Friday, April 11, 2025

ANJURAN MENUNTUT ILMU

Diriwayatkan dari Ibrahim radhiyallahu ‘anhu, dari Alqomah radhiyallahu ‘anhu, dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bahwa ia berkata, “Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama bersabda, ‘Barang siapa belajar satu bab ilmu yang ia ambil manfaatnya untuk akhirat dan dunianya maka Allah memberinya kebaikan 7000 tahun usia dunia, yang berupa kebaikan ibadah puasa di siang hari dan beribadah di malam hari dengan diterima tidak ditolak’.”

Diriwayatkan dari Ibrahim radhiyallahu ‘anhu dari Alqomah radhiyallahu ‘anhu dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bahwa ia berkata, “Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama bersabda, ‘Membaca al-Quran adalah perbuatan amal orang- orang yang dicukupi. Sholat adalah perbuatan amal orang- orang yang tidak mampu. Puasa adalah perbuatan amal orang- orang yang fakir. Membaca tasbih adalah perbuatan amal para wanita. Shodaqoh adalah perbuatan amal orang-orang dermawan. Tafakkur adalah perbuatan amal orang-orang lemah. Ingatlah! aku akan menunjukkan kalian perbuatan amal para pahlawan’. Kemudian Rasulullah ditanya, ‘Apa itu perbuatan amal para pahlawan?’ Rasulullah SAW menjawab, ‘Yaitu mencari ilmu, karena mencari ilmu adalah cahaya bagi orang mukmin di dunia dan akhirat’.”

Ali VS Khawarij 

Rasulullah    shollallahu ‘alaihi wa sallama bersabda, “Aku adalah kota ilmu. Sedangkan Ali adalah pintu kota ilmu itu.”

Ketika kaum Khawarij mendengar hadis ini, mereka iri hati dengan Ali. Kemudian 10 orang hebat dari mereka berkumpul dan berdiskusi;

“Kita akan menanyai Ali satu pertanyaan yang sama dan kita akan tahu bagaimana ia menjawabnya. Apabila ia menjawab pertanyaan kita dengan jawaban yang berbeda-beda maka kita tahu kalau ia benar-benar orang alim seperti yang disabdakan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama.”


Kemudian orang pertama mendatangi Ali radhiyallahu ‘anhu dan bertanya:

“Hai Ali! Manakah yang lebih utama antara ilmu dan harta?”

“Ilmu adalah lebih utama daripada harta,” jawab Ali.

“Apa buktinya?” tanya orang pertama.

Ali menjelaskan, “Ilmu adalah warisan para nabi. Harta adalah warisan Qorun, Syaddad, Firaun dan lain-lainnya.”

Kemudian orang pertama kembali menemui teman-temannya dan melaporkan jawaban.


Kemudian orang kedua mendatangi Ali radhiyallahu ‘anhu dan bertanya:

“Hai Ali! Manakah yang lebih utama antara ilmu dan harta?”

“Ilmu adalah lebih utama daripada harta,” jawab Ali.

“Apa buktinya?” tanya orang kedua.

Ali menjelaskan, “Ilmu akan menjagamu sedangkan kamu adalah yang menjaga harta.”

Kemudian orang kedua kembali dengan membawa jawaban ini.


Kemudian orang ketiga mendatangi Ali radhiyallahu ‘anhu dan bertanya:

“Hai Ali! Manakah yang lebih utama antara ilmu dan harta?”

“Ilmu adalah lebih utama daripada harta,” jawab Ali.

“Apa buktinya?” tanya orang ketiga.

Ali menjelaskan, “Orang yang memiliki harta akan memiliki banyak musuh sedangkan orang yang memiliki ilmu akan memiliki banyak teman.”

Kemudian orang ketiga kembali dengan jawaban ini.


Setelah itu orang keempat mendatangi Ali radhiyallahu ‘anhu dan bertanya:

“Hai Ali! Manakah yang lebih utama antara ilmu dan harta?”

“Ilmu adalah lebih utama daripada harta,” jawab Ali.

“Apa buktinya?” tanya orang keempat.

Ali menjelaskan, “Ketika kamu membelanjakan harta maka harta itu akan berkurang sedangkan ketika kamu mengajarkan ilmu maka ilmu itu akan bertambah.”

Kemudian orang keempat kembali dengan jawaban ini.


Giliran orang kelima mendatangi Ali radhiyallahu ‘anhu dan bertanya:

“Hai Ali! Manakah yang lebih utama antara ilmu dan harta?”

“Ilmu adalah lebih utama daripada harta,” jawab Ali.

“Apa buktinya?” tanya orang kelima.

“Orang yang memiliki harta akan dipanggil sebagai orang yang pelit sedangkan orang yang berilmu akan dipanggil sebagai orang yang agung dan mulia,” Ali menjelaskan.

Kemudian orang kelima kembali dengan jawaban ini.


Kemudian orang keenam mendatangi Ali radhiyallahu ‘anhu dan bertanya:

“Hai Ali! Manakah yang lebih utama antara ilmu dan harta?”

“Ilmu adalah lebih utama daripada harta,” jawab Ali.

“Apa buktinya?” tanya orang keenam.

“Harta akan dilindungi dari pencuri sedangkan ilmu tidak akan dilindungi dari pencuri,” Ali menjelaskan.

Kemudian orang keenam kembali dengan jawaban ini


Kemudian orang ketujuh mendatangi Ali dan bertanya:

“Hai Ali! Manakah yang lebih utama antara ilmu dan harta?”

“Ilmu adalah lebih utama daripada harta,” jawab Ali.

“Apa buktinya?” tanya orang ketujuh.

“Orang yang berharta akan dihisab di Hari Kiamat sedangkan orang yang berilmu akan disyafaati di Hari Kiamat,” Ali menjelaskan.

Kemudian orang ketujuh ini kembali dengan membawa jawaban ini.


Kemudian orang kedelapan mendatangi Ali dan berkata:

“Hai Ali! Manakah yang lebih utama antara ilmu dan harta?”

“Ilmu adalah lebih utama daripada harta,” jawab Ali.

“Apa buktinya?” tanya orang kedelapan.

“Harta akan habis termakan waktu dan zaman sedangkan ilmu tidak akan habis termakan waktu dan zaman,” Ali menjelaskan.

Kemudian ia kembali dengan membawa jawaban ini.


Lalu orang kesembilan mendatangi Ali radhiyallahu ‘anhu dan bertanya:

“Hai Ali! Manakah yang lebih utama antara ilmu dan harta?”

“Ilmu adalah lebih utama daripada harta,” jawab Ali.

“Apa buktinya?” tanya orang kesembilan.

“Harta dapat mengeraskan hati sedangkan    ilmu    dapat melunakkan dan melembutkan hati,” Ali menjelaskan.

Kemudian ia pergi dengan membawa jawaban ini.


Akhirnya orang kesepuluh mendatangi Ali radhiyallahu ‘anhu dan bertanya:

“Hai Ali! Manakah yang lebih utama antara ilmu dan harta?”

“Ilmu adalah lebih utama daripada harta,” jawab Ali.

“Apa buktinya?” tanya orang kesepuluh.

“Orang berharta akan cenderung mengaku sebagai tuhan karena hartanya sedangkan orang yang berilmu akan mengaku sebagai hamba.”

Ali melanjutkan;

“Andai mereka semua bertanya kepadaku dengan pertanyaan yang sama niscaya aku akan menjawabnya dengan jawaban- jawaban yang berbeda selama aku masih hidup,” kata Ali.

Akhirnya sepuluh orang Khawarij itu mendatangi Ali radhiyallahu ‘anhu dan masuk Islam.

Thursday, April 10, 2025

Merasa Diawasi (Muraqabah) Oleh Allah Ta’ala Dalam Setiap Keadaan

Dlm Risalatul Mu’awanah,

3. Merasa Diawasi (Muraqabah) Oleh Allah Ta’ala Dalam Setiap Keadaan

Saudaraku, hendaklah Anda selalu mawas diri kepada Allah Ta’ala dalam setiap aktivitasmu. Dan hendaklah Anda sadar bahwa Allah selalu di dekatmu.

Dan Ia selalu mengetahui dan mengawasi segala gerak-gerikmu. Bagi-Nya tak ada sesuatu yg rahasia dan samar. Makhluk sekecil apa pun yg ada di bumi dan langit tak akan pernah lepas dari pengawasan-Nya.

Ingatlah! Bahwa Dia senantiasa mengetahui apa yg engkau bicarakan, baik engkau bersuara keras maupun lirih. Di mana saja engkau berada, Dia selalu bersamamu, dan Dialah Yang Maha Kuasa.

Petunjuk, pertolongan dan penjagaan-Nya hanya tercurah kepadamu jika engkau tergolong orang² yg berbuat baik.

Hendaklah engkau malu kepada-Nya. Kerjakanlah perintah²-Nya dan jauhi segala larangan-Nya serta beribadahlah kepada-Nya seakan² melihat-Nya. Dan apabila engkau tidak melihat-Nya, ketahuilah bahwa Dia selalu melihatmu.

Dan jika dalam hatimu timbul rasa malas pada ketaatan dan cenderung untuk mengerjakan kemaksiatan, katakan pada nafsumu: “Hai nafsu! Sesungguhnya Allah Ta’ala selalu mendengarmu, melihatmu, dan mengetahui segala rahasia dan bisikanmu.”

Jika ia belum dapat menuruti nasihatmu kepadanya akan dua malaikat yg selalu mencatat kebajikan dan kejelekan, yaitu Raqib dan Atid.

Dan bacakan padanya firman Allah Ta’ala:

إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ ﴿١٧﴾ مَّا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَ‌قِيبٌ عَتِيدٌ ﴿١٨﴾

“Ketika dua malaikat yg mencatat amal buruk di sebelah kanan dan di sebelah kiri. Tidaklah perkataan yg dikeluarkan seseorang melainkan di sisinya ada dua malaikat pengawas yg selalu hadir.” (QS. Qaaf: 17-18)

Jika nasihat tersebut tetap tak dapat menghentikan tindakannya, berilah ia pengertian tentang kematian yg sudah semakin dekat. Dan kematian adalah satu rahasia yg dinanti kedatangannya. Apabila ajal telah menjemputnya sedangkan ia senantiasa mengerjakan perbuatan² yg tidak diridhai oleh Allah Ta’ala, maka hanya penyesalan tak ada habisnya yg ia peroleh.

Bila ia masih dan tak menghiraukan nasihat itu, maka ingatkan ia sekali lagi tentang pahala besar yg dijanjikan oleh Allah, bagi mereka yg taat pada-Nya dan siksa yg pedih yg disediakan Allah bagi orang yg durhaka kepada-Nya.

Kemudian katakan pada nafsu: Hai nafsu! Tak ada lagi kesempatan untuk bertobat setelah kematian. Dan tak ada lagi tempat setelah dunia ini, kecuali surga atau neraka. Pilihlah mana yg kau suka! Jika engkau taat kepada Allah, maka kebahagiaan, keridhaan dan kekekalan di dalam surga yg luaslah yg engkau terima. Bahkan engkau pun akan memperoleh nikmat terbesar yaitu melihat-Nya. Jika engkau bermaksiat, tentu kehinaan, murka dan siksa nerakalah yg pasti engkau terima.

Seluruh nasihat² di atas pasti membawa manfaat yg besar bagi kehidupanmu di dunia dan akhirat. Engkau baru dikatakan malu dan mawas diri kepada Allah Ta’ala jika nasihat² di atas dapat mencegah hati dan nafsumu dari segala aktivitas yg tidak diridhai-Nya dan mendorongmu untuk taat kepada-Nya.

Ketahuilah ! Muraqabah termasuk kedudukan terpuji, pangkat yg paling mulia dan derajat yg paling tinggi. Muraqabah juga termasuk pada maqam ihsan.

Seperti yg disabdakan Rasulullah Saw.:

اَلْإِحْسَانُ أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ.

“Ihsan ialah pengabdian pada Allah Ta’ala seakan² engkau melihat-Nya. Walaupun engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR. Muslim dari Umar)

Hakikat Kepercayaan

Setiap mukmin wajib percaya bahwa tiada sesuatu yg tersembunyi bagi Allah, baik yg ada di langit maupun bumi. Dan Dia mengetahui dan mengawasi segala aktivitas makhluk-Nya.

Kepercayaan atau ideologi itu akan tumbuh subur jika ia seolah² berhadapan dengan Allah dan berpengaruh dalam setiap langkah kehidupannya, dan ia pun merasa malu jika ia tidak beribadah. Apalagi jika sampai diketahui orang lain bahwa ia tidaklah tergolong orang yg taat kepada Allah. Rasa malu seperti ini sudah jarang dimiliki oleh orang² yg beriman. Lebih jarang lagi adalah fana’.

Fana’ ialah leburnya diri pribadi pada ke-baqa`-an Allah, di mana perasaan keinsanan lenyap diganti dengan rasa Ketuhanan.