Thursday, April 10, 2025

Merasa Diawasi (Muraqabah) Oleh Allah Ta’ala Dalam Setiap Keadaan

Dlm Risalatul Mu’awanah,

3. Merasa Diawasi (Muraqabah) Oleh Allah Ta’ala Dalam Setiap Keadaan

Saudaraku, hendaklah Anda selalu mawas diri kepada Allah Ta’ala dalam setiap aktivitasmu. Dan hendaklah Anda sadar bahwa Allah selalu di dekatmu.

Dan Ia selalu mengetahui dan mengawasi segala gerak-gerikmu. Bagi-Nya tak ada sesuatu yg rahasia dan samar. Makhluk sekecil apa pun yg ada di bumi dan langit tak akan pernah lepas dari pengawasan-Nya.

Ingatlah! Bahwa Dia senantiasa mengetahui apa yg engkau bicarakan, baik engkau bersuara keras maupun lirih. Di mana saja engkau berada, Dia selalu bersamamu, dan Dialah Yang Maha Kuasa.

Petunjuk, pertolongan dan penjagaan-Nya hanya tercurah kepadamu jika engkau tergolong orang² yg berbuat baik.

Hendaklah engkau malu kepada-Nya. Kerjakanlah perintah²-Nya dan jauhi segala larangan-Nya serta beribadahlah kepada-Nya seakan² melihat-Nya. Dan apabila engkau tidak melihat-Nya, ketahuilah bahwa Dia selalu melihatmu.

Dan jika dalam hatimu timbul rasa malas pada ketaatan dan cenderung untuk mengerjakan kemaksiatan, katakan pada nafsumu: “Hai nafsu! Sesungguhnya Allah Ta’ala selalu mendengarmu, melihatmu, dan mengetahui segala rahasia dan bisikanmu.”

Jika ia belum dapat menuruti nasihatmu kepadanya akan dua malaikat yg selalu mencatat kebajikan dan kejelekan, yaitu Raqib dan Atid.

Dan bacakan padanya firman Allah Ta’ala:

إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ ﴿١٧﴾ مَّا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَ‌قِيبٌ عَتِيدٌ ﴿١٨﴾

“Ketika dua malaikat yg mencatat amal buruk di sebelah kanan dan di sebelah kiri. Tidaklah perkataan yg dikeluarkan seseorang melainkan di sisinya ada dua malaikat pengawas yg selalu hadir.” (QS. Qaaf: 17-18)

Jika nasihat tersebut tetap tak dapat menghentikan tindakannya, berilah ia pengertian tentang kematian yg sudah semakin dekat. Dan kematian adalah satu rahasia yg dinanti kedatangannya. Apabila ajal telah menjemputnya sedangkan ia senantiasa mengerjakan perbuatan² yg tidak diridhai oleh Allah Ta’ala, maka hanya penyesalan tak ada habisnya yg ia peroleh.

Bila ia masih dan tak menghiraukan nasihat itu, maka ingatkan ia sekali lagi tentang pahala besar yg dijanjikan oleh Allah, bagi mereka yg taat pada-Nya dan siksa yg pedih yg disediakan Allah bagi orang yg durhaka kepada-Nya.

Kemudian katakan pada nafsu: Hai nafsu! Tak ada lagi kesempatan untuk bertobat setelah kematian. Dan tak ada lagi tempat setelah dunia ini, kecuali surga atau neraka. Pilihlah mana yg kau suka! Jika engkau taat kepada Allah, maka kebahagiaan, keridhaan dan kekekalan di dalam surga yg luaslah yg engkau terima. Bahkan engkau pun akan memperoleh nikmat terbesar yaitu melihat-Nya. Jika engkau bermaksiat, tentu kehinaan, murka dan siksa nerakalah yg pasti engkau terima.

Seluruh nasihat² di atas pasti membawa manfaat yg besar bagi kehidupanmu di dunia dan akhirat. Engkau baru dikatakan malu dan mawas diri kepada Allah Ta’ala jika nasihat² di atas dapat mencegah hati dan nafsumu dari segala aktivitas yg tidak diridhai-Nya dan mendorongmu untuk taat kepada-Nya.

Ketahuilah ! Muraqabah termasuk kedudukan terpuji, pangkat yg paling mulia dan derajat yg paling tinggi. Muraqabah juga termasuk pada maqam ihsan.

Seperti yg disabdakan Rasulullah Saw.:

اَلْإِحْسَانُ أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ.

“Ihsan ialah pengabdian pada Allah Ta’ala seakan² engkau melihat-Nya. Walaupun engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR. Muslim dari Umar)

Hakikat Kepercayaan

Setiap mukmin wajib percaya bahwa tiada sesuatu yg tersembunyi bagi Allah, baik yg ada di langit maupun bumi. Dan Dia mengetahui dan mengawasi segala aktivitas makhluk-Nya.

Kepercayaan atau ideologi itu akan tumbuh subur jika ia seolah² berhadapan dengan Allah dan berpengaruh dalam setiap langkah kehidupannya, dan ia pun merasa malu jika ia tidak beribadah. Apalagi jika sampai diketahui orang lain bahwa ia tidaklah tergolong orang yg taat kepada Allah. Rasa malu seperti ini sudah jarang dimiliki oleh orang² yg beriman. Lebih jarang lagi adalah fana’.

Fana’ ialah leburnya diri pribadi pada ke-baqa`-an Allah, di mana perasaan keinsanan lenyap diganti dengan rasa Ketuhanan.

Wednesday, April 9, 2025

Larangan putus asa dari rahmat Allah.

  Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud RA bahwa ia berkata, “Rasulullah shollallahu ‘alahi wa sallama bersabda, ‘Seorang pendosa yang mengharapkan rahmat Allah Ta’ala adalah lebih dekat kepada-Nya dari pada seorang ahli ibadah yang putus asa dari rahmat-Nya.’”


a. Rahmat Allah yang Menjamin Kebahagiaan Hamba.


Ibnu Mas’ud berkata, “Aku diberitahu bahwa diriwayatkan dari Zaid bin Aslam dari Umar, bahwa ada seorang laki-laki hidup pada zaman dahulu. Ia selalu rajin melakukan    ibadah.    Ia membebankan dirinya sendiri untuk melakukan ibadah yang tidak henti-hentinya ia lakukan sehingga menyebabkan orang- orang berputus asa dari rahmat Allah. Kemudian ia meninggal dunia.


“Ya Tuhanku! Apa yang aku dapatkan di sisi-Mu?” tanya si laki-laki.


Allah menjawab, “Neraka”.


“Ya Tuhanku! Lantas bagaimana dengan ibadahku dan kesungguh-sungguhanku dalam beribadah?” tanya si laki-laki.


Allah menjawab, “Kamu telah membuat orang-orang putus asa dari rahmat-Ku di dunia, maka sekarang Aku membuatmu putus asa dari rahmat-Ku”.


b. Seorang Pendosa yang Selamat Berkat Tauhidnya


Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama bahwa beliau bersabda, “Ada seorang laki-laki yang tidak pernah melakukan suatu amal kebaikan sama sekali. Hanya saja ia memiliki tauhid. Ketika kematian akan mendatanginya, ia berwasiat kepada keluarganya, “Hai keluargaku! Ketika aku telah mati nanti maka bakarlah jasadku di atas api sampai kalian melihatnya telah berubah menjadi abu. Kemudian tebarkanlah abu jasadku ke laut di musim angin.” Setelah ia benar-benar mati, keluarganya pun melakukan apa yang ia wasiatkan. Tiba-tiba ia berada dalam kuasa Allah.


“Apa yang membuatmu berwasiat seperti apa yang telah kamu wasiatkan (meminta di bakar dst)?” tanya Allah.


“Aku melakukannya karena takut kepada-Mu,” jawab si laki-laki.


Kemudian Allah mengampuninya karena rasa takutnya kepada-Nya. Padahal ia tidak memiliki amal kebaikan sama sekali kecuali tauhid.


c. Jenazah yang Terasingkan 


Ada sebuah cerita yang berkaitan dengan hadis di atas bahwa ada seorang laki-laki fasik yang mati pada zaman Nabi Musa ‘alaihi as-salam. Pada saat itu, orang-orang enggan memandikan dan menguburkan jenazahnya karena kefasikannya. Kemudian mereka memegang kakinya, menyeretnya dan membuangnya di tempat kotoran. Kemudian Allah memberikan wahyu kepada Musa ‘alaihi as-salam:


“Hai Musa! Ada seorang laki-laki yang telah mati di kampung ini dan dibuang di tempat kotoran ini. Ia adalah salah satu kekasih-Ku. Orang-orang enggan memandikan, mengkafani, dan menguburkan. Pergilah! Mandikanlah ia! Kafanilah ia! Sholatilah ia! Dan kuburkanlah ia!” perintah Allah.


Kemudian Musa ‘alaihi as-salam mendatangi kampung tersebut dan bertanya kepada penduduk tentang mayit laki-laki itu.


“Laki-laki itu telah mati dalam keadaan demikian dan demikian. Ia adalah orang fasik dan terlaknati,” kata penduduk.


Musa ‘alaihi as-salam bertanya, “Dimana tempat mayitnya? Allah telah memberiku wahyu untuk mengurusnya. Beritahu aku dimana mayit itu berada?”


Lalu penduduk memberitahu dan mengantarkan Musa ke tempat mayit laki-laki itu berada. Akhirnya, Musa pergi ke tempat itu.


Sesampainya Musa di tempat yang diberitahukan oleh penduduk, ia pun melihat mayit laki-laki itu terbuang di tempat kotoran. Penduduk memberitahu kepada Musa tentang keburukan perbuatan-perbuatan si mayit ketika ia masih hidup.


Setelah    mereka    selesai menjelaskan, Musa bermunajat kepada Allah:


“Ya Allah! Engkau memerintahku untuk mengubur dan mensholati mayit laki-laki itu. Sedangkan orang-orang telah memberikan kesaksian keburukan atasnya. Engkau adalah Dzat yang lebih tahu daripada mereka tentang perihal    memuji    dan merendahkan,” kata Musa.


Lalu Allah berfirman, “Hai Musa! Benar apa yang telah dikatakan oleh penduduk tentang keburukan perbuatan-perbuatan laki-laki itu, hanya saja laki-laki itu meminta syafaat dari-Ku pada waktu kematiannya dengan merayu-Ku melalui tiga hal yang mana andai seluruh pendosa meminta-Ku dengan rayuan tiga hal tersebut, maka Aku akan memberikannya. Lantas bagaimana bisa Aku tidak mengasihi laki-laki itu? Padahal ia meminta kepada-Ku dengan hatinya. Sedangkan Aku adalah Allah Dzat Yang Maha Paling Mengasihi.”


Musa bertanya, “Apa tiga hal tersebut? Ya Allah!”


Allah menjelaskan, “(Pertama) Ketika ajal laki-laki itu telah dekat. Ia berkata, ‘Ya Allah! Engkau adalah lebih mengetahui daripadaku. Sesungguhnya aku telah melakukan kemaksiatan dengan keadaan hatiku membenci kemaksiatan tersebut. Akan tetapi, ada tiga hal yang terdapat pada diriku hingga aku berani melakukan kemaksiatan itu dengan kondisi hati yang membencinya. Pertama adalah hawa nafsu. Kedua adalah teman buruk. Ketiga adalah Iblis, Semoga laknat Allah menimpanya. Tiga hal ini telah menjerumuskanku ke dalam lubang kemaksiatan. Sesungguhnya Engkau adalah Dzat yang mengetahui apa yang aku ucapkan. 


Oleh karena itu ampunilah aku!’. (Kedua) Ketika ajal laki-laki itu telah dekat, ia berkata, ‘Sesungguhnya Engkau mengetahui kalau aku telah melakukan kemaksiatan- kemaksiatan dimana posisiku saat itu adalah bersama orang-orang fasik. Akan tetapi aku senang berteman dengan orang-orang sholih dan aku menyukai kezuhudan meraka. 


Posisiku bersama mereka adalah lebih aku sukai daripada bersama orang- orang fasik’. (Ketiga) Ketika ajal laki-laki itu telah dekat, ia berkata, ‘Ya Allah! Sesungguhnya Engkau tahu daripadaku kalau orang- orang sholih adalah lebih aku sukai daripada orang-orang fasik hingga andai ada dua orang, yang satu adalah orang sholih dan yang satunya adalah orang buruk, mendatangiku, maka aku akan mendahulukan memenuhi hajat orang satu yang sholih dan mengakhirkan hajat orang satunya yang buruk.’”


(Dalam riwayat Wahab bin Munabbah, perkataan laki-laki yang ketiga adalah) “Ya Allah! Andai Engkau memaafkan dan mengampuni dosa-dosaku maka para wali dan para nabi-Mu akan senang dan setan, musuhku dan musuh-Mu, akan bersedih. Tetapi apabila Engkau menyiksaku, maka setan dan teman-temannya akan senang dan para nabi dan para wali-Mu akan bersedih. Dan aku tahu kalau rasa senang para wali kepada-Mu adalah lebih Engkau sukai daripada rasa senang setan dan teman-temannya. 


Oleh karena itu ampunilah aku! Ya Allah! Sungguh Engkau mengetahui apa yang aku ucapkan. Kasihilah aku! Dan maafkanlah aku!” Kemudian Allah berkata, “Aku telah mengasihinya, memaafkannya dan mengampuninya. Sesungguhnya Aku adalah Dzat Yang Pengasih dan Penyayang, terutama kepada orang yang mengakui dosanya di hadapan-Ku. Oleh karena laki-laki ini telah mengakui dosanya maka Aku mengampuni    dan memaafkannya. Hai Musa! Lakukanlah apa yang telah Aku perintahkan! Sesungguhnya Aku akan mengampuni orang-orang yang mau mensholati jenazah laki- laki itu dan menghadiri penguburannya dengan perantara kemuliaannya”