Monday, December 13, 2010

8 Prinsip Diet untuk Penyandang Autisme

8 Prinsip Diet untuk Penyandang Autisme

Email Cetak PDF

Tentang pola diet untuk pennyandang autisme, setidaknya ada delapan prinsip diet, yaitu:

8 Prinsip Diet untuk Penderita Autisme

1. Diet bebas gluten dan kasein

2. Diet bebas gula

3. Diet bebas jamur/fermentasi

4. Diet bebas zat adiktif

5. Diet bebas fenol dan salisilat

6. Diet rotasi dan eliminasi

7. Pengaturan cara memasak dan penyediaan makanan

8. Pemberian suplemen makanan

Mari kita bahas satu per satu.

Diet bebas gluten dan kasein minimal tiga bulan; yaitu dengan menghindari produk makanan yang mengandung gluten (biskuit, mie, roti, makanan yang mengandung terigu), produk makanan-minuman yang mengandung susu sapi (keju, mozzarella, butter, permen susu, dsb).

Diet bebas gula minimal 2 minggu dan probiotik. Hindari: gula pasir, sirup, soft drink, fruit juice kemasan, aspartam. Untuk pengganti gula, pakailah gula stevia dan xylitol secara bergantian, atau gula jagung (sorbitol). Gula palem (aren) nartural boleh ditambahkan sedikit untuk membuat kue sebatas aroma.

Diet bebas jamur/fermentasi, dengan menghindari: kecap tauco, keju, kue yang dibuat dengan vermipan/baking soda, termasuk makanan yang lama disimpan, buah-buahan yang dikeringkan (kismis, kurma).

Diet bebas zat adiktif, dengan menghindari semua pewarna, penambah rasa, pengawet, pengemulsi, penyedap rasa (MSG), kaldu kemasan, termasuk menghindari produk olahan (sosis, kormet, chicken nugget, dsb). Boleh memakai zat pewarna alami, seperti daun pandan/suji untuk warna hijau, kunyit untuk warna kuning, dan beet untuk warna merah.

Diet bebas fenol dan salisilat. Fenol terkandung di dalam buah berwarna cerah seperti: anggur, apel, cherry, prunes, plum, almond, dsb. Salisilat terkandung di dalam jeruk dan tomat. Adapun pepaya, mangga, beet, wortel aman dikonsumsi.

Diet rotasi dan eliminasi. Diet ini diberikan setelah memperoleh hasil tes sensitivitas makanan IgG (comprehensive food panel). Untuk makanan yang titer IgG-nya tinggi tidak boleh diberikan sama sekali (eliminasi). Sedangkan makanan yang titer IgG-nya rendah boleh diberikan dengan selang waktu 4 hari (rotasi).

Pengaturan cara memasak dan penyediaan makanan, misalnya:

1. Minum air minimal 8 gelas sehari dari air mineral kemasan atau air yang telah disaring (water purifying system).

2. Menu makanan banyak buah dan sayuran segar setiap hari, misalnya: pepaya, kiwi, nanas. Diberikan bergantian dan sesuai selera anak.

3. Sediakan makanan tinggi protein saat sarapan pagi.

4. Sebaiknya semua makanan dipersiapkan dari rumah, sebagai bekal di sekolah.

5. Pilih peralatan memasak yang terbuat BUKAN dari logam berat.

6. Gantilah peralatan yang terbuat dari alumunium dan teflon dengan alat yang terbuat dari STAINLESS STEEL atau KACA (PYREX).

7. Pisahkanlah semua peralatan ini agar tidak terkontaminasi/tercemari.

Pemberian suplemen makanan

Diberikan sesuai gejala klinis, hasil pemeriksaan laboratorium, dan kebutuhan harian anak sesuai dengan usia dan berat badan.Misalnya:

1. Kalsium (1000 mg/hari dosis terbagi).

2. Magnesium glisinat (200-300 mg/hari).

3. Zinc pikolinat dan alfa ketoglutarat (20-50 mg/hari).

4. Selenium (50-100 mg/hari).

5. Vitamin A natural dalam bentuk Cod Liver Oil (dosis sekitar 2500 IU/hari).

6. Vitamin B6 dengan P5P sekitar 50 mg/hari.

7. Vitamin C (dalam bentuk Ester C 500 mg/hari dalam dosis terbagi).

8. Vitamin E (100-200 IU/hari) sebagai antioksidan.

9. Asam Lemak Esensial, diberikan dalam bentuk EPA (Eicosapentoic Acid) 750 mg/hari, DHA (Docosahexanoic Acid) 250-500 mg/hari, dan GLA (Gamma Linoleic Acid) 50-100 mg/hari dalam EPO (Evening Primrose Oil) 1000-1500 mg/hari.

10. Asam amino dalam bentuk amino acid complex 1 kapsul/hari.

11. Kolustrum dalam bentuk liquid 1/2 sendok teh 2x sehari (2,5 gram).

12. Enzim, misalnya: Enzyme-Complete with DPP-IV, 3x sehari, diberikan pada awal makan.

13. Probiotik, diberi preparat yang mengandung 6 jenis mikroorganisme dalam satu kapsul, dosis 1-2 kapsul/hari.

14. Methylulfonylmethane (MSM), diberikan bila pada anak terdapat lingkaran hitam di sekitar atau di bawah mata.

15. Ubiquinone (30 mg 1-2 kapsul/hari).

16. Yeast Control, bila perlu dapat diberikan: oregano, golden seal, dsb.

17. Biotin (300 mg/hari).

18. Taurin, diberikan bila buang air besar (anak penderita autisme) berwarna pucat seperti dempul, sejumlah 1-3 kapsul/hari.

19. Reduced L-Glutathione, 1 kapsul/hari, untuk mencegah kerusakan sel, sebagai antioksidan, dan kelasi alami logam berat.

Setelah pemberian diet di atas, sebaiknya dievaluasi dengan cara mengidentifikasi setiap gejala yang timbul, lalu dibuat perbandingan sebelum dan sesudah melakukan diet.

Bentuk Anak Autis Berpikir Mandiri

Bentuk Anak Autis Berpikir Mandiri

Email Cetak PDF

MEMBESARKAN anak autis memang butuh kesabaran yang tinggi. Selain itu, orangtua juga harus menerapkan metode yang tepat untuk membuat mereka menjadi pribadi yang mandiri. Intinya adalah diagnosa akurat, pendidikan tepat, dan dukungan kuat.


Selama ini begitu banyak stigma negatif tentang autis beredar di masyarakat. Ada yang bilang autis disebabkan santet, autis hanya diderita oleh orang kaya, autis itu sama dengan gila, dan autis itu menular. Stigma tersebut muncul karena pemahaman masyarakat tentang autis ini masih sangat minim.


”Sebenarnya kita tidak juga harus menyalahkan masyarakat luas,” tandas seorang ibu dari anak autis sekaligus pendiri Masyarakat Peduli Autis Indonesia (MPATI) Gayatri Pamoedji SE MHc. Malah, Gayatri mengatakan bahwa tidak sedikit juga orang yang mengatakan autis itu adalah penyakit. Padahal yang benar ialah, anak autis adalah anak yang mengalami gangguan dalam perkembangannya.

”Autis bukan penyakit, autis itu kondisi,” tuturnya dalam acara temu media bertema ”Menciptakan Masa Depan Mandiri bagi Anak Penyandang Autis” yang diadakan oleh MPATI, belum lama ini. Disarankan oleh Gayatri, segera tangani anak autis dengan benar, pastikan bahwa mereka mendapatkan pengasuhan yang tepat. Untuk menangani anak autis, inti dari penanganan itu ialah diagnosa, pendidikan, dan dukungan.

Dalam hal diagnosa, dibutuhkan diagnosa yang tepat dan akurat oleh dokter ahli. Di mana yang bisa dijadikan patokan bahwa seorang anak mengalami autis, bisa dilihat dari tujuh ciri anak autis, dan jika anak mengalami dua atau lebih dari ciri tersebut, maka bisa dikatakan anak tersebut alami autis.

”Lakukan sedini mungkin karena gejala autisme biasanya terlihat sebelum anak mencapai usia tiga tahun,” tutur wanita yang juga pendiri Sekolah Pantara untuk pelatihan para guru dan membuat kurikulum sekolah untuk anak-anak dengan AD/HD.

Selain itu, pendidikan tepat juga harus diberikan untuk membentuk anak autis menjadi mandiri. Gayatri menuturkan, jika anak autis diberikan pendidikan yang tepat, maka mereka mampu mandiri, dapat mengerti dan mengikuti perintah, mampu untuk duduk mendengarkan, serta patuh menunggu giliran.

”Dan itu semua merupakan kemampuan dasar yang sebaiknya dikuasai anak autis sebelum masuk sekolah,” ujar wanita yang mengambil gelar sarjana ekonomi di Universitas Indonesia ini.

Gayatri menyarankan, apabila ingin memasukkan anak ke sekolah, maka lakukan penanganan dini jauh sebelum anak ini pergi sekolah dan sebelum masuk pada usia sekolah. Ajarkan hal-hal kecil terlebih dahulu, seperti buang air sendiri, makan dan minum sendiri, hingga mampu memasang kancing baju sendiri.

“Ini sangat membantu gurunya kelak sehingga guru pun tidak kewalahan pada saat mereka masuk sekolah, di usia yang seharusnya mereka ada di sekolah,” ujar wanita lulusan Master of Health Conseling, Curtin University of Technology, Perth, Australia Barat ini.

Dan yang terakhir adalah dukungan yang kuat. Tidak hanya dari orangtua atau keluarga, melainkan dari lingkungan sekitarnya termasuk dukungan media.
Dalam bukunya yang bertajuk 200 Pertanyaan & Jawaban Seputar Autisme, Gayatri menuliskan bahwa dalam merawat anak autis, orangtua sebaiknya saling berbagi tugas.

Pembagian tugas ini bisa dijalankan sesuai dengan kelebihan dari masing-masing karakter ibu atau ayah serta waktu yang mereka miliki. Semisal jika ayah pandai matematika, maka tugas mendampingi anak membuat pekerjaan rumah matematika dilakukan sang ayah.

Sama halnya dengan ibu, jika ibu lebih mahir dalam hal berkomunikasi, ibulah yang menjadi manajer dan juru bicara (jubir) anak untuk urusan sekolah. Idealnya, dilakukan komunikasi yang jujur dan terbuka. Atau ibu juga bisa membantu agar ayah lebih percaya diri dan mau lebih dekat dengan anak, misal dengan melakukan tugas menyenangkan, seperti bermain video gamebersama.

Di saat ayah bermain dengan anak, ibu bisa menggunakan waktu senggang untuk beristirahat. Buatlah daftar dari pekerjaan atau tugas yang diperlukan untuk mendidik anak. ”Dengan penanganan terpadu, anak penyandang autis punya masa depan. Harapan selalu ada, pasti ada kemajuan jika orangtua mau terlibat,” pesannya.

Sementara psikolog dari Universitas Indonesia, Dra Dyah Puspita MSi menyatakan bahwa pola asuh dalam merawat anak autis sama saja dengan anak biasa.

“Namun, ada beberapa aturan yang harus dipatuhi serta ada konsekuensi untuk perilaku baik atau buruk,” ucap psikolog yang juga sebagai penanggung jawab pendidikan di Sekolah Khusus Autisma Mandiga. Dengan penuh semangat, percaya diri, serta kesabaran tinggi, maka yakinlah jika membesarkan anak autis menjadi pribadi yang mandiri bukanlah suatu impian belaka.
(Koran SI/Koran SI/tty)