Judul: Tiga Perkara yang Harus Diperhatikan oleh Orang yang Berakal
Intisari Bahasan: Muhasabah
Mukadimah Dalam Kitab Zabur, Nabi Dawud a.s. menyampaikan wahyu yang sarat pelajaran: "Huk atas orang yang berakal adalah jangan sibuk, melainkan dengan tiga perkara: Menghimpun bekal untuk akhirat, mencari biaya hidup, dan mencicipi kelezatan dengan cara yang halal." Tiga perkara ini bukan hanya petunjuk hidup, tapi juga tolok ukur muhasabah diri bagi setiap insan berakal.
I. Bekal untuk Akhirat
Ayat Al-Qur'an:
_ **رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ_
Latin: Rabbanaa aatinaa fid-dunyaa hasanah wa fil-aakhirati hasanah wa qinaa 'adzaaban-naar.
Artinya: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, serta lindungilah kami dari azab neraka.” (QS. Al-Baqarah: 201)
Tafsir dan Hikmah: Kebaikan di dunia mencakup hidup yang berkah dan bermanfaat, sedang kebaikan di akhirat adalah surga. Bekal yang paling nyata adalah amal salih.
Nasihat Para Ulama Sufi:
- Hasan Al-Bashri: “Dunia adalah ladang akhirat, tanamlah kebaikan sebanyak mungkin sebelum waktu panen tiba.”
- Syekh Abdul Qadir al-Jailani: “Hidupmu adalah waktu, dan waktu adalah hartamu. Jika engkau kehilangan waktu, engkau kehilangan segalanya.”
II. Mencari Biaya Hidup (Ma'isyah)
Ayat Al-Qur'an:
_ **هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمْ الْأَرْضَ ذَلولًا فَامْشُوا فِي مَناكِبِهَا وَكُلُوا مِن رِزْقِهِ_
Latin: Huwa alladzî ja'ala lakumul-ardha dzalûlan famsyû fî manâkibiha wa kulû mir rizqih.
Artinya: “Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya.” (QS. Al-Mulk: 15)
Hikmah dan Tafsir: Islam tidak mengajarkan meninggalkan dunia, tetapi mengarahkan untuk mencari nafkah secara halal sebagai ibadah.
Nasihat Ulama Sufi:
- Junaid al-Baghdadi: “Makan dari hasil kerja sendiri adalah kemuliaan bagi jiwa.”
- Imam al-Ghazali: “Biaya hidup harus cukup untuk ibadah, bukan untuk kemewahan.”
III. Mencicipi Kelezatan dengan Cara Halal
Ayat Al-Qur’an:
_ **يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا_
Latin: Yaa ayyuhan-naasu kulû mimmaa fil-ardhi halâlan thayyibâ.
Artinya: “Wahai manusia, makanlah dari (makanan) yang halal lagi baik yang terdapat di bumi.” (QS. Al-Baqarah: 168)
Tafsir dan Hikmah: Halal adalah syarat diterimanya nikmat. Kelezatan dunia bukan untuk melalaikan, tapi memperkuat syukur dan ibadah.
Nasihat Ulama Sufi:
- Rabi‘ah al-Adawiyah: “Aku tidak menyentuh makanan, kecuali aku tahu ia datang dari yang halal.”
- Al-Hallaj: “Yang halal menghidupkan ruh, yang haram mematikan nurani.”
Hadis Terkait: “Tidak akan bergeser kaki seorang hamba pada hari kiamat hingga ditanya tentang empat perkara… dan dari mana hartanya didapat serta ke mana dibelanjakan.” (HR. Tirmidzi)
Relevansi di Zaman Sekarang:
- Dalam era konsumtif, kita perlu kembali mengutamakan muhasabah: adakah pekerjaan kita halal? Adakah makanan kita thayyib?
- Bekal akhirat menjadi kabur oleh kesibukan dunia yang berlebihan.
- Kelezatan dunia seringkali menjebak manusia pada kelalaian.
Nasihat Penutup dari Para Arif Billah:
- Jalaluddin Rumi: “Bekalmu bukan di koper, tapi di hati.”
- Ibnu ‘Arabi: “Orang berakal tahu kapan harus hidup di dunia, dan kapan bersiap pulang ke Allah.”
- Ahmad al-Tijani: “Setiap amal yang tidak mendekatkan kepada Allah, adalah kehampaan.”
Penutup: Tiga perkara ini adalah kompas kehidupan. Orang yang berakal akan senantiasa memeriksa dirinya melalui muhasabah: Sudahkah aku mengumpulkan bekal akhirat? Sudahkah nafkahku halal? Sudahkah nikmatku disyukuri?
Semoga kita termasuk hamba yang menggunakan akal untuk berjalan menuju ridha Allah.
Wallahu a‘lam.
Sudah jadi buku awalnya dengan judul "Tiga Perkara yang Harus Diperhatikan oleh Orang yang Berakal" — lengkap dengan ayat Qur'an (Arab, Latin, arti), tafsir, hadis, relevansi zaman sekarang, dan nasihat dari para ulama sufi.
------
No comments:
Post a Comment