Thursday, January 13, 2011

Jenis-jenis Pemeriksaan HIV/AIDS



HIV/AIDS termasuk jajaran penyakit yang mempunyai tingkat penularan yang sangat tinggi. Hal ini terjadi karena seringkali seseorang tidak menyadari bahwa dirinya telah terinfeksi HIV, sehingga menjadi sumber penularan bagi orang lain.

Seseorang terkena HIV biasanya diketahui jika telah terjadi Sindrom Defisiensi Imun Dapatan (AIDS) yang ditandai antara lain penurunan berat badan, diare berkepanjangan, Sarkoma Kaposi, dan beberapa gejala lainnya.

Berkembangnya teknologi pemeriksaan saat ini mengijinkan kita untuk mendeteksi HIV lebih dini. Beberapa pemeriksaan tersebut antara lain adalah :

ELISA

ELISA (Enzym-Linked Immunosorbent Assay), tes ini mendeteksi antibodi yang dibuat tubuh terhadap virus HIV. Antibodi tersebut biasanya diproduksi mulai minggu ke 2, atau bahkan setelah minggu ke 12 setelah terpapar virus HIV. Kerena alasan inilah maka para ahli menganjurkan pemeriksaan ELISA dilakukan setelah minggu ke 12 sesudah melakukan aktivitas seksual berisiko tinggi atau tertusuk jarum suntik yang terkontaminasi.

Tes ELISA dapat dilakukan dengan sampel darah vena, air liur, atau air kencing.

Saat ini telah tersedia Tes HIV Cepat (Rapid HIV Test). Pemeriksaan ini sangat mirip dengan ELISA. Ada dua macam cara yaitu menggunakan sampel darah jari dan air liur.

Hasil positif pada ELISA belum memastikan bahwa orang yang diperiksa telah terinfeksi HIV. Masih diperlukan pemeriksaan lain, yaitu Western Blot atau IFA, untuk mengkonfirmasi hasil pemeriksaan ELISA ini. Jadi walaupun ELISA menunjukkan hasil positif, masih ada dua kemungkinan, orang tersebut sebenarnya tidak terinfeksi HIV atau betul-betul telah terinfeksi HIV.

Western Blot

Sama halnya dengan ELISA, Western Blot juga mendeteksi antibodi terhadap HIV. Western blot menjadi tes konfirmasi bagi ELISA karena pemeriksaan ini lebih sensitif dan lebih spesifik, sehingga kasus 'yang tidak dapat disimpulkan' sangat kecil. Walaupun demikian, pemeriksaan ini lebih sulit dan butuh keahlian lebih dalam melakukannya.

IFA

IFA atau indirect fluorescent antibody juga meurupakan pemeriksaan konfirmasi ELISA positif. Seperti halnya dua pemeriksaan diatas, IFA juga mendeteksi antibodi terhadap HIV. Salah satu kekurangan dari pemeriksaan ini adalah biayanya sangat mahal.

PCR Test

PCR atau polymerase chain reaction adalah uji yang memeriksa langsung keberadaan virus HIV di dalam darah. Tes ini dapat dilakukan lebih cepat yaitu sekitar seminggu setelah terpapar virus HIV. Tes ini sangat mahal dan memerlukan alat yang canggih. Oleh karena itu, biasanya hanya dilakukan jika uji antibodi diatas tidak memberikan hasil yang pasti. Selain itu, PCR test juga dilakukan secara rutin untuk uji penapisan (screening test) darah atau organ yang akan didonorkan.

Periode Jendela pada HIV



Memahami periode jendela (window period) pada infeksi HIV sangat penting karena pada periode ini, pemeriksaan HIV seperti ELISA, Western Blot, IFA, atau pemeriksaan lain yang mendeteksi antibodi anti HIV, menunjukkan hasil negatif, walaupun pada tubuh penderita telah bersemayam virus HIV.

Mengapa pemeriksaan tersebut memberikan hasil negatif padahal virus HIV telah berkembang dalam tubuh penderita? Jawabannya adalah karena pemeriksaan di atas mengandalkan pada pendeteksian antibodi yang dibuat oleh tubuh terhadap virus HIV. Padahal antibodi tersebut tidak serta merta diproduksi sesaat setelah virus masuk ke dalam tubuh, tetapi butuh waktu sekitar 2 sampai 12 minggu, dan pada sebagian orang, antibodi ini baru muncul setelah 6 bulan dihitung dari paparan HIV pertama kali.

Nah, rentang waktu antara paparan pertama kali dengan mulai diproduksinya antibodi anti HIV ini disebut periode jendela (window period).

Misalkan, seseorang melakukan aktifitas seksual berisiko tinggi tanpa pelindung (kondom) dan terinfeksi HIV pada Sabtu malam, kemudian Senin pagi melakukan pemeriksaan HIV, maka meskipun ia terinfeksi, hasilnya akan negatif. Bahkan, jika dia melakukan pemeriksaan setelah 1 sampai 2 bulan, kemungkinan hasil negatif masih ada. Jika pemeriksaan dilakukan setelah 3 bulan, kemungkinan negatif masih sebesar 3%. Lain halnya jika pemeriksaan dilakukan setelah 6 bulan, hasilnya hampir mendekati 100%.

Oleh karena itu, bagi orang yang curiga dirinya telah terinfeksi HIV akibat aktifitas seksual berisiko tinggi, walaupun hasil pemeriksaan masih negatif, hendaknya tidak melakukan aktifitas seksual dengan pasangannya (istri?), atau minimal menggunakan pelindung (kondom), sampai hasil pemeriksaan 6 bulan kemudian menunjukkan hasil negatif.