Saturday, May 3, 2025

Dekat dengan Ulama dan Memperhatikan Nasihat Hukama

 


---


HARIAN CAHAYA HIKMAH Edisi Khusus: Menyelami Kearifan Spiritual Rabu, 1 Ramadhan 1446 H


---


REDAKSI UTAMA: DEKAT DENGAN ULAMA DAN MEMPERHATIKAN NASIHAT HUKAMA


Sebuah hadis Nabi Muhammad saw. menegaskan pentingnya bermuamalah dengan dua golongan istimewa: “Hendaklah kalian bergaul dengan ulama dan mendengarkan ucapan hukama, karena Allah Ta’ala menghidupkan kembali hati yang mati dengan cahaya hikmah, sebagaimana Dia menghijaukan tanah gersang dengan air hujan.”

Hikmah adalah ilmu yang bermanfaat, sedang hukama adalah orangorang ahli hikmah. Dalam hadis ini hukama ialah ahli hikmah yang. mengetahui Dzat Allah Ta’ala, selalu tepat ucapan dan perbuatannya. Sedangkan ulama, adalah orang alim yang mengamalkan ilmunya.

Dalam riwayat Ath-Thabrani dari Abi Hanifah disebutkan:

“Hendaklah kalian bergaul dengan para pemimpin, bertanyalah kalian kepada para ulama dan bergaullah kalian dengan hukama.”

Menurut riwayat lain:

“Bergaullah dengan ulama, bersahabatlah dengan. hukama dan bercampurlah dengan kubara.”

Ulama itu terbagi tiga, yaitu:

Ulama, yaitu orang yang alim tentang hukum-hukum Allah swt., mereka berhak memberikan fatwa. .

Hukama, yaitu orang-orang yang mengetahui Zat Allah saja. Bergaul dengan mereka ini membuat perangai menjadi terdidik, karena dari hati mereka bersinar cahaya makrifat (mengenali Allah dan rahasiarahasia) dan dari jiwa mereka membias sinar keagungan Allah.

Kubara, yaitu orang yang diberi anugerah keduanya.

Bergaul akrab dengan ahli Allah akan mendatangkan tingkah laku yang baik. Hal ini karena mengambil manfaat dengan pengawasan itu lebih baik daripada dengan lisan. Jadi, seseorang yang pengawasannya bermanfaat kepadamu, niscaya bermanfaat pula ucapannya bagimu. Sebaliknya, jika pengawasannya tidak bermanfaat, maka tidak bermanfaat pula ucapannya.

As-Sahrawardi meliput ke sebagian mesjid AlKhaif di Mina sambil memandang wajah orang-orang yang ada di sana. Beliau ditanya oleh seseorang: Mengapa tuan memandang wajah-wajah orang lain!

Beliau menjawab: Sesungguhnya Allah memiliki beberapa orang yang jika memandang orang lain maka mendatangkan kebahagiaan bagi yang dipandang dan aku mencari orang yang demikian itu.

Nabi saw. bersabda:

“Akan datang suatu zaman kepada umatku, “mereka lari dari para ulama dan fukaha, maka Allah akan menurunkan tiga macam bencana kepada mereka: Pertama, dicabut kembali berkah dari usahanya, kedua, dia kuasakan penguasa zalim atas mereka, ketiga, mereka meninggal dunia tanpa membawa iman.”


MAKNA JUDUL: MEMBEDAH ULAMA DAN HUKAMA


Istilah ‘Ulama’ (العلماء) secara bahasa adalah bentuk jamak dari ‘alim yang berarti orang yang berilmu. Dalam konteks ini, yang dimaksud adalah orang alim yang mendalam ilmu agamanya, khususnya hukum-hukum syariat, dan mengamalkannya. Mereka adalah pewaris para Nabi.


Sementara ‘Hukama’ (الحكماء) adalah bentuk jamak dari ‘hakim’, yang berarti orang-orang yang bijaksana. Dalam penjelasan hadis, mereka adalah ahli hikmah yang telah mencapai ma'rifat (pengenalan mendalam) kepada Zat Allah, sehingga ucapan dan perbuatannya selalu tepat dan tertata.


HAKIKAT DAN TAFSIR: TIGA LAPISAN KEARIFAN


Beberapa riwayat, seperti dari Ath-Thabrani, melengkapi sabda ini dengan menyebutkan tiga kelompok: Ulama, Hukama, dan Kubara (orang-orang besar).


1. Ulama: Ahli hukum syariat. Bergaul dengan mereka melindungi kita dari kesesatan dalam beribadah dan muamalah.

2. Hukama: Ahli hakikat dan tasawuf. Bergaul dengan mereka membersihkan hati dan mendidik akhlak, karena cahaya ma'rifat mereka memancar ke dalam jiwa orang di sekitarnya.

3. Kubara: Orang yang dianugerahi kedua ilmu tersebut secara sempurna; memadukan syariat dan hakikat.


Hikmah di sini adalah ilmu yang manfaat, yang menyentuh dan menggerakkan hati. Proses menghidupkan hati dengan cahaya hikmah ibarat menyirami tanah tandus dengan air hujan yang menghijaukannya.


TUJUAN DAN MANFAAT: TERAPI JIWA DALAM PERGAULAN


Tujuan dari nasihat Nabi ini adalah terapi spiritual. Bergaul dengan para ahli Allah (Auliya') bukan sekadar untuk transfer ilmu lisan, tetapi untuk mengambil manfaat dari pengawasan (muraqabah) dan keadaan (hal) mereka. Seseorang yang kehadirannya saja sudah memberi ketenangan dan mengingatkan kita pada Allah, niscaya nasihatnya akan lebih berbekas. Kisah As-Sahrawardi yang mencari orang yang pandangannya membawa kebahagiaan adalah bukti nyata mencari ‘pergaulan yang terapiutik’.


LATAR BELAKANG & INTISARI MASALAH: MELARIKAN DIRI DARI PEMBIMBING


Latar belakang hadis ini adalah kekhawatiran Nabi akan datangnya zaman di mana umatnya menjauhi para pembimbing spiritualnya. Intisari masalahnya adalah kematian hati. Hati yang jauh dari cahaya hikmah akan menjadi mati, gersang, dan tidak dapat menumbuhkan iman dan akhlak yang mulia.


SEBAB TERJADINYA MASALAH: KESOMBONGAN DAN KECINTAAN PADA DUNIA


Sebab utama terjadinya masalah ini adalah:


1. Kesombongan Ilmu (Pride): Merasa sudah cukup pandai sehingga meremehkan nasihat ulama.

2. Kecintaan pada Dunia: Sibuk dengan urusan duniawi hingga mengabaikan kebutuhan jiwa.

3. Krisis Teladan: Kesulitan menemukan figur ulama/hukama yang benar-benar mengamalkan ilmunya, yang pada akhirnya membuat masyarakat menjadi apatis.


DALIL: PONDASI SYAR'I


· Al-Qur'an: “Katakanlah, ‘Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata.” (QS. Yusuf: 108). Ayat ini menunjukkan pentingnya mengikuti orang yang memiliki bashirah (pandangan hati yang jelas).

· Al-Qur'an: “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah para ulama.” (QS. Fathir: 28).

· Hadis: Ancaman dalam hadis, “...mereka lari dari para ulama dan fukaha... maka Allah menurunkan tiga bencana...” menjadi peringatan keras atas akibat menjauhi mereka.


ANALISIS & RELEVANSI SAAT INI: KRISIS OTORITAS SPIRITUAL DI ZAMAN DIGITAL


Di era banjir informasi dan influencer, nasihat Nabi ini sangat relevan. Banyak orang mencari “hikmah” dari sumber yang tidak jelas otoritas keilmuannya. Mereka menjadi “ulama’ google” yang justru menyebabkan kebingungan dan perpecahan.


Relevansinya:


1. Filter Informasi: Ulama dan hukama berperan sebagai filter dan pemandu agar kita tidak tersesat dalam samudra informasi.

2. Ketenangan Jiwa: Di tengang hingar-bingar kehidupan modern, berguru kepada mereka yang tenang jiwanya adalah obat kecemasan.

3. Pencegahan Radikalisme: Pemahaman agama yang hanya tekstual tanpa hikmah dan akhlak dari para hukama dapat menjerumuskan pada radikalisme. Pergaulan dengan mereka mengajarkan keluhuran budi dan toleransi.


KESIMPULAN


Dekat dengan ulama dan hukama adalah kebutuhan jiwa, bukan sekadar kewajiban. Ini adalah strategi Nabi untuk menjaga keselamatan iman dan akhlak umatnya hingga akhir zaman. Menjauhi mereka adalah pintu menuju bencana spiritual dan duniawi.


MUHASABAH DAN CARANYA


· Muhasabah: Sudahkah saya memiliki guru atau orang shaleh yang saya jadikan rujukan dalam masalah agama dan kehidupan? Ataukah saya hanya mengandalkan diri sendiri dan akal saya?

· Caranya:

  1. Cari dan Datangi: Bersungguh-sungguh mencari dan mendatangi majelis ilmu dan dzikir.

  2. Tawadhu: Rendahkan hati untuk menerima nasihat.

  3. Amalkan: Ilmu yang didapat harus diamalkan, bukan hanya untuk wacana.

  4. Hormati: Menjaga adab terhadap mereka.


DOA


“Allahumma arinal haqqa haqqan warzuqnat tibaa’ah, wa arinal baathila baathilan warzuqnaj tinaabah.” (Ya Allah,tunjukkanlah kepada kami yang benar itu benar dan berilah kami kekuatan untuk mengikutinya. Dan tunjukkanlah kepada kami yang batil itu batil dan berilah kami kekuatan untuk menjauhinya).


NASEHAT PARA HUKAMA


· Hasan Al-Bashri: “Ilmu itu bukanlah dengan banyaknya riwayat, tetapi ilmu adalah cahaya yang Allah letakkan di dalam hati.”

· Imam Al-Ghazali: “Siapa yang tidak memiliki guru, maka setanlah gurunya.”

· Syekh Abdul Qadir al-Jailani: “Seorang salik (penempuh jalan spiritual) tanpa guru bagaikan pohon tanpa akar.”

· Jalaluddin Rumi: “Pergilah mencari guru, carilah teman yang baik, dan bergaullah dengan mereka. Karena rahasia itu tersingkap melalui pergaulan, bukan hanya melalui pembelajaran.”

· Abu Yazid al-Bistami: “Barangsiapa yang tidak memiliki syekh yang membimbingnya, maka imamnya adalah setan.”


DAFTAR PUSTAKA


1. Al-Qur’an al-Karim.

2. Kumpulan Hadis (Musnad Ath-Thabrani, dll).

3. Al-Ghazali. Ihya’ Ulumuddin.

4. As-Sahrawardi. ‘Awarif al-Ma’arif.

5. Buku-buku Biografi dan Karya Para Sufi yang disebutkan.


---


UCAPAN TERIMA KASIH


Redaksi Harian Cahaya Hikmah mengucapkan terima kasih kepada semua pembaca setia. Semoga sajian ilmu dan hikmah ini dapat menjadi penyejuk hati dan penerang perjalanan spiritual kita semua. Mari kita jadikan nasihat Nabi ini sebagai pedoman hidup.


Wallahu a’lam bish-shawab.


-----

 WHY YOU NEED TO HANG OUT WITH ULAMA & HUKAMA (Serius, Ini Nasihat Nabi!)


Intro: Hey,guys! Pernah denger nasihat, “Berkumpullah dengan penjual minyak wangi, pasti kebawa wanginya”? Nah, Nabi Muhammad saw. punya nasihat level dewa yang mirip tapi lebih dalem. Beliau bilang:


“Hendaklah kalian bergaul dengan ulama dan mendengarkan ucapan hukama, karena Allah Ta’ala menghidupkan kembali hati yang mati dengan cahaya hikmah, sebagaimana Dia menghijaukan tanah gersang dengan air hujan.”


Apa sih Maksudnya? Jadi,dalam hidup ini kita butuh circle yang baik. Nabi rekomendasiin dua tipe orang yang harus kita ikuti:


1. The Ulama: Mereka itu kayak walking Google tentang hukum agama. Tapi bukan cuma hafal teori, mereka juga ngamalin ilmunya. Mereka bisa ngejelasin halal-haram, boleh-enggak, dan seluk-beluk ibadah dengan tepat.

2. The Hukama: Mereka ini lebih ke influencer spiritual. Orangnya bijaksana banget, karena mereka udah kenal banget sama Allah. Perkataan dan tindakannya selalu on point dan bikin hati adem. Bergaul dengan mereka itu kayak free therapy jiwa.


Kenapa Harus Dekat Sama Mereka? Alasannya epic banget.Nabi bilang, dengan dekat mereka, hati kita yang udah “mati” atau “tandus” (karena dosa, maksiat, atau kesibukan dunia) bisa hidup lagi dan jadi hijau! Ibaratnya, hujan deras yang nyegarin tanah kering, begitu juga cahaya hikmah dari mereka bakal nyegarin hati kita.


Jangan Ghosting Mereka! Nabi juga ngasih warning serius.Katanya, bakal dateng zaman di mana orang-orang lari dan ghosting para ulama dan orang bijak. Consequences-nya berat: rezeki nggak berkah, dipimpin penguasa zalim, dan yang paling ngeri... meninggal dalam keadaan nggak bawa iman. Astaghfirullah!


Relevansi di Zaman Now? Ini bener-bener relate sama kondisi kita sekarang!


· Di era di mana semua orang bisa jadi “ustad dadakan” di medsos, kita butuh banget filter untuk bedain mana ilmu beneran, mana yang cuma sensasi.

· Biar feed Instagram kita nggak isinya cuma hustle culture dan drama doang, tapi juga ada konten yang nyirami hati.

· Biar kita punya kompas hidup yang bener, bukan sekadar ikut-ikutan tren.


Jadi, Gimana Caranya?


1. Cari Circle yang Bener: Ikutan kajian offline/online yang jelas sanad ilmunya. Cari guru yang bikin hati kita pengen jadi lebih baik, bukan cuma pinter debat.

2. Dengerin Nasihatnya: Jangan males! Nasihat mereka itu obat buat hati yang lagi capek.

3. Respect Them: Jaga adab dan hormat sama mereka.


Kata-kata Motivasi dari Para Legenda:


· Imam Al-Ghazali: “Kalo kamu nggak punya guru, maka gurumu adalah setan.” (Ngeri, kan?)

· Jalaluddin Rumi: “Cari temen yang baik. Rahasia kehidupan seringnya terbuka lewat pergaulan, bukan cuma dari buku.”

· Syekh Abdul Qadir al-Jailani: “Orang yang jalan spiritual tanpa guru itu kayak pohon tanpa akar. Gampang tumbang.”


Kesimpulan: Intinya,your circle matters! Pergaulan kita bisa nentuin masa depan iman dan hati kita. So, yuk, upgrade circle pertemanan dan ilmu kita! Carilah teman yang bukan cuma seru diajak hangout, tapi juga bisa ngajak kita ke surga.


Doa Penutup: “Ya Allah, tunjukkanlah yang benar itu benar dan beri kami kekuatan untuk ngikutinnya. Dan tunjukkanlah yang salah itu salah dan beri kami kekuatan untuk jauhinnya.”


Aamiin.


---


Sumber: Al-Qur'an, Hadits, dan perkataan para ulama. Terima kasihudah baca! Semoga bermanfaat dan bikin kita semangat cari teman dan guru yang baik

No comments: