Tuesday, August 19, 2025

TIGA HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN UNTUK BERSIKAP RAMAH TERHADAP ALLAH.

 




TIGA HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN UNTUK BERSIKAP RAMAH TERHADAP ALLAH

Renungan dari Hikmah Sufyan Ats-Tsauri r.a.


Maksud Hakikat

Sufyan Ats-Tsauri r.a. ketika ditanya tentang bagaimana ramah terhadap Allah, beliau menjawab:
“Tidak harus ramah terhadap setiap wajah ceria, terhadap setiap suara yang manis, dan terhadap ucapan yang indah.”
Ungkapan ini mengandung hakikat: ramah terhadap Allah bukanlah sikap basa-basi yang lahiriah kepada makhluk, melainkan keseriusan hati, ketulusan jiwa, dan ketaatan yang ikhlas kepada Sang Khaliq. Ramah terhadap Allah berarti bersikap lembut, santun, taat, dan beradab dalam menjalankan perintah serta menjauhi larangan-Nya.


Tafsir Makna Judul

Ramah terhadap Allah bukan berarti Allah butuh keramahan hamba-Nya, melainkan hamba yang beradab, khusyu’, dan penuh cinta dalam beribadah. Tiga hal pokok yang harus diperhatikan:

  1. Keikhlasan hati (tidak terjebak pada wajah ceria semata).
  2. Kebenaran amal (tidak hanya terpesona pada suara indah).
  3. Kesungguhan ucapan (tidak sekadar berbunga kata, tapi harus sesuai amal).

Latar Belakang Masalah

Di era modern, banyak orang terjebak dalam penampilan lahiriah: wajah ceria, kata-kata indah, dan suara merdu. Namun hati kosong dari dzikrullah, amal tidak konsisten, dan ucapan tidak sejalan dengan perbuatan. Inilah problem besar umat: sibuk pada kemasan, lupa pada esensi.


Tujuan dan Manfaat

  1. Membimbing umat agar kembali kepada keikhlasan dan kesungguhan hati.
  2. Menjadi pengingat bahwa keramahan yang hakiki adalah akhlak kepada Allah, bukan sekadar basa-basi kepada manusia.
  3. Membentuk masyarakat yang lebih jujur, lurus, dan bertanggung jawab.

Relevansi Saat Ini

Hari ini banyak yang “ramah” di depan manusia, namun lalai kepada Allah. Ramah di media sosial, tapi kasar dalam shalat. Pandai berkata indah, namun malas berdzikir. Inilah penyakit zaman yang perlu disembuhkan dengan kembali kepada keikhlasan dan adab rohani.


Dalil al-Qur’an dan Hadis

  1. Al-Qur’an:

    • “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman: Jika kamu bersyukur, pasti Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari, maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim: 7)
    • “Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, maka Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri.” (QS. Al-Hasyr: 19).
  2. Hadis:

    • Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa dan harta kalian, tetapi melihat hati dan amal kalian.” (HR. Muslim).

Kasusnya

Banyak majelis atau komunitas Islam yang megah dengan lantunan tilawah dan kata-kata indah, namun di balik itu masih ada kesombongan, riya’, dan perselisihan. Padahal tujuan sejatinya adalah tunduk dan ramah kepada Allah, bukan sekadar mencari tepuk tangan manusia.


Analisis dan Argumentasi

  • Wajah ceria tanpa iman hanyalah topeng.
  • Suara merdu tanpa dzikrullah hanyalah musik kosong.
  • Ucapan indah tanpa amal hanyalah retorika.
    Maka, keramahan kepada Allah harus berwujud dalam hati yang khusyu’, amal yang lurus, dan ucapan yang jujur.

Kesimpulan

Ramah terhadap Allah adalah sikap tunduk, ikhlas, dan penuh cinta kepada-Nya. Hal ini dicapai bukan dengan basa-basi lahiriah, melainkan dengan keseriusan batin dalam iman, ibadah, dan akhlak.


Muhasabah dan Caranya

  • Periksa hati: apakah kita benar-benar ikhlas?
  • Periksa amal: apakah sesuai dengan syariat?
  • Periksa ucapan: apakah jujur dan bermanfaat?
    Dengan muhasabah ini, kita melatih diri menjadi hamba yang ramah terhadap Allah.

Doa

اللَّهُمَّ اجعل قلوبنا خاشعة، وأعمالنا صالحة، وأقوالنا صادقة، ووجوهنا منوّرة برضاك، وقرّبنا إليك برحمتك، يا أرحم الراحمين.
“Ya Allah, jadikan hati kami khusyu’, amal kami shalih, ucapan kami jujur, dan wajah kami bercahaya dengan ridha-Mu. Dekatkanlah kami kepada-Mu dengan rahmat-Mu, wahai Maha Pengasih.”


Nasehat Para Auliya’

  • Hasan al-Bashri: “Seorang mukmin adalah yang paling baik amalnya, bukan yang paling indah ucapannya.”
  • Rabi‘ah al-Adawiyah: “Aku menyembah Allah bukan karena takut neraka atau ingin surga, tapi karena cinta kepada-Nya.”
  • Abu Yazid al-Bistami: “Tinggalkan dunia dan raihlah Allah, maka engkau akan menemukan keramahan-Nya.”
  • Junaid al-Baghdadi: “Tasawuf adalah beradab dengan Allah.”
  • Al-Hallaj: “Cinta kepada Allah adalah mabuk yang meniadakan selain-Nya.”
  • Imam al-Ghazali: “Hakikat ibadah adalah menghadirkan hati di hadapan Allah.”
  • Syekh Abdul Qadir al-Jailani: “Janganlah engkau ramah kepada makhluk hingga melupakan hak Allah.”
  • Jalaluddin Rumi: “Jangan terpikat pada suara merdu, tapi dengarkan bisikan cinta Allah dalam hatimu.”
  • Ibnu ‘Arabi: “Barangsiapa mengenal Allah, ia menjadi ramah dalam keikhlasan.”
  • Ahmad al-Tijani: “Ramah kepada Allah adalah berpegang pada dzikir dan syariat.”

Ucapan Terima Kasih

Alhamdulillah, tulisan ini diharapkan menjadi cermin bagi kita semua untuk menata kembali hubungan dengan Allah. Terima kasih kepada para pembaca yang senantiasa mencari hikmah. Semoga Allah menjadikan kita hamba yang ramah kepada-Nya, bukan sekadar ramah di hadapan manusia.



Kencing Sambil Berdiri atau Duduk.

 




📰 Suara Hati Ummat

Edisi Khusus – Fiqih Kehidupan Sehari-hari


Judul:

“Kencing Sambil Berdiri atau Duduk: Antara Adab, Hikmah, dan Relevansi Zaman”


Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan sehari-hari, perkara kecil seperti cara buang air ternyata memiliki nilai besar dalam agama. Rasulullah ﷺ memberi contoh adab, kebersihan, dan kehati-hatian dalam menjaga diri dari najis. Hadis riwayat Hudzaifah r.a. menunjukkan bahwa Nabi ﷺ pernah kencing sambil berdiri di suatu tempat pembuangan sampah, lalu berwudhu. Hal ini menimbulkan pertanyaan: apakah berdiri itu sunnah, makruh, ataukah sekadar keadaan darurat?


Tujuan dan Manfaat

  1. Tujuan: Menggali makna hakiki dari hadis Nabi ﷺ tentang buang air sambil berdiri maupun duduk.
  2. Manfaat:
    • Memahami fiqih adab kecil yang berdampak besar pada kebersihan diri dan ibadah.
    • Menjadi teladan menjaga kesucian diri di tengah modernitas.
    • Mengambil hikmah spiritual dari ulama dan sufi tentang kesucian lahir dan batin.

Relevansi Saat Ini

Di era perkotaan, toilet modern sering berbentuk kloset duduk maupun jongkok. Sebagian orang lebih mudah berdiri, terutama di tempat umum. Namun, seringkali kebersihan terabaikan sehingga pakaian terkena cipratan najis. Maka, relevansi hadis ini adalah mengajarkan umat agar tetap menjaga kebersihan, sopan santun, serta memelihara kesucian ibadah di mana pun berada.


Dalil Qur’an dan Hadis

  • Al-Qur’an:
    “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al-Baqarah: 222)

  • Hadis:
    Rasulullah ﷺ bersabda:
    “Bersihkanlah diri kalian dari kencing, karena umumnya azab kubur disebabkan oleh kencing.” (HR. Ibnu Majah)


Kasusnya

Nabi ﷺ dalam keseharian lebih sering buang air sambil duduk, sebagaimana riwayat Aisyah r.a.:
“Barangsiapa mengatakan bahwa Nabi ﷺ kencing sambil berdiri, maka jangan kalian percayai. Beliau tidak kencing kecuali dengan duduk.” (HR. Tirmidzi).

Namun, riwayat Hudzaifah membuktikan beliau pernah berdiri dalam kondisi tertentu: tempat pembuangan sampah, tidak layak untuk duduk, atau menjaga kebersihan pakaian.


Analisis dan Argumentasi

  • Mayoritas ulama: Lebih utama duduk, karena lebih aman dari percikan najis.
  • Imam Nawawi: Boleh berdiri jika aman dari najis.
  • Hikmah: Hadis Hudzaifah bukan berarti Nabi ﷺ biasa berdiri, tetapi menunjukkan kelonggaran hukum.

Jadi, adab utama adalah duduk, namun berdiri tidak haram selama menjaga kebersihan.


Kesimpulan

Islam mengajarkan kesucian lahir-batin. Kencing sambil duduk adalah sunnah adab, sementara berdiri dibolehkan dalam kondisi tertentu. Hakikatnya adalah menjaga diri dari najis dan mengagungkan kebersihan, sebab kebersihan adalah syarat sah ibadah.


Muhasabah dan Caranya

  • Muhasabah diri: apakah kita menjaga kebersihan pakaian sebelum shalat?
  • Cara: biasakan buang air dengan duduk, periksa percikan air, dan selalu berwudhu dengan penuh kesadaran.

Doa

اللَّهُمَّ طَهِّرْ قُلُوبَنَا مِنَ النِّفَاقِ، وَأَعْمَالَنَا مِنَ الرِّيَاءِ، وَلِسَانَنَا مِنَ الْكَذِبِ، وَأَعْيُنَنَا مِنَ الْخِيَانَةِ، فَإِنَّكَ تَعْلَمُ خَائِنَةَ الْأَعْيُنِ وَمَا تُخْفِي الصُّدُورُ.
“Ya Allah, sucikanlah hati kami dari kemunafikan, amal kami dari riya, lisan kami dari dusta, dan mata kami dari khianat. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui rahasia hati.”


Nasehat Para Ulama dan Sufi

  • Hasan al-Bashri: “Hati yang bersih lebih indah daripada pakaian yang bersih.”
  • Rabi‘ah al-Adawiyah: “Sucikanlah batinmu, niscaya lahirmu pun akan ikut suci.”
  • Abu Yazid al-Bistami: “Orang suci bukan hanya yang pakaian tidak ternajisi, tapi hatinya pun tidak ternodai.”
  • Junaid al-Baghdadi: “Tasawuf adalah kesucian lahir dan batin dalam setiap tarikan nafas.”
  • Al-Hallaj: “Kebersihan lahir adalah syarat, kebersihan batin adalah hakikat.”
  • Imam al-Ghazali: “Adab kecil adalah jalan menuju maqam besar.”
  • Syekh Abdul Qadir al-Jailani: “Jagalah kebersihan pakaianmu sebagaimana engkau menjaga kebersihan hatimu.”
  • Jalaluddin Rumi: “Air wudhu membersihkan kulit, dzikir membersihkan ruh.”
  • Ibnu ‘Arabi: “Kesucian adalah pintu tajalli (penyingkapan cahaya Ilahi).”
  • Ahmad al-Tijani: “Orang yang tidak menjaga kesucian lahirnya akan sulit mendapatkan kesucian batin.”

Ucapan Terimakasih

Terima kasih kepada para guru, ulama, dan pembimbing ruhani yang telah menuntun kita dalam memahami adab kecil hingga perkara besar. Semoga kita menjadi umat yang selalu menjaga kebersihan lahir dan batin.


📰 Suara Hati Umat

Edisi Santai – Ngaji Bareng Hidup Kekinian


Judul:

“Kencing Sambil Berdiri atau Duduk? Jangan Salah Kaprah, Bro!”


Latar Belakang Masalah

Kadang kita suka nganggep remeh hal-hal kecil, termasuk soal cara buang air. Padahal, urusan ini bisa nyeret sampai ke azab kubur kalau nggak hati-hati. Hadis Hudzaifah r.a. nyeritain kalau Nabi ﷺ pernah kencing sambil berdiri di tempat sampah umum, terus langsung wudhu.
Nah, ini bikin banyak orang penasaran: emangnya boleh berdiri? Atau kudu duduk aja?


Tujuan dan Manfaat

👉 Tujuan kita ngebahas ini biar jelas mana yang sunnah, mana yang boleh, mana yang jangan.
👉 Manfaatnya:

  • Kita makin paham adab kecil yang dampaknya gede buat ibadah.
  • Bisa jaga kebersihan dan kesucian diri.
  • Nggak gampang nge-judge orang lain yang beda gaya di toilet.

Relevansi Saat Ini

Zaman sekarang, WC di mall, kantor, SPBU, bahkan masjid beda-beda model: ada jongkok, ada duduk, ada urinoir buat berdiri. Kadang kondisi memaksa kita berdiri. Yang penting: jaga kebersihan dan hindarin percikan najis.
Pesan Nabi ﷺ ini tetap super relevan di era modern: agama itu ngajarin sopan santun plus kebersihan.


Dalil Qur’an dan Hadis

  • Al-Qur’an (QS. Al-Baqarah: 222):
    “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”

  • Hadis (HR. Ibnu Majah):
    “Bersihkanlah diri kalian dari kencing, karena umumnya azab kubur disebabkan oleh kencing.”


Kasusnya

Mayoritas riwayat nunjukin Nabi ﷺ biasanya duduk kalau buang air. Aisyah r.a. pernah bilang:
“Barangsiapa mengatakan bahwa Nabi ﷺ kencing sambil berdiri, maka jangan kalian percayai. Beliau tidak kencing kecuali dengan duduk.”

Tapi, ada juga hadis Hudzaifah yang jelas-jelas bilang Nabi ﷺ pernah berdiri. Jadi gimana dong?
👉 Jawabannya: beliau duduk itu kebiasaan, tapi berdiri itu pernah dilakukan kalau kondisinya darurat atau nggak memungkinkan duduk.


Analisis dan Argumentasi

  • Ulama sepakat: lebih afdhal duduk, karena lebih aman dari cipratan.
  • Tapi boleh berdiri asal aman dari najis.
  • Hikmah: jangan fanatik sama satu posisi doang, lihat konteks situasi.

Kesimpulan

Sunnahnya: duduk. Tapi berdiri nggak dosa asal hati-hati. Intinya bukan gaya, tapi kebersihan. Kalau najis kena pakaian, shalat kita bisa batal. Jadi, jangan remehkan hal kecil ini.


Muhasabah dan Caranya

  • Coba cek, kita udah bener belum tiap keluar dari toilet?
  • Biasakan duduk kalau bisa, biar aman.
  • Kalau terpaksa berdiri, pastikan nggak ada cipratan.
  • Setelahnya, jangan lupa wudhu dengan tenang, jangan grusa-grusu.

Doa

“Ya Allah, sucikanlah hati kami dari kemunafikan, amal kami dari riya, lisan kami dari dusta, dan mata kami dari khianat. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui rahasia hati.”


Nasehat Para Ulama dan Sufi (Versi Santai)

  • Hasan al-Bashri: “Hati bersih itu lebih kece daripada baju branded tapi kotor.”
  • Rabi‘ah al-Adawiyah: “Kalau batinmu kinclong, otomatis lahirmu juga kelihatan bersih.”
  • Abu Yazid al-Bistami: “Jangan cuma fokus ke pakaian bebas najis, hati juga harus bebas iri.”
  • Junaid al-Baghdadi: “Sufi itu intinya bersih luar dalam, tiap tarikan nafas kudu halal.”
  • Al-Hallaj: “Bersih lahir itu syarat, bersih batin itu tujuan.”
  • Imam al-Ghazali: “Adab kecil = pintu ke maqam besar. Jangan remehkan.”
  • Syekh Abdul Qadir al-Jailani: “Rawat pakaianmu, tapi jangan lupa rawat hatimu juga.”
  • Rumi: “Air wudhu ngebersihin kulit, dzikir ngebersihin jiwa.”
  • Ibnu ‘Arabi: “Kalau pengen lihat cahaya Allah, hati lo kudu bening dulu.”
  • Ahmad al-Tijani: “Orang yang malas jaga kebersihan lahir bakal susah dapat kebersihan batin.”

Ucapan Terimakasih

Thanks buat para guru, ulama, dan orang-orang shalih yang ngajarin kita adab kecil sampai urusan besar. Semoga kita bisa jadi muslim yang bersih lahir batin, mantap shalatnya, tenang hidupnya.