Monday, September 1, 2025

Tiga Hal yang Harus Dijauhi Orang Mukmin

 Tentu. Berikut adalah draft buku yang Anda minta, disusun sesuai dengan struktur yang Anda berikan.


---

Tiga Hal yang Harus Dijauhi Orang Mukmin:


Mengikis Sombong, Rakus, dan Dengki Menuju Hakikat Iman


Berdasarkan Nasihat Malik bin Dinar r.a.


---


Prakata


Segala puji bagi Allah SWT, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabatnya.


Buku kecil ini terinspirasi dari mutiara hikmah seorang tabi'in yang zuhud dan wara', Malik bin Dinar r.a. Pesannya singkat namun sangat dalam, bagaikan peta bagi seorang musafir yang meniti jalan kembali kepada Tuhannya. Ia merumuskan tiga penyakit hati yang menghalangi kesempurnaan iman sekaligus memberikan tiga penawarnya.


Sombong, rakus, dan dengki adalah penyakit kronis yang seringkali tak terasa telah bersarang di hati. Buku ini berusaha menguraikan ketiganya, dari definisi, dalil, hingga bahayanya, serta menyajikan solusi praktis untuk mengobatinya dengan tawadhu', qana'ah, dan nasihat.


Semoga kehadiran buku ini dapat menjadi pengingat, terutama bagi penulis sendiri, untuk senantiasa membersihkan hati dan berusaha menjadi hamba yang lebih dekat dengan-Nya. Semoga bermanfaat.


---


Daftar Isi


Prakata Bab 1: Memahami Pesan Inti A. Redaksi Utama, Maksud, Makna, Tafsir, dan Hakikat Judul B. Sebab Masalah C. Tujuan dan Manfaat


Bab 2: Mengurai Tiga Penyakit Hati dan Penawarnya A. Dalil: Al-Qur'an dan Hadis B. Relevansi Saat Ini C. Analisis dan Argumentasi


Bab 3: Penutup dan Penerapan A. Kesimpulan B. Muhasabah dan Caranya C. Do'a D. Nasihat-nasihat Para Wali dan Ulama E. Referensi Pustaka F. Ucapan Terima Kasih


---


Bab 1: Memahami Pesan Inti


A. Redaksi Utama, Maksud, Makna, Tafsir, dan Hakikat Judul


· Redaksi Utama: “Agar anda termasuk kaum mukmin, cegahlah tiga sikap dengan tiga cara: Cegahlah sikap sombong dengan tawaduk, cegahlah sikap rakus dengan qanaah dan cegahlah sikap dengki dengan nasihat.”

· Maksud: Nasihat ini dimaksudkan sebagai panduan praktis untuk mencapai hakikat keimanan yang sejati dengan cara membersihkan hati dari tiga penyakit utama yang merusak.

· Makna: Iman bukan hanya pengakuan di lisan, tetapi merupakan keadaan hati yang memancar dalam perilaku. Untuk mencapainya, diperlukan perjuangan aktif (mujahadah) untuk melawan penyakit hati dengan melatih diri pada sifat-sifat yang berlawanan.

· Tafsir:

  · Sombong (Takabbur) vs Tawadhu': Sombong adalah memandang diri sendiri lebih tinggi dan merendahkan orang lain. Tawadhu' adalah rendah hati, menyadari bahwa semua kelebihan berasal dari Allah, sehingga tidak merasa lebih baik dari siapapun.

  · Rakus (Tamak/Hirs) vs Qana'ah: Rakus adalah rasa tidak pernah puas, selalu menginginkan lebih. Qana'ah adalah merasa cukup dan ridha dengan pemberian Allah, sehingga hati menjadi tenang dan tentram.

  · Dengki (Hasad) vs Nasihat: Dengki adalah berharap hilangnya nikmat dari orang lain. Memberi nasihat adalah tindakan aktif untuk kebaikan orang lain, yang merupakan lawan langsung dari keinginan jahat dalam dengki.

· Hakikat Judul: Judul "Tiga Hal yang Harus Dijauhi Orang Mukmin" merujuk pada proses penyempurnaan iman. Hakikatnya adalah perjalanan intropeksi dan pemurnian jiwa (tazkiyatun nafs) untuk menjadi hamba yang dicintai Allah.


B. Sebab Masalah


Akar dari ketiga penyakit ini adalah lupa kepada Allah dan terlalu mencintai dunia (hubbud dunya).


1. Sombong: Bersumber dari merasa memiliki kelebihan (ilmu, harta, keturunan, kecantikan) dan lupa bahwa itu semua adalah amanah dari Allah.

2. Rakus: Bersumber dari keyakinan yang lemah terhadap jaminan rezeki dari Allah (rizq) dan anggapan bahwa kebahagiaan ada pada banyaknya harta.

3. Dengki: Bersumber dari rasa tidak suka melihat orang lain mendapatkan kebaikan, merasa diri lebih berhak, dan memandang rendah takdir Allah yang diberikan kepada orang lain.


C. Tujuan dan Manfaat


· Tujuan: Memberikan pemahaman yang mendalam tentang tiga penyakit hati yang berbahaya dan memberikan solusi syar'i untuk mengobatinya, sehingga pembaca dapat berusaha meningkatkan kualitas imannya.

· Manfaat:

  1. Mengenali gejala penyakit hati dalam diri sendiri.

  2. Memiliki panduan untuk beribadah secara lahir dan batin.

  3. Mendapatkan ketenangan hati dan kebahagiaan yang hakiki.

  4. Meningkatkan kualitas hubungan dengan Allah (hablum minallah) dan dengan sesama manusia (hablum minannas).


---


Bab 2: Mengurai Tiga Penyakit Hati dan Penawarnya


A. Dalil: Al-Qur'an dan Hadis


1. Tentang Sombong:

   · QS. Al-Isra' (17): 37: "Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung."

   · HR. Muslim: "Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan seberat biji sawi."

2. Tentang Rakus dan Qana'ah:

   · QS. Thaha (20): 131: "Dan janganlah kamu mengarahkan matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami cobai mereka dengannya. Dan karunia Tuhanmu adalah lebih baik dan lebih kekal."

   · HR. Bukhari & Muslim: "Sungguh sangat beruntung orang yang masuk Islam, diberi rezeki yang cukup, dan Allah menganugerahkannya sifat qana'ah (merasa cukup) dengan apa yang diberikan-Nya."

3. Tentang Dengki:

   · QS. Al-Falaq (113): 5: "Dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki."

   · HR. An-Nasa'i dan Ahmad: "Jauhilah olehmu sekalian akan dengki, karena sesungguhnya dengki itu memakan (menghancurkan) kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar."


B. Relevansi Saat Ini


Di zaman media sosial dan materialisme, tiga penyakit ini semakin mudah menjangkit:


· Sombong: Tampil dalam bentuk pamer (show off), merasa lebih hebat karena jumlah followers, atau merendahkan orang lain karena perbedaan pilihan.

· Rakus: Terlihat dalam budaya konsumtif, kerja tanpa henti hingga lupa ibadah dan keluarga, serta korupsi untuk menumpuk harta.

· Dengki: Muncul sebagai iri melihat kesuksesan orang lain di media sosial, menyebarkan kabar buruk (ghibah) untuk merendahkan mereka, dan senang melihat orang lain celaka.


C. Analisis dan Argumentasi


Nasihat Malik bin Dinar sangat logis dan psikologis:


1. Sombong vs Tawadhu': Sombong membangun tembok antara diri dan orang lain, juga antara diri dan Allah. Tawadhu' meruntuhkan tembok itu, membuat seseorang mudah diterima dan dicintai.

2. Rakus vs Qana'ah: Rakus adalah sumber kecemasan yang tak berujung. Qana'ah adalah sumber kebahagiaan abadi, karena kebahagiaan tidak lagi bergantung pada benda materi yang selalu berubah.

3. Dengki vs Nasihat: Dengki adalah api yang membakar pelakunya sendiri dari dalam. Dengan aktif menasihati dan mendoakan kebaikan untuk orang lain, hati dilatih untuk tulus dan bersih dari iri hati. Seperti dikatakan Mu'awiyah, mustahil membahagiakan orang pendengki, karena kebahagiaannya bergantung pada kehancuran orang lain.


---


Bab 3: Penutup dan Penerapan


A. Kesimpulan


Iman adalah sebuah bangunan yang harus dijaga dari kerusakan. Tiga penyakit hati—sombong, rakus, dan dengki—adalah perusak utamanya. Untuk membangun iman yang kokoh, ketiganya harus secara aktif dicegah dan diobati dengan tiga sifat mulia: tawadhu', qana'ah, dan nasihat. Perjuangan ini adalah inti dari jihad akbar, perang melawan hawa nafsu.


B. Muhasabah dan Caranya


Lakukan muhasabah (introspeksi diri) setiap hari, terutama sebelum tidur:


1. Tentang Sombong: "Apakah hari ini aku merasa lebih baik dari orang lain? Apakah aku merendahkan seseorang?"

2. Tentang Rakus: "Apakah aku merasa tidak puas dengan rezeki hari ini? Apakah aku terlalu mengejar dunia hingga lupa akhirat?"

3. Tentang Dengki: "Apakah hatiku tidak senang melihat keberhasilan saudaraku? Apakah aku mendoakan kebaikan untuknya atau mengharapkan nikmatnya hilang?"


C. Do'a


"Ya Allah, bersihkanlah hatiku dari sifat sombong, rakus, dan dengki. Anugerahkanlah kepadaku hati yang tawadhu', merasa cukup dengan pemberian-Mu, dan tulus dalam menasihati saudaraku. Jadikanlah kami termasuk orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Amin."


D. Nasihat-nasihat Para Wali dan Ulama


· Imam Al-Ghazali: "Ketahuilah bahwa hasad (dengki) adalah penyakit yang sangat berbahaya, obatnya adalah dengan mengetahui bahwa hasad itu tidak akan membahayakan orang yang dihasadi, tetapi justru membahayakan dirimu sendiri."

· Syekh Abdul Qadir al-Jailani: "Hakikat tawadhu' adalah ketika engkau keluar dari sifat-sifat kemanusiawianmu dan memasuki sifat-sifat kerohanianmu."

· Jalaluddin Rumi: "Dengki itu adalah penyakit yang tak terlihat, ia membunuhmu pelan-pelan. Bebaskan dirimu darinya, niscaya kau akan menemukan kedamaian."

· Abu Yazid al-Bistami: "Orang yang qana'ah adalah orang yang kaya, meskipun ia tidak memiliki harta. Sedangkan orang yang tamak adalah orang yang miskin, meskipun ia memiliki seluruh dunia."

· Imam Al-Ghazali (tambahan): "Siapa yang ridha dengan yang sedikit dari dunia, maka Allah akan ridha dengan yang sedikit dari amalnya. Dan siapa yang ridha dengan yang banyak dari dunia, maka Allah akan menuntut yang banyak dari amalnya."


E. Referensi Pustaka


1. Al-Qur'an al-Karim dan Terjemahannya.

2. Riyadhus Shalihin, Imam An-Nawawi.

3. Ihya' Ulumuddin, Imam Al-Ghazali.

4. Tazkiyatun Nafs, Said Hawwa.

5. Minhajul Abidin, Imam Al-Ghazali.

6. Berbagai kitab syarah hadis (Bukhari, Muslim, dll).


F. Ucapan Terima Kasih


Penulis mengucapkan syukur alhamdulillah kepada Allah SWT yang telah memberikan kemudahan dan hidayah-Nya sehingga buku kecil ini dapat diselesaikan. Terima kasih kepada semua guru dan ulama yang ilmunya menjadi rujukan. Semoga amal ibadah mereka diterima dan dilipatgandakan pahalanya. Kepada para pembaca, terima kasih atas waktu dan perhatiannya. Semoga kita semua dapat mengambil manfaat dan bersama-sama berjalan di jalan yang diridhai-Nya.


---


Penutup


---


“Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (QS.Asy-Syams [91]: 9-10)

Ibadah adalah Kesempatan Kerja:

 Tentu, ini adalah draf buku yang dapat Anda kembangkan lebih lanjut berdasarkan kerangka yang Anda minta.


---

Ibadah adalah Kesempatan Kerja: Meraih Untung Abadi dengan Modal Takwa.

---


Prakata


Bismillahirrahmanirrahim.


Segala puji bagi Allah SWT, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabatnya.


Buku ini lahir dari renungan mendalam terhadap sebuah ungkapan hikmah yang singkat namun sarat makna: “Ibadah adalah kesempatan kerja, kiosnya menyepi diri dan modalnya adalah takwa.” Ungkapan ini bagaikan peta harta karun yang menunjukkan di mana lokasi tambang emas (kesempatan kerja), bagaimana membangun tokonya (menyepi diri), dan dengan apa kita membeli keuntungannya (takwa).


Dalam hiruk-pikuk kehidupan modern, di mana segala sesuatu diukur dengan produktivitas dan keuntungan materi, konsep ibadah sering kali tereduksi menjadi ritual rutin yang kehilangan ruhnya. Buku ini berusaha mengajak pembaca untuk melihat ibadah dari sudut pandang yang berbeda: sebagai sebuah proyek investasi spiritual yang paling menguntungkan, baik di dunia maupun di akhirat.


Melalui pembahasan yang terstruktur dalam tiga bab utama, buku ini akan mengupas tuntas makna pernyataan tersebut, mendukungnya dengan dalil, menganalisis relevansinya di zaman now, dan yang terpenting, memberikan panduan praktis untuk merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari, disertai nasihat-nasihat berharga dari para ulama dan wali Allah.


Semoga kehadiran buku ini dapat menjadi pemantik bagi kita semua untuk menjadi pekerja-pekerja Allah yang profesional, yang menjalankan ‘shift kerja’ ibadahnya dengan penuh kesungguhan, kekhusyukan, dan ketakwaan, sehingga kita termasuk hamba-hamba-Nya yang beruntung.


Penulis


---


Bab 1: Redaksi Utama, Maksud, Makna, Tafsir, dan Hakikat Judul


A. Sebab Masalah (Latar Belakang) Manusia modern hidup dalam budaya yang memuja kesibukan(busy culture). Nilai seseorang sering diukur dari seberapa produktif ia dalam menghasilkan output materi. Dalam kondisi seperti ini, ibadah—yang seharusnya menjadi pusat orientasi—seringkali terpinggirkan. Ia dilakukan sebagai kewajiban tambahan, sekadar rutinitas pengisi waktu, atau bahkan dianggap sebagai penghambat produktivitas duniawi. Akibatnya, banyak yang menjalankan ibadah tetapi tidak merasakan kedamaian, ketenangan, apalagi transformasi spiritual. Ibadah kehilangan ‘rasa’ dan ‘ruh’-nya. Inilah masalah mendasar yang melatarbelakangi perlunya pemahaman baru yang segar dan powerful tentang hakikat ibadah.


B. Tujuan dan Manfaat


· Tujuan: Buku ini bertujuan untuk:

  1. Meluruskan persepsi tentang ibadah dari sekadar ritual pasif menjadi sebuah ‘kesempatan kerja’ atau proyek investasi yang aktif dan dinamis.

  2. Memberikan pemahaman mendalam tentang dua pilar utama ibadah yang efektif: khalwat (menyepi diri) dan taqwa (modal).

  3. Memotivasi pembaca untuk mengoptimalkan ‘bisnis’ ibadahnya guna meraih keuntungan dunia dan akhirat.

· Manfaat: Setelah membaca buku ini, diharapkan pembaca dapat:

  1. Menemukan makna dan semangat baru dalam menjalankan setiap ibadah.

  2. Memiliki strategi untuk menciptakan ‘kios yang menyepi’ di tengah kesibukan hidup.

  3. Memahami cara membangun dan mengelola ‘modal takwa’ dalam kehidupan sehari-hari.

  4. Meningkatkan kualitas dan kekhusyukan ibadah.


---


Bab 2: Pembahasan dan Analisis


A. Dalil: Al-Qur'an dan Hadis


1. Ibadah sebagai Tujuan Penciptaan: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56). Ayat ini menegaskan bahwa hidup adalah ‘waktu kerja’ untuk beribadah.

2. Keuntungan dari Ibadah (Taqwa): “...Dan bertaqwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.” (QS. Al-Baqarah: 189). Keuntungan sejati hanya diraih dengan modal taqwa.

3. Pentingnya Menyepi (Khalwat): Rasulullah SAW bersabda: “Sebaik-baiknya manusia adalah yang menyepi (mengasingkan diri) untuk melihat kesalahan dirinya dan selalu beribadah kepada Tuhannya.” (HR. Ath-Thabrani). Nabi SAW sendiri biasa berkhalwat di Gua Hira sebelum diangkat menjadi Rasul, membuktikan pentingnya menyendiri untuk mendekatkan diri kepada Allah.

4. Investasi Taqwa: “Hai orang-orang yang beriman, maukah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (Yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS. As-Shaff: 10-11). Ini adalah ayat bisnis (tijarah) yang sejati.


B. Relevansi Saat Ini Di era digital yang penuh dengan gangguan(notifikasi, media sosial, streaming), konsep ‘menyepi diri’ menjadi lebih relevan dan sekaligus lebih menantang daripada sebelumnya. ‘Menyepi’ tidak harus pergi ke gua, tetapi mampu menciptakan momen ‘digital detox’ untuk konsentrasi beribadah. Demikian juga, ‘taqwa’ sebagai modal sangat relevan di dunia yang penuh dengan godaan maksiat, korupsi, dan pelanggaran etika. Kesuksesan sejati, menurut Al-Qur'an, adalah dengan taqwa, bukan hanya dengan modal finansial semata.


C. Analisis dan Argumentasi Ungkapan“Ibadah adalah kesempatan kerja” menganalogikan kehidupan sebagai sebuah pasar. Setiap manusia adalah pedagang. Kesempatan beribadah (shalat, puasa, sedekah, dll.) adalah ‘proyek’ atau ‘peluang bisnis’ yang diberikan Allah. ‘Kios’ yang baik adalah hati yang tenang dan fokus (hasil dari menyepi diri), bebas dari gangguan ‘pasar’ duniawi. Tanpa kios yang baik, pelanggan (rasa khusyuk dan kehadiran hati) tidak akan datang.


‘Modal’nya adalah taqwa. Dalam bisnis, tanpa modal, mustahil ada transaksi dan keuntungan. Taqwa adalah mata uang spiritual yang digunakan untuk ‘membeli’ pahala, ampunan, dan ridha Allah. Seseorang yang beribadah tanpa dilandasi taqwa (misal: riya’, tidak jujur, masih melakukan maksiat) bagai berbisnis tanpa modal; hasilnya nihil atau bahkan bangkrut. Ibadahnya tidak ‘menguntungkan’ secara spiritual.


---


Bab 3: Penutup dan Penerapan


A. Kesimpulan Ibadah bukanlah beban,melainkan peluang emas (kesempatan kerja) yang diberikan Allah kepada hamba-Nya untuk meraih keuntungan abadi. Keberhasilan dalam memanfaatkan peluang ini bergantung pada dua hal: (1) Kemampuan menciptakan ‘kios’ yang kondusif melalui khalwat dan pengosongan hati dari selain Allah, dan (2) Pengelolaan ‘modal’ taqwa dengan menjauhi segala yang diharamkan dan menjalankan segala yang diperintahkan. Dengan kedua hal ini, ibadah akan menghasilkan ‘profit’ yang maksimal: ketenangan hati, kehidupan yang barokah, dan yang terpenting, ridha Allah SWT.


B. Muhasabah dan Caranya


· Muhasabah adalah introspeksi diri, menghitung-hitung ‘neraca keuangan’ spiritual kita.

· Caranya:

  1. Luangkan waktu 5-10 menit setiap selesai shalat atau sebelum tidur.

  2. Tanyakan pada hati: “Bagaimana kualitas shalatku hari ini? Apakah sudah khusyuk?”

  3. “Apakah ‘modal taqwaku’ berkurang karena maksiat yang kulakukan?”

  4. “Sudah seberapa sering aku ‘menyepi’ untuk benar-benar berdua dengan Allah?”

  5. Catat kekurangan dan buat komitmen untuk memperbaiki esok hari.


C. Do'a “Ya Allah, tunjukkanlah kami yang hak itu hak dan berikanlah kami kekuatan untuk mengikutinya. Dan tunjukkanlah kami yang batil itu batil dan berikanlah kami kekuatan untuk menjauhinya. Jadikanlah kami hamba-hamba-Mu yang pandai memanfaatkan kesempatan beribadah kepada-Mu. Anugerahkanlah kepada kami ketenangan dalam menyepi untuk mengingat-Mu dan kemudahan untuk senantiasa bertaqwa kepada-Mu. Amin, Ya Rabbal ‘Alamin.”


D. Nasehat-nasehat


· Hasan Al-Bashri: “Wahai anak Adam, engkau hanyalah kumpulan hari. Setiap hari yang berlalu, berlalu pula sebagian dirimu.”

· Rabi‘ah al-Adawiyah: “Aku beribadah kepada-Mu bukan karena takut neraka-Mu, bukan pula karena ingin surga-Mu, tetapi hanya karena kecintaanku kepada-Mu.”

· Abu Yazid al-Bistami: “Tinggalkan dirimu dan datanglah!”

· Junaid al-Baghdadi: “Taqwa adalah menjauhi segala yang dapat memutuskan hubunganmu dengan Allah.”

· Al-Hallaj: “Aku adalah Dia yang kucintai, dan Dia yang kucintai adalah aku.”

· Imam al-Ghazali: “Ilmu tanpa amal adalah gila, dan amal tanpa ilmu tidak akan pernah ada.”

· Syekh Abdul Qadir al-Jailani: “Hendaklah kamu bersama Allah tanpa keterkaitan (dengan selain-Nya). Jika kamu telah bersama-Nya, maka di manapun kamu berada, Allah akan menjagamu.”

· Jalaluddin Rumi: “Engkau lahir dengan potensi. Engkau lahir dengan keyakinan dan cinta. Engkau lahir dengan cita-cita. Engkau lahir dengan kebajikan. Janganlah engkau berpaling dari potensimu.”

· Ibnu ‘Arabi: “Siapa yang mengenal dirinya, maka ia mengenal Tuhannya.”

· Ahmad al-Tijani: “Hendaklah engkau selalu hadir bersama Allah dalam setiap keadaan.”


E. Referensi Pustaka


1. Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahannya.

2. Shahih Al-Bukhari dan Muslim.

3. Al-Ghazali, Imam. Ihya’ ‘Ulumuddin.

4. Al-Qusyairi, Abu al-Qasim. Ar-Risalah al-Qusyairiyyah.

5. Attas, Syed Muhammad Naquib al-. The Book of Counsels.

6. Buku-buku biografi dan kumpulan hikmah para sufi dan ulama.


F. Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan syukur alhamdulillah kepada Allah SWT yang telah memberikan kemudahan dan hidayah-Nya sehingga buku kecil ini dapat diselesaikan.Terima kasih yang tak terhingga kepada semua guru, keluarga, dan sahabat yang telah memberikan dukungan dan inspirasinya. Kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat dinantikan untuk perbaikan di masa mendatang. Semoga Allah membalas semua kebaikan dengan yang lebih baik.


---


Akhirul Kalam Wallahu a’lam bish-shawab. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Pangkal Kebajikan Dunia dan Akhirat

 

Pangkal Kebajikan Dunia dan Akhirat: Merengkuh Hidayah dengan Takut dan Harap


---


REDAKSI UTAMA


“Pangkal setiap kebajikan di dunia dan akhirat adalah takut kepada Allah, kunci dunia adalah perut kenyang, sedangkan kunci akhirat adalah perut lapar.” – Abu Sulaiman Ad-Darani


MAKNA JUDUL


Judul ini merujuk pada fondasi utama yang membangun seluruh kebaikan dalam kehidupan seorang muslim, baik yang berdampak di dunia (seperti ketenteraman dan keadilan) maupun yang bernilai pahala untuk kehidupan akhirat (seperti surga dan ridha-Nya). Fondasi tersebut adalah khauf (takut) dan raja' (harap) kepada Allah SWT.


MAKSUD DAN HAKEKAT


Perkataan Abu Sulaiman Ad-Darani bukanlah ajaran untuk membenci dunia atau menyiksa jasmani. Maksudnya adalah mengendalikan hawa nafsu, khususnya nafsu perut yang menjadi simbol dari keserakahan duniawi. Hakekatnya adalah pengendalian diri (self-control). “Kenyang” di sini metafora untuk ketergantungan dan kecintaan berlebihan pada dunia, sementara “lapar” adalah simbol dari zuhud, kesederhanaan, dan prioritas pada investasi akhirat.


TAFSIR PERNYATAAN


· Takut kepada Allah (Khasyyah) adalah rasa takut yang dilandasi pengetahuan akan keagungan, kekuasaan, dan pengawasan Allah. Rasa takut ini bukan untuk membuat manusia lari dari-Nya, tetapi justru mendekat dan berhati-hati dari segala yang dilarang-Nya. Inilah yang “menggeser catatan amal dari kiri ke kanan”.

· Perut Kenyang sebagai Kunci Dunia: Saat manusia hanya mengejar kepuasan materi (simbol: kenyang), maka pintu-pintu dunia (kekayaan, jabatan, syahwat) akan terbuka lebar, namun seringkali menjerumuskannya pada kelalaian (ghaflah).

· Perut Lapar sebagai Kunci Akhirat: Mengendalikan nafsu dengan “lapar” (puasa, makan secukupnya) memutus jalur syaitan, menjernihkan hati, dan membuka pintu-pintu spiritual seperti ketenangan, kebijaksanaan, dan kepekaan terhadap yang miskin.


LATAR BELAKANG MASALAH


Manusia diciptakan dengan dua kecenderungan: kecenderungan pada hawa nafsu (nafsu ammarah) dan kecenderungan pada kebaikan spiritual (nafsu muthma'innah). Konflik antara dua kecenderungan inilah yang menjadi akar masalah. Di era modern, godaan untuk “kenyang” dalam segala bentuk (konsumsi, hiburan, ghibah di media sosial) sangat massif, membuat manusia lupa pada tujuan penciptaannya.


INTISARI MASALAH & SEBAB TERJADINYA


Intisari masalahnya adalah ketidakseimbangan antara pemenuhan kebutuhan dunia dan akhirat. Sebab terjadinya adalah lemahnya rasa takut kepada Allah (khasyyah) dan dominannya kecintaan pada dunia (hubbud dunya).


RELEVANSI SAAT INI


Di tengah masyarakat kapitalistik yang mendewakan konsumsi dan keserakahan, ajaran zuhud (tidak berarti miskin, tetapi tidak tergantung pada materi) justru sangat relevan sebagai penangkal. “Lapar” juga bisa dimaknai sebagai digital detox, mengurangi scroll media sosial yang tidak bermanfaat untuk “mengenyangkan” jiwa dengan zikir dan ilmu.


DALIL: AL-QUR'AN & HADIS


· Q.S. Al-Hasyr [59]: 18: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat)...”

· Q.S. Al-Baqarah [2]: 197: “...Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa...”

· Hadis Riwayat Tirmidzi: “Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya terdapat perkara-perkara syubhat (samar) yang tidak diketahui kebanyakan orang. Barangsiapa menjauhi syubhat, maka ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya...”

· Hadis Riwayat Muslim: “Sesungguhnya syaitan mengalir pada anak Adam melalui aliran darah. Maka, sempitkanlah jalannya dengan lapar.”


ANALISIS DAN ARGUMENTASI


Ibadah yang dilandasi harap (raja') sering dianggap lebih utama karena mengandung unsur cinta. Namun, takut (khauf) adalah penjaga yang absolut. Keduanya bagai dua sayap burung; harus seimbang. Takut tanpa harap akan menyebabkan putus asa dari rahmat Allah, sementara harap tanpa takut akan menyebabkan perbuatan dosa yang diiringi anggapan bahwa Allah pasti mengampuni. Keseimbangan inilah yang disebut ‘Ubudiyyah (penghambaan yang sejati).


KESIMPULAN


Pangkal kebajikan adalah pengendalian nafsu yang berlandaskan rasa takut dan harap hanya kepada Allah. “Lapar” adalah disiplin untuk mengendalikan nafsu primer (makan, minum) agar kita tidak menjadi hamba dunia. Dari sini, kebajikan-kebajikan lain akan tumbuh subur, membawa keselamatan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.


MUHASABAH DAN CARANYA


Muhasabah adalah introspeksi diri. Caranya:


1. Luangkan waktu sejenak di akhir hari (sebelum tidur).

2. Bertanyalah pada diri sendiri: “Apa yang telah aku perbuat hari ini? Untuk siapa amal itu aku lakukan? Apakah ada maksiat yang tersembunyi?”

3. Bertaubat atas kesalahan dan bertekad untuk tidak mengulanginya.

4. Bersyukur atas nikmat dan kesempatan berbuat baik.


DOA


“Ya Allah, jadikanlah kami orang-orang yang takut kepada-Mu, sehingga dengan ketakutan itu kami menjauhi segala maksiat. Dan jadikanlah kami orang-orang yang berharap kepada-Mu, sehingga dengan harapan itu kami semangat dalam beramal shaleh. Lapangkanlah hati kami untuk berzikir kepada-Mu, dan cukupkanlah kami dengan rezeki-Mu yang halal.”


NASEHAT PARA WALI


· Hasan Al-Bashri: “Orang yang berilmu adalah yang takut kepada Allah Yang Maha Pengasih, meskipun ia tidak melihat-Nya, dan mengharap apa yang ada di sisi-Nya.”

· Rabi‘ah al-Adawiyah: “Aku tidak menyembah-Mu karena takut neraka-Mu, juga bukan karena mengharap surga-Mu. Aku menyembah-Mu karena kecintaanku kepada-Mu.”

· Imam Al-Ghazali: “Lima perkara sebelum lima: Hidupmu sebelum matimu, sehatmu sebelum sakitmu, waktu luangmu sebelum sibukmu, mudamu sebelum tuamu, dan kayamu sebelum miskinmu.”

· Syekh Abdul Qadir al-Jailani: “Takutlah kepada Allah sesuai dengan pengetahuanmu tentang-Nya.”

· Jalaluddin Rumi: “Matikan dirimu sebelum kau mati.” (Maksudnya: matikan nafsu duniawimu).


UCAPAN TERIMA KASIH


Tim redaksi mengucapkan terima kasih kepada para pembaca yang budiman. Semoga coretan singkat ini dapat menjadi pengingat bagi kita semua untuk senantiasa memperbaiki diri.


DAFTAR PUSTAKA


1. Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahannya.

2. Riyadhush Shalihin, Imam An-Nawawi.

3. Ihya’ ‘Ulumuddin, Imam Al-Ghazali.

4. Al-Mawa'izh wal Majalis, Abu Sulaiman Ad-Darani.

5. berbagai sumber otentik kajian tasawuf.


---

TUMANINAH: Meraih Ketenangan Hati Melalui Shalat yang Sempurna

 


---

“TUMANINAH: Meraih Ketenangan Hati Melalui Shalat yang Sempurna”


Berdasarkan Hadits Nabi Muhammad SAW

“Jika engkau hendak mengerjakan shalat maka sempurnakanlah wudhu, lalu bacalah (ayat) Al-Qur'an yang mudah bagimu, lalu ruku'lah hingga engkau tenang (tumaninah dalam ruku'), kemudian bangunlah hingga engkau tegak berdiri, lalu sujudlah hingga engkau tenang dalam sujud, kemudian bangunlah hingga engkau tenang dalam duduk. lalu sujudlah hingga engkau merasa tenang dalam sujud. Lakukanlah hal itu dalam shalatmu seluruhnya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, dan Imam Tujuh)


---


Bab 1: Fondasi Tumaninah dalam Shalat


Redaksi Utama, Maksud, Makna, Tafsir, dan Hakikat Judul


Shalat merupakan tiang agama dan mi'raj-nya seorang mukmin. Namun, shalat tidak hanya tentang gerakan dan bacaan, tetapi tentang kehadiran hati (hudhur al-qalb) dan ketenangan (tumaninah). Hadits di atas menjadi panduan operasional yang sangat jelas dari Rasulullah SAW tentang bagaimana mencapai hakikat shalat yang sesungguhnya.


A. Sebab Masalah (Asbab Al-Wurud) Hadits ini disampaikan Rasulullah SAW sebagai respon atas praktik shalat yang dilakukan oleh sebagian sahabat yang masih tergesa-gesa,tidak menyempurnakan ruku', sujud, dan i'tidalnya. Gerakan shalat mereka seperti burung yang mematuk, cepat tanpa thuma'ninah. Melihat hal ini, Nabi SAW mengajarkan dengan sangat detail tentang kewajiban thuma'ninah pada setiap rukun shalat, karena thuma'ninah adalah ruh dari shalat itu sendiri. Shalat tanpa thuma'ninah bagai jasad tanpa nyawa; sah secara fiqih namun hilang esensi dan kekuatannya.


B. Tujuan dan Manfaat

· Tujuan: Untuk menanamkan pemahaman bahwa kesempurnaan shalat terletak pada kekhusyukan dan ketenangan (tumaninah) dalam setiap gerakan dan bacaan, bukan pada kecepatan atau sekadar menunaikan kewajiban.

· Manfaat:

  1. Spiritual: Membentuk pribadi yang khusyuk, tenang, dan selalu mengingat Allah (dzikir).

  2. Psikologis: Menjadi terapi kejiwaan yang hebat; menghilangkan kecemasan, stress, dan mendatangkan ketenangan batin.

  3. Fiqih: Memastikan shalat yang dilakukan telah memenuhi rukun-rukunnya dengan sempurna sehingga sah di sisi hukum.

  4. Sosial: Membentuk disiplin, kesabaran, dan ketenangan dalam menghadapi problematika kehidupan sehari-hari.


---


Bab 2: Tinjauan Komprehensif Tentang Tumaninah


A. Dalil: Al-Qur'an dan Hadits

1. Al-Qur'an:

   · QS. Al-Baqarah [2]: 45: “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.”

   · QS. Al-Mu'minun [23]: 1-2: “Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, (yaitu) orang yang khusyuk dalam shalatnya.”

   · QS. Thaha [20]: 14: “Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.” (Tujuan shalat adalah dzikir, yang memerlukan ketenangan).

2. Hadits:

   · Hadits di atas (HR. Al-Bukhari & Muslim) adalah dalil utama.

   · Hadits tentang orang yang buruk shalatnya (HR. Abu Daud): Rasulullah SAW memerintahkan seorang sahabat untuk mengulangi shalatnya karena tidak thuma'ninah.

   · Hadits: “Seburuk-buruk pencuri adalah orang yang mencuri dalam shalatnya.” Para sahabat bertanya, “Bagaimana mencuri dalam shalat itu?” Beliau menjawab, “Ia tidak menyempurnakan ruku’ dan sujudnya.” (HR. Ahmad).


B. Relevansi Saat Ini Di era modern yang serba cepat dan penuh distraksi,penyakit "shalat ala patukan ayam" justru semakin massif. Shalat sering dikerjakan dengan terburu-buru, sambil memikirkan urusan dunia, atau bahkan sambil mengecek gawai. Hadits ini mengingatkan kita untuk slow down dan menjadikan shalat sebagai oasis ketenangan di tengah hiruk-pikuk kehidupan. Thuma'ninah adalah anti-tesis dari kecepatan tanpa makna. Ia adalah praktik mindfulness yang diajarkan Islam jauh sebelum konsep modern itu populer.


C. Analisis dan Argumentasi Thuma'ninah secara bahasa berarti diam tenang setelah sebelumnya bergerak.Secara istilah syar'i, ia adalah diamnya seluruh anggota tubuh sejenak pada posisi tertentu (rukuk, sujud, duduk) dalam waktu yang cukup untuk membaca dzikir yang wajib (seperti Subhana Rabbiyal 'Azhim sekali). Ulama sepakat bahwa thuma'ninah adalah rukun shalat. Shalat tanpa thuma'ninah adalah tidak sah.


Argumentasinya jelas: gerakan shalat adalah simbol penghambaan. Ruku' adalah bentuk pengagungan, sujud adalah puncak penyerahan diri. Mustahil pengagungan dan penyerahan diri itu dilakukan dengan tergopoh-gopoh. Thuma'ninah adalah manifestasi dari rasa hormat, takut, dan cinta kepada Allah SWT. Ia adalah bahasa tubuh dari hati yang khusyuk.


---


Bab 3: Penutup dan Penerapan


A. Kesimpulan Shalat yang sempurna adalah shalat yang memadukan keabsahan gerakan(fiqih) dan kehadiran hati (tasawuf). Kunci utamanya adalah thuma'ninah. Ia dimulai dari wudhu yang khusyuk, diikuti dengan bacaan Al-Qur'an yang tartil, dan dilakukan pada setiap perubahan gerakan shalat dengan tenang dan sadar penuh. Inilah shalat yang akan mencegah dari perbuatan keji dan mungkar (QS. Al-Ankabut: 45), serta menjadi penyejuk hati dan penolong dalam setiap kesulitan.


B. Muhasabah dan Caranya


· Muhasabah (Introspeksi Diri): Setelah selesai shalat, tanyalah pada hati:

  · "Sudahkah wudhuku sempurna dan khusyuk?"

  · "Sudahkah aku thuma'ninah dalam setiap ruku' dan sujudku?"

  · "Adakah pikiran duniawi yang mengganggu kekhusyukanku?"

  · "Seberapa besar usaha ku untuk memahami bacaan shalatku?"

· Caranya:

  1. Pelajari: Pahami makna bacaan shalat (dari takbiratul ihram hingga salam).

  2. Praktik: Mulai perbaiki shalat dengan memperlambat gerakan, berhenti sejenak (1-2 detik) di setiap posisi sebelum melanjutkan.

  3. Visualisasi: Bayangkan Keagungan Allah yang sedang engkau sembah.

  4. Konsisten: Lakukan perbaikan ini sedikit demi sedikit secara istiqamah.


C. Do'a


· Do'a Memohon Kekhusyukan:

  · “Allahumma inni a'udzu bika min 'ilmin laa yanfa', wa min qalbin laa yakhsya', wa min nafsin laa tasyba', wa min du'aa'in laa yusma'.”

  · (Artinya): “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyuk, dari nafsu yang tidak pernah kenyang, dan dari doa yang tidak didengar.” (HR. Muslim)


D. Nasehat-nasehat Para Sufi dan Ulama


· Hasan Al-Bashri: “Wahai anak Adam. Shalat adalah perkara yang dapat menghalangimu dari maksiat dan kemungkaran. Jika shalat tidak menghalangimu dari maksiat dan kemungkaran, maka hakikatnya engkau belum shalat.”

· Rabi‘ah al-Adawiyah: “Shalatku bukanlah untuk mencari surga-Mu atau takut neraka-Mu, tetapi karena kecintaanku untuk memenuhi panggilan-Mu dan merasakan kelezatan bermunajat kepada-Mu.”

· Imam al-Ghazali: “Khusyuk dalam shalat adalah hadirnya hati di hadapan Allah SWT dengan mengosongkannya dari segala hal selain yang sedang dihadapi dan diucapkan dalam shalatnya.”

· Syekh Abdul Qadir al-Jailani: “Shalatlah dengan hati yang hadir, bukan dengan tubuh yang hadir sementara hati terlupakan. Hati yang hadir itulah yang akan membawamu kepada Allah.”

· Jalaluddin Rumi: “Shalat adalah mi'rajnya orang beriman. Dalam mi'raj itu, sang pecinta berbicara dengan Sang Kekasih tanpa perantara.”

· Abu Yazid al-Bistami: “Jika engkau shalat, hadirlah seolah-olah ini adalah shalat terakhirmu, seolah-olah engkau sedang berpisah dari dunia.”

· Junaid al-Baghdadi: “Khusyuk adalah buah dari ma'rifat (mengenal Allah). Hati yang mengenal Keagungan-Nya akan gemetar, tunduk, dan khusyuk di hadapan-Nya.”


E. Referensi Pustaka


1. Al-Bukhari, Muhammad bin Ismail. Shahih Al-Bukhari.

2. Muslim, Muslim bin Al-Hajjaj. Shahih Muslim.

3. An-Nawawi, Yahya bin Syaraf. Riyadhus Shalihin.

4. Al-Ghazali, Abu Hamid. Ihya' Ulumuddin.

5. Ash-Shiddieqy, Tengku Muhammad Hasbi. Pedoman Shalat.

6. Al-Qardhawi, Yusuf. Al-Khusyu' fish Shalah.

7. Nurbakhsh, Dr. Javad. Masterpieces of Sufi Wisdom.


F. Ucapan Terimakasih Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan taufik dan hidayah-Nya sehingga buku kecil ini dapat diselesaikan.Sholawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, dan para sahabatnya.


Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah mendukung dan memberikan inspirasi. Semoga buku ini dapat menjadi pengingat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya untuk senantiasa memperbaiki kualitas shalat, menuju shalat yang khusyuk dan penuh tumaninah. Semoga bermanfaat dan menjadi amal jariyah yang tidak terputus. Aamiin.


---

 “TUMANINAH: Chill & Tenang Lewat Sholat yang Nyunnah”


Berdasarkan Sabda Nabi Muhammad SAW


“Jika lo mau sholat, sempurnain dulu wudhunya, terus baca ayat Qur’an yang enak buat lo, terus ruku’ sampe lo beneran chill (tumaninah), terus berdiri lagi sampe lo tegak betul, terus sujud sampe tenang, terus duduk sebentar sampe rileks, lalu sujud lagi sampe chill banget. Ulangin begitu di semua sholat lo, yaa.”

(HR. Al-Bukhari, Muslim, dkk. – Intinya mah valid banget!)


---


Bab 1: Dasar-Dasar Tumaninah – Jangan Cepu!


Teks, Maksud, Makna, dan Vibes Judul


Sholat tuh kayak koneksi privat kita sama Allah. Bukan cuma gerakan doang, tapi tentang quality time sama-Nya. Nah, hadits di atas tuh kayak tutorial detail gimana caranya biar sholat kita nggak sekadar gerak tanpa jiwa.


A. Asal Muasal Masalah Dulu ada beberapa sahabat yang sholatnya kayak burung lagi patuk-patuk makanan—cepat banget, tanpa jeda, tanpa chill. Nabi SAW liat itu, terus beliau kasih tau: “Bro, jangan kayak gitu. Sholat tuh harus ada thuma’ninah-nya, ada ketenangannya.” Intinya, sholat tanpa tumaninah itu kayak mi instan tanpa bumbu —ada bentuknya, tapi rasanya hambar.


B. Tujuan & Benefitnya Buat Kita


· Tujuannya: Biar sholat kita bukan sekadar gerakan wajib, tapi beneran bermakna dan chill.

· Benefitnya:

  1. Spiritual Upgrade: Hati jadi lebih adem, sering ingat Allah.

  2. Mental Healing: Ngebantu reduce stress, anxiety, dan overthinking.

  3. Ibadahnya Sah: Secara fiqih, sholat lo bener dan diterima.

  4. Life Impact: Ngebentuk diri jadi lebih sabar, disiplin, dan calm dalam sehari-hari.


---


Bab 2: Kupas Tuntas Soal Tumaninah


A. Dalilnya Langsung dari Qur’an & Hadits


1. Dari Qur’an:

   · QS. Al-Baqarah [2]: 45:

          “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.”

          (Artinya: Sholat + sabar = solusi. Tapi cuma buat yang sholatnya khusyuk).

   · QS. Al-Mu’minun [23]: 1-2:

          “Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, (yaitu) orang yang khusyuk dalam shalatnya.”

          (Artinya: Yang sholatnya khusyuk = orang yang beruntung banget).

2. Dari Hadits:

   · Udah disebut di atas —yang sabda Nabi soal tumaninah.

   · Ada juga hadits yang bilang:

          “Pencuri paling parah tuh yang nyuri dalam sholat.”

          Sahabat nanya: “Gimana maksudnya?”

          Nabi jawab: “Yaitu yang nggak nyempurnain ruku’ dan sujudnya.” (HR. Ahmad).

          (Intinya: jangan jadi pencuri sholat sendiri!).


B. Relevansinya di Zamaan Now Di jaman sekarang yang serba cepat,TikTok, hustle culture —sholat malah sering jadi korban. Kita buru-buru, sambil scroll HP, atau mikirin kerjaan. Padahal, sholat tuh harusnya jadi escape dari keributan dunia. Tumaninah itu kayak mindfulness ala Nabi —bikin kita pause sejenak, bernapas, dan beneran connect sama Allah.


C. Analisis & Argumen Tumaninah secara bahasa= chill, tenang, nggak grusa-grusu. Secara syar’i: lo harus diam beberapa saat di setiap gerakan sholat (rukuk, sujud, duduk) cukup buat baca dzikir wajib (contoh: “Subhana Rabbiyal ‘Azhim” sekali). Semua ulama sepakat: Tumaninah itu wajib. Kalo nggak, sholat lo nggak sah.


Logikanya: kalo lo lagi meeting sama bos aja harus sopan, tenang, dan fokus —apalagi pas lagi meeting sama Allah?


---


Bab 3: Penutup & Action Plan


A. Kesimpulan Sholat yang bener tuh yang:


· Wudhu’nya khusyuk,

· Bacaannya tartil dan dimengerti,

· Gerakannya chill dan tenang.


Hasilnya? Sholat yang bener bakal ngejaga kita dari perbuatan jelek dan bikin hati adem.


B. Muhasabah Diri: Cek Lagi Sholat Lo!


· Abis sholat, tanya diri:

  · “Tadi wudhu’ udah bener atau buru-buru?”

  · “Gw udah chill pas ruku’ dan sujud belum?”

  · “Pikiran gw kemana aja tadi? Udah fokus atau kemana-mana?”

· Tips biar makin khusyuk:

  1. Pelajari arti bacaan sholat —biar lo ngerti lagi ngomong apa.

  2. Perlahanin gerakan. Jangan kayak dikejar setan.

  3. Bayangin lagi siapa yang lo hadapin —Allah, Yang Maha Besar.

  4. Konsisten latihan. Nggak harus langsung perfect.


C. Do’a Supaya Sholat Makin Khusyuk “Allahumma inni a’udzu bika min ‘ilmin laa yanfa’, wa min qalbin laa yakhsya’, wa min nafsin laa tasyba’, wa min du’aa-in laa yusma’.”


Artinya:

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang nggak manfaat, dari hati yang nggak khusyuk, dari nafsu yang nggak pernah puas, dan dari doa yang nggak didengar.”

(HR. Muslim —do’a yang relate banget buat kita semua).


D. Nasehat-Nasehat Gaul dari Para Sufi & Ulama


· Hasan Al-Bashri:

    “Kalo sholat lo nggak bisa ngejaga lo dari maksiat, berarti lo belum bener sholatnya.”

· Rabi’ah al-Adawiyah:

    “Aku sholat bukan demi surga atau takut neraka, tapi karena cinta sama Allah.”

· Imam Al-Ghazali:

    “Khusyuk tuh ketika hati lo full hadir, nggak kemana-mana.”

· Jalaluddin Rumi:

    “Sholat tuh mi’raj-nya orang beriman. Saat di mana kekasih ngobrol langsung.”

· Syekh Abdul Qadir al-Jailani:

    “Jangan cuma badan yang sholat, tapi hati lo harus ikutan.”

· Abu Yazid al-Bistami:

    “Sholatlah seakan-akan itu sholat terakhirmu.”

· Junaid al-Baghdadi:

    “Kalo lo udah kenal Allah, pasti lo bakal chill dan khusyuk di hadapan-Nya.”


E. Daftar Pustaka (Tetap Kredibel!)


1. Shahih Al-Bukhari

2. Shahih Muslim

3. Riyadhus Shalihin – Imam Nawawi

4. Ihya’ Ulumuddin – Al-Ghazali

5. Al-Khusyu’ fish Shalah – Yusuf Al-Qardhawi

6. Dan lain-lain…


F. Ucapan Terima Kasih Alhamdulillah ya Allah,akhirnya selesai juga buku kecil ini. Sholawat dan salam buat Nabi Muhammad SAW, sang inspirator terbaik.


Big thanks buat semua yang udah baca, support, dan semoga kita semua bisa upgrade kualitas sholat kita. Biar nggak cuma gerakan doang, tapi beneran meaningful. Aamiin!


---


Gimmick akhir:

“So, next time sholat: slow down, chill, and feel the connection. You’ll feel the difference.” 😌🕌