Saturday, August 2, 2025

Tiga Faktor Penyelamat, Perusak, Derajat, dan Penebus Dosa: Sebuah Renungan Spiritualitas.

 


Judul Buku: Tiga Faktor Penyelamat, Perusak, Derajat, dan Penebus Dosa: Sebuah Renungan Spiritualitas

Intisari Bahasan: Muhasabah Diri Buku ini merupakan ajakan untuk bermuhasabah—introspeksi dan perenungan diri—berdasarkan sabda Nabi Muhammad ﷺ tentang empat kelompok faktor penting: yang menyelamatkan, merusak, meninggikan derajat, dan menghapus dosa. Disertai ayat-ayat Al-Qur'an, hadis-hadis terkait, serta hikmah para wali dan ulama besar tasawuf sepanjang zaman.


Hadis Utama (dalam Bahasa Arab dan Terjemahan):

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: «ثَلَاثٌ مُنْجِيَاتٌ، وَثَلَاثٌ مُهْلِكَاتٌ، وَثَلَاثٌ دَرَجَاتٌ، وَثَلَاثٌ كَفَّارَاتٌ. فَأَمَّا الْمُنْجِيَاتُ: فَتَقْوَى اللهِ فِي السِّرِّ وَالْعَلَانِيَةِ، وَالْقَصْدُ فِي الْفَقْرِ وَالْغِنَى، وَالْعَدْلُ فِي الْغَضَبِ وَالرِّضَا. وَأَمَّا الْمُهْلِكَاتُ: فَهَوًى مُتَّبَعٌ، وَشُحٌّ مُطَاعٌ، وَإِعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ. وَأَمَّا الدَّرَجَاتُ: فَإِفْشَاءُ السَّلَامِ، وَإِطْعَامُ الطَّعَامِ، وَالصَّلَاةُ بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ. وَأَمَّا الْكَفَّارَاتُ: فَإِسْبَاغُ الْوُضُوءِ فِي السَّبَرَاتِ، وَالْمَشْيُ عَلَى الْأَقْدَامِ إِلَى الْجَمَاعَاتِ، وَانْتِظَارُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الصَّلَاةِ».

Dari Abdurrahman bin Shakhr, Abu Hurairah r.a., dia berkata: Nabi saw. bersabda: “Tiga faktor penyelamat, tiga faktor perusak, tiga faktor derajat dan tiga faktor penebus dosa. Adapun tiga faktor penyelamat adalah: Takwa kepada Allah di kesepian dan di depan umum, sederhana, baik dalam kefakiran dan kecukupan dan bersikap adil di waktu senang dan marah. Tiga faktor perusak adalah: Teramat kikir, menuruti hawa nafsu dan membanggakan diri sendiri. Tiga faktor derajat adalah: Menyebarkan salam, memberi makan dan salat malam ketika orang-orang sedang tidur. Adapun tiga faktor penebus dosa adalah: Menyempurnakan wudu dalam keadaan cuaca dingin, melangkahkan kaki menuju jamaah salat, dan menunggu salat berikutnya setelah salat yang dilakukan.”


Bab I: Tiga Faktor Penyelamat

  1. Takwa di tempat sepi dan ramai

    • Q.S. Al-Hajj: 32

      "ذَٰلِكَ وَمَن يُعَظِّمْ شَعَـٰٓئِرَ ٱللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقْوَى ٱلْقُلُوبِ"

      • “Demikianlah, dan siapa yang mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu dari ketakwaan hati.”
    • Nasihat: Rabi‘ah al-Adawiyah: “Aku menyembah Allah bukan karena takut neraka, tetapi karena cinta.”
  2. Sederhana dalam kekayaan dan kemiskinan

    • Q.S. Al-Furqan: 67

      "وَٱلَّذِينَ إِذَآ أَنفَقُوا۟ لَمْ يُسْرِفُوا۟ وَلَمْ يَقْتُرُوا۟ وَكَانَ بَيْنَ ذَٰلِكَ قَوَامًۭا"

    • Nasihat: Hasan al-Bashri: “Harta bukanlah aib, tetapi aib adalah ketika harta menguasai hatimu.”
  3. Adil saat senang dan marah

    • Q.S. Al-Ma’idah: 8

      "وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَـَٔانُ قَوْمٍ عَلَىٰٓ أَلَّا تَعْدِلُوا۟ ۚ ٱعْدِلُوا۟ هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ"

    • Nasihat: Abu Yazid al-Bistami: “Orang adil adalah orang yang melihat Allah dalam setiap keputusan.”

Bab II: Tiga Faktor Perusak

  1. Kikir yang ditaati

    • Q.S. Al-Hashr: 9
    • Nasihat: Syekh Abdul Qadir al-Jailani: “Kedermawanan adalah jalan para nabi, kekikiran adalah jalan para pendusta.”
  2. Hawa nafsu yang diikuti

    • Q.S. Al-Jatsiyah: 23
    • Nasihat: Junaid al-Baghdadi: “Tasawuf adalah mematikan hawa nafsu.”
  3. Kagum pada diri sendiri (ujub)

    • Q.S. An-Najm: 32
    • Nasihat: Imam al-Ghazali: “Ujub adalah penyakit hati yang paling halus dan paling merusak amal.”

Bab III: Tiga Faktor Derajat

  1. Menyebarkan salam

    • HR. Muslim: “Tidak akan masuk surga sampai kalian beriman...”
    • Nasihat: Ibnu ‘Arabi: “Salam adalah getaran cinta dari langit.”
  2. Memberi makan

    • Q.S. Al-Insan: 8-9
    • Nasihat: Jalaluddin Rumi: “Berbagilah, karena dalam berbagi ada rahasia yang lebih lezat dari rasa makanan itu sendiri.”
  3. Salat malam

    • Q.S. Al-Muzzammil: 6
    • Nasihat: Al-Hallaj: “Tahajjud adalah tangisan ruh yang ingin kembali kepada Kekasihnya.”

Bab IV: Tiga Faktor Penebus Dosa

  1. Menyempurnakan wudu saat cuaca dingin

    • HR. Muslim: “Maukah aku tunjukkan amal yang menghapus dosa dan meninggikan derajat?”
    • Nasihat: Ahmad al-Tijani: “Tanda cinta Allah adalah sabar dalam ibadah meski terasa berat.”
  2. Melangkahkan kaki menuju salat jamaah

    • Q.S. At-Taubah: 18“…orang yang memakmurkan masjid-masjid Allah…”
    • Nasihat: Jalaluddin Rumi: “Langkahmu menuju masjid adalah langkah jiwa menuju kekasihnya.”
  3. Menunggu salat setelah salat

    • Hadis: “Dan itulah ribath, dan itulah ribath.” (HR. Muslim)
    • Nasihat: Imam al-Ghazali: “Orang yang menanti salat berikutnya adalah seperti duduk di pintu kerajaan.”

Relevansi Zaman Sekarang Ketika dunia serba cepat dan dangkal, muhasabah menjadi kebutuhan utama. Takwa di kala sunyi menuntut keteguhan iman. Dalam era pamrih dan eksistensi, ikhlas memberi dan menunggu salat adalah tanda jiwa yang dekat dengan Allah.

Penutup: Muhasabah Diri Apakah kita telah menjaga takwa, berlaku adil, dan tidak mengagungkan diri? Sudahkah kita menapaki tangga derajat dengan menyebar salam dan salat malam? Apakah kita sabar menyempurnakan wudu dan menunggu waktu salat selanjutnya? Renungkanlah, dan kembalilah pada Allah dengan hati yang jujur.

Buku sudah diperbarui dan kini mencakup bagian lengkap tentang tiga faktor penebus dosa, lengkap dengan:

  • Ayat dan hadis pendukung,
  • Nasihat dari 10 tokoh sufi besar (termasuk Hasan Al-Bashri, Rabi‘ah, hingga Ahmad al-Tijani),
  • Penekanan muhasabah di tiap akhir bab,
  • Relevansi zaman sekarang.


Tiga Perkara yang Harus Diperhatikan oleh Orang yang Berakal.

 


Judul: Tiga Perkara yang Harus Diperhatikan oleh Orang yang Berakal

Intisari Bahasan: Muhasabah

Mukadimah Dalam Kitab Zabur, Nabi Dawud a.s. menyampaikan wahyu yang sarat pelajaran: "Huk atas orang yang berakal adalah jangan sibuk, melainkan dengan tiga perkara: Menghimpun bekal untuk akhirat, mencari biaya hidup, dan mencicipi kelezatan dengan cara yang halal." Tiga perkara ini bukan hanya petunjuk hidup, tapi juga tolok ukur muhasabah diri bagi setiap insan berakal.


I. Bekal untuk Akhirat

Ayat Al-Qur'an:

_ **رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ_

Latin: Rabbanaa aatinaa fid-dunyaa hasanah wa fil-aakhirati hasanah wa qinaa 'adzaaban-naar.

Artinya: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, serta lindungilah kami dari azab neraka.” (QS. Al-Baqarah: 201)

Tafsir dan Hikmah: Kebaikan di dunia mencakup hidup yang berkah dan bermanfaat, sedang kebaikan di akhirat adalah surga. Bekal yang paling nyata adalah amal salih.

Nasihat Para Ulama Sufi:

  • Hasan Al-Bashri: “Dunia adalah ladang akhirat, tanamlah kebaikan sebanyak mungkin sebelum waktu panen tiba.”
  • Syekh Abdul Qadir al-Jailani: “Hidupmu adalah waktu, dan waktu adalah hartamu. Jika engkau kehilangan waktu, engkau kehilangan segalanya.”

II. Mencari Biaya Hidup (Ma'isyah)

Ayat Al-Qur'an:

_ **هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمْ الْأَرْضَ ذَلولًا فَامْشُوا فِي مَناكِبِهَا وَكُلُوا مِن رِزْقِهِ_

Latin: Huwa alladzî ja'ala lakumul-ardha dzalûlan famsyû fî manâkibiha wa kulû mir rizqih.

Artinya: “Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya.” (QS. Al-Mulk: 15)

Hikmah dan Tafsir: Islam tidak mengajarkan meninggalkan dunia, tetapi mengarahkan untuk mencari nafkah secara halal sebagai ibadah.

Nasihat Ulama Sufi:

  • Junaid al-Baghdadi: “Makan dari hasil kerja sendiri adalah kemuliaan bagi jiwa.”
  • Imam al-Ghazali: “Biaya hidup harus cukup untuk ibadah, bukan untuk kemewahan.”

III. Mencicipi Kelezatan dengan Cara Halal

Ayat Al-Qur’an:

_ **يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا_

Latin: Yaa ayyuhan-naasu kulû mimmaa fil-ardhi halâlan thayyibâ.

Artinya: “Wahai manusia, makanlah dari (makanan) yang halal lagi baik yang terdapat di bumi.” (QS. Al-Baqarah: 168)

Tafsir dan Hikmah: Halal adalah syarat diterimanya nikmat. Kelezatan dunia bukan untuk melalaikan, tapi memperkuat syukur dan ibadah.

Nasihat Ulama Sufi:

  • Rabi‘ah al-Adawiyah: “Aku tidak menyentuh makanan, kecuali aku tahu ia datang dari yang halal.”
  • Al-Hallaj: “Yang halal menghidupkan ruh, yang haram mematikan nurani.”

Hadis Terkait: “Tidak akan bergeser kaki seorang hamba pada hari kiamat hingga ditanya tentang empat perkara… dan dari mana hartanya didapat serta ke mana dibelanjakan.” (HR. Tirmidzi)

Relevansi di Zaman Sekarang:

  • Dalam era konsumtif, kita perlu kembali mengutamakan muhasabah: adakah pekerjaan kita halal? Adakah makanan kita thayyib?
  • Bekal akhirat menjadi kabur oleh kesibukan dunia yang berlebihan.
  • Kelezatan dunia seringkali menjebak manusia pada kelalaian.

Nasihat Penutup dari Para Arif Billah:

  • Jalaluddin Rumi: “Bekalmu bukan di koper, tapi di hati.”
  • Ibnu ‘Arabi: “Orang berakal tahu kapan harus hidup di dunia, dan kapan bersiap pulang ke Allah.”
  • Ahmad al-Tijani: “Setiap amal yang tidak mendekatkan kepada Allah, adalah kehampaan.”

Penutup: Tiga perkara ini adalah kompas kehidupan. Orang yang berakal akan senantiasa memeriksa dirinya melalui muhasabah: Sudahkah aku mengumpulkan bekal akhirat? Sudahkah nafkahku halal? Sudahkah nikmatku disyukuri?

Semoga kita termasuk hamba yang menggunakan akal untuk berjalan menuju ridha Allah.


Wallahu a‘lam.

Sudah jadi buku awalnya dengan judul "Tiga Perkara yang Harus Diperhatikan oleh Orang yang Berakal" — lengkap dengan ayat Qur'an (Arab, Latin, arti), tafsir, hadis, relevansi zaman sekarang, dan nasihat dari para ulama sufi.

------