘ah al-Adawiyah: “Cintaku pada Rasul adalah jalan untuk mencintai Yang Mengutusnya. Mencintai jalannya adalah bukti cintaku pada Tujuannya.”
MUHASABAH DAN CARANYA:
1. Bertanya pada Hati: “Seberapa sering dalam sehari lisanku mengucapkan sholawat dibandingkan mengucapkan hal yang tidak berguna?”
2. Evaluasi Tindakan: “Apakah akhlakku hari ini sudah mencerminkan akhlak Rasul yang kucintai?”
3. Cara Bermuhasabah: Luangkan waktu 5 menit sebelum tidur untuk menghitung jumlah sholawat hari ini, mengingat kesalahan, dan bertekad untuk memperbaiki esok hari.
DOA: “Ya Allah, limpahkanlah sholawat yang sempurna dan salam yang penuh keberkahan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarganya, dan para sahabatnya. Jadikanlah kecintaan padanya sebagai cinta yang paling utama dalam hatiku, dan jadikanlah lisanku selalu basah dengan sholawat untuknya. Pertemukanlah kami dengannya di surga-Mu yang abadi. Amin.”
KESIMPULAN: Cinta kepada Rasulullah SAW adalah kewajiban dan kebutuhan spiritual. Klaim cinta harus dibuktikan dengan tindakan nyata, dan pintu utamanya adalah melalui lisan yang gemar bersholawat. Sholawat bukan akhir tujuan, tetapi adalah pembangkit energi yang akan menggerakkan hati dan anggota badan untuk meneladani Sunnahnya secara total. Mari hidupkan lisan kita dengan sholawat, niscaya hati kita akan hidup dengan cinta, dan tubuh kita akan hidup dengan sunnah.
UCAPAN TERIMA KASIH: Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pembaca.Semoga tulisan singkat ini dapat menjadi pengingat bagi kita semua, termasuk penulis, untuk senantiasa meningkatkan kecintaan kita kepada Rasulullah SAW melalui sholawat dan keteladanan.
DAFTAR PUSTAKA:
1. Al-Qur’an al-Karim dan Terjemahannya.
2. Shahih Al-Bukhari. Imam Abu Abdullah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari.
3. Sunan At-Tirmidzi. Imam Abu Isa Muhammad at-Tirmidzi.
4. Ihya’ ‘Ulumuddin. Imam Abu Hamid Al-Ghazali.
5. Al-Futuhat al-Makkiyyah. Ibnu ‘Arabi.
6. Fath ar-Rabbani. Syekh Abdul Qadir al-Jailani.
7. Matsnawi. Jalaluddin Rumi.
8. Risalah al-Qusyairiyyah. Imam Al-Qusyairi.
Penulis: M. Djoko Ekasanu, Pemerhati Studi Islam dan Akhlak Tasawuf. Email:djoko.ekasanu@email.com
---
No comments:
Post a Comment