Thursday, April 3, 2025

Marah atau jengkel

 Perbedaan Antara Marah dan Jengkel

Meskipun sering dianggap sama, marah dan jengkel sebenarnya memiliki perbedaan dalam intensitas, penyebab, dan dampaknya.

1. Intensitas Emosi

  • Marah → Emosi yang kuat, bisa meledak dalam bentuk kemarahan verbal atau fisik.
  • Jengkel → Lebih ringan dari marah, sering berupa rasa kesal atau terganggu yang tertahan.

2. Penyebab Utama

  • Marah → Biasanya dipicu oleh sesuatu yang dianggap sebagai ketidakadilan, penghinaan, atau ancaman.
  • Jengkel → Dipicu oleh hal-hal kecil yang mengganggu, seperti kebiasaan seseorang, keadaan yang tidak nyaman, atau sesuatu yang berulang-ulang.

3. Cara Bereaksi

  • Marah → Bisa menyebabkan ledakan emosi, seperti berteriak, membanting sesuatu, atau bahkan konfrontasi fisik.
  • Jengkel → Lebih sering ditahan atau diungkapkan dalam bentuk sindiran, ekspresi wajah, atau keluhan kecil.

4. Dampak Jangka Panjang

  • Marah → Jika tidak dikendalikan, bisa merusak hubungan, menimbulkan penyesalan, atau menyebabkan tindakan berbahaya.
  • Jengkel → Jika terus dipendam, bisa menumpuk dan akhirnya berubah menjadi kemarahan besar atau stres yang mengganggu kesehatan mental.

Mana yang Lebih Berbahaya?

  • Marah yang tidak terkendali lebih berbahaya secara sosial dan fisik karena bisa merusak hubungan dan bahkan berujung pada tindakan agresif.
  • Jengkel yang dipendam terlalu lama bisa menjadi "bom waktu" yang akhirnya meledak dalam bentuk marah atau gangguan kesehatan seperti stres dan tekanan darah tinggi.

Bagaimana Mengelolanya?

  • Kenali pemicu kemarahan atau kejengkelan dan coba untuk mengatasinya dengan cara yang lebih tenang.
  • Jika jengkel, cobalah berkomunikasi dengan baik atau cari cara untuk mengalihkan perhatian.
  • Jika marah, jauhi sumber kemarahan sementara waktu dan tarik napas dalam-dalam sebelum bertindak.
  • Ingat sabda Rasulullah ﷺ: "Jangan marah, maka bagimu surga." (HR. Thabrani)

Jadi, jengkel dan marah memang berbeda, tapi keduanya perlu dikendalikan agar tidak merusak diri sendiri maupun orang lain.

Menurutmu, lebih sulit menahan marah atau menahan kejengkelan?

Jengkel itu mematikan.

 Ya, kejengkelan yang berlebihan memang bisa "mematikan" dalam banyak aspek—baik secara emosional, sosial, maupun fisik.

1. Mematikan Ketenangan Hati

Kejengkelan membuat hati gelisah dan tidak tenang. Semakin seseorang membiarkan dirinya larut dalam kejengkelan, semakin sulit baginya untuk merasakan ketentraman.

2. Mematikan Akal Sehat

Saat jengkel, seseorang bisa kehilangan kontrol dan bertindak tanpa berpikir panjang. Akibatnya, ia bisa mengatakan atau melakukan sesuatu yang nantinya disesali.

3. Mematikan Hubungan Sosial

Orang yang mudah jengkel cenderung dijauhi oleh orang lain. Sikap kasar, perkataan yang menyakitkan, atau tindakan impulsif bisa merusak hubungan dengan keluarga, teman, dan rekan kerja.

4. Mematikan Kesehatan Fisik

Secara medis, kejengkelan yang berlarut-larut dapat meningkatkan tekanan darah, memicu stres kronis, dan berisiko menyebabkan penyakit jantung.

5. Mematikan Pahala dan Amal Kebaikan

Rasulullah ﷺ bersabda:
"Bukanlah orang kuat itu yang jago bergulat, tetapi orang kuat adalah yang bisa menahan amarahnya." (HR. Bukhari & Muslim)

Orang yang mudah jengkel sering lupa untuk bersikap sabar dan berbuat baik. Padahal, kemarahan yang dikelola dengan baik bisa menjadi ladang pahala dan pengampunan dari Allah.

Bagaimana Mengatasi Kejengkelan?

  • Mengingat bahwa semua yang terjadi adalah ketentuan Allah.
  • Mengambil napas dalam dan menahan diri dari berbicara atau bertindak saat sedang marah.
  • Memaafkan dan berlapang dada, karena memaafkan lebih ringan daripada terus menyimpan dendam.
  • Berwudhu atau mengubah posisi (duduk jika berdiri, berbaring jika duduk).
  • Mengingat betapa banyaknya dosa kita yang juga ingin diampuni oleh Allah.

Jika kejengkelan memang "mematikan," maka cara menyelamatkan diri darinya adalah dengan menghidupkan kesabaran dan ketenangan hati.

Apa kamu pernah mengalami kejengkelan yang sangat dalam? Bagaimana cara kamu mengatasinya?

Jengkel

 Baik Syekh Abdul Qadir al-Jailani maupun Ibnu Atha’illah as-Sakandari memiliki banyak nasihat tentang bagaimana mengelola perasaan negatif, termasuk kejengkelan. Berikut adalah beberapa hikmah mereka yang relevan dengan kondisi hati yang sedang jengkel atau marah:

Syekh Abdul Qadir al-Jailani

Beliau menekankan pentingnya kesabaran, ketundukan kepada Allah, dan mengendalikan hawa nafsu. Salah satu nasehatnya:

1. Jangan mengikuti amarah dan kejengkelan
"Janganlah engkau mengikuti hawa nafsumu, karena ia akan menyeretmu ke dalam kehancuran. Bersabarlah, karena kesabaran adalah kunci terbukanya pintu rahmat."

Ketika seseorang jengkel, sebenarnya ia sedang diuji apakah lebih memilih mengedepankan hawa nafsunya atau menyerahkan semuanya kepada Allah dengan hati yang tenang.

2. Berlatih untuk menerima takdir Allah
"Jika engkau ingin hatimu tenteram, maka ridhalah dengan takdir-Nya. Jangan kau marah kepada makhluk, karena mereka hanyalah alat, bukan pelaku sesungguhnya."

Kejengkelan sering muncul karena kita menganggap orang lain sebagai penyebab kesulitan kita, padahal sejatinya semua terjadi atas kehendak Allah.

Ibnu Atha’illah as-Sakandari

Beliau dalam Al-Hikam banyak membahas bagaimana mengendalikan hati, terutama dalam menghadapi hal-hal yang menjengkelkan.

1. Jangan berharap dunia akan selalu sesuai keinginanmu
"Ketenangan hati tidak akan kau temukan selama engkau masih berharap dunia akan berjalan sesuai dengan kehendakmu."

Kejengkelan sering muncul karena kita ingin segalanya berjalan sesuai keinginan kita. Jika kita belajar menerima bahwa dunia ini penuh ujian, kejengkelan bisa lebih mudah dikendalikan.

2. Sembunyikan amarahmu seperti Allah menyembunyikan aibmu
"Sebagaimana Allah menutupi aibmu, maka tutuplah amarahmu. Jangan biarkan ia menguasaimu hingga engkau berbuat sesuatu yang akan kausegani nanti."

Kemarahan atau kejengkelan yang tidak dikendalikan bisa berujung pada ucapan atau tindakan yang kita sesali di kemudian hari. Maka, menahan marah adalah bentuk kebijaksanaan.

Kesimpulan

Baik Syekh Abdul Qadir al-Jailani maupun Ibnu Atha’illah as-Sakandari mengajarkan bahwa kejengkelan adalah bagian dari ujian hidup. Kuncinya adalah sabar, menerima ketentuan Allah, dan tidak membiarkan hawa nafsu mengambil alih hati dan pikiran.

Jika sedang merasa jengkel, apa yang biasanya kamu lakukan untuk mengatasinya?

Sholatlah sebelum disholati.

 Kalimat "Shalatlah sebelum dishalati" adalah pengingat yang sangat kuat tentang pentingnya mendirikan shalat sebelum ajal menjemput. Ini bukan hanya sekadar permainan kata, tetapi sebuah pesan mendalam bahwa hidup ini sementara, dan sebelum kita diperlakukan sebagai jenazah dalam shalat jenazah, kita harus memastikan bahwa shalat kita selama hidup telah ditegakkan dengan baik.

Pesan ini mengandung beberapa hikmah:

  1. Kesadaran akan Kematian
    – Mengingatkan bahwa setiap orang pasti akan menghadapi kematian dan harus mempersiapkan bekal akhirat.

  2. Prioritas dalam Ibadah
    – Jangan sampai lalai dalam shalat karena kesibukan dunia, sebab shalat adalah tiang agama.

  3. Mendekatkan Diri kepada Allah
    – Shalat adalah sarana komunikasi dengan Allah. Jika dilakukan dengan khusyuk, ia menjadi jalan menuju ketenangan hati dan ketakwaan.

  4. Jangan Menunda-nunda Kebaikan
    – Hidup ini singkat, maka jangan tunda untuk memperbaiki ibadah sebelum terlambat.

Kalimat ini sering digunakan dalam dakwah untuk menggugah hati agar lebih serius dalam menjalankan kewajiban shalat. Bagaimana menurutmu? Adakah cara lain untuk menyampaikan pesan ini dengan lebih mendalam?