Hubungi Kami

Saturday, March 22, 2025

Tafakur

 Syekh Abdul Qodir Jaelani dan Ibnu Atha'illah As-Sakandari banyak memberikan nasihat tentang tafakur (merenung atau berpikir mendalam) dalam perjalanan menuju Allah. Berikut beberapa nasihat mereka:

1. Syekh Abdul Qodir Jaelani tentang Tafakur

Dalam kitab-kitabnya, terutama Al-Fath ar-Rabbani dan Jala' al-Khawathir, beliau menekankan bahwa tafakur adalah kunci untuk mengenal Allah dan membersihkan hati. Beberapa nasihat beliau:

  • Tafakur membawa seseorang kepada ma'rifatullah (pengenalan kepada Allah)
    "Tafakurmu dalam urusan dunia akan mengeraskan hatimu, tetapi tafakurmu dalam urusan akhirat akan melembutkannya. Maka renungkanlah kebesaran Allah dan nikmat-Nya agar hatimu hidup dengan cahaya-Nya."

  • Tafakur harus diiringi dengan kesungguhan dalam ibadah
    "Seorang yang hanya bertafakur tanpa amal bagaikan orang yang ingin memanah tetapi tidak memiliki busur dan anak panah. Tafakur tanpa ibadah adalah kesia-siaan."

  • Tafakur tentang dunia bisa menipu, tetapi tafakur tentang akhirat akan menyelamatkan
    "Siapa yang bertafakur tentang dunia, maka ia akan diperdaya oleh keindahannya. Siapa yang bertafakur tentang akhirat, maka ia akan melihat betapa kecilnya dunia."

2. Ibnu Atha'illah As-Sakandari tentang Tafakur

Ibnu Atha’illah dalam Al-Hikam juga banyak membahas tentang tafakur sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah. Beberapa hikmah beliau:

  • Tafakur adalah jalan menuju hikmah
    "Satu saat tafakur yang benar lebih baik daripada ibadah setahun tanpa tafakur."
    (Karena tafakur yang benar akan melahirkan ilmu, keikhlasan, dan amal yang lebih berkualitas.)

  • Tafakur tentang nikmat Allah akan menambah syukur
    "Siapa yang tidak melihat nikmat, ia tidak akan bersyukur. Dan siapa yang tidak bertafakur tentang keagungan Allah, hatinya akan kosong dari cahaya ma’rifat."

  • Tafakur harus membawa kepada ketawakkalan
    "Jika engkau bertafakur tentang ciptaan Allah, jangan hanya berhenti pada keindahan dunia, tetapi lihatlah kebijaksanaan-Nya agar hatimu penuh dengan tawakal."

Kedua ulama besar ini mengajarkan bahwa tafakur bukan sekadar berpikir, tetapi harus membawa kepada kesadaran, amal, dan ketakwaan kepada Allah. Tafakur yang benar akan mengantarkan seseorang kepada makrifatullah dan menjadikannya hamba yang lebih bersyukur serta lebih dekat kepada-Nya.

Baca qur'an dan saksinya

 Bukti bahwa ketika seseorang membaca ayat Al-Qur’an, Allah memerintahkan penduduk langit untuk bersaksi bisa ditemukan dalam hadis-hadis Nabi ﷺ yang menunjukkan bahwa para malaikat menyaksikan, mencatat, dan bahkan mendoakan orang-orang yang membaca atau mengamalkan Al-Qur’an. Berikut beberapa dalil yang menunjukkan hal tersebut:

1. Hadis tentang Malaikat yang Mencatat dan Bersaksi

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi ﷺ bersabda:

"Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah, mereka membaca Kitabullah (Al-Qur’an) dan saling mempelajarinya di antara mereka, kecuali akan turun kepada mereka ketenangan, mereka diliputi rahmat, para malaikat mengelilingi mereka, dan Allah menyebut mereka di hadapan makhluk yang berada di sisi-Nya."
(HR. Muslim No. 2699)

Kesimpulan: Hadis ini menunjukkan bahwa ketika seseorang membaca atau mengkaji Al-Qur’an, Allah memerintahkan malaikat untuk hadir dan bersaksi atas amal tersebut.

2. Hadis tentang Malaikat yang Menyertai Pembaca Al-Qur’an

Dari Usayd bin Hudhair radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:
"Ketika aku membaca Surah Al-Baqarah di malam hari, dan kudapati kudaku berlari ketakutan. Lalu aku berhenti membaca, dan kudaku pun tenang. Aku kembali membaca, dan kudaku kembali berontak. Aku berhenti, dan kudaku kembali tenang. Hal itu terjadi beberapa kali hingga aku melihat sesuatu seperti awan di langit yang penuh dengan cahaya. Keesokan harinya aku menceritakannya kepada Rasulullah ﷺ, lalu beliau bersabda:

"Itulah para malaikat yang turun mendengarkan bacaanmu. Seandainya engkau terus membaca, niscaya orang-orang bisa melihat mereka di pagi hari."
(HR. Bukhari No. 5018, Muslim No. 796)

Kesimpulan: Hadis ini menunjukkan bahwa ketika seseorang membaca Al-Qur’an, Allah mengutus malaikat untuk turun dan bersaksi atas bacaan tersebut.

3. Hadis tentang Malaikat yang Menghafal Ayat dan Naik ke Langit

Dari Abu Umamah Al-Bahili radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda:
"Bacalah Al-Qur’an, karena sesungguhnya ia akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafaat bagi para pembacanya."
(HR. Muslim No. 804)

Dalam beberapa riwayat lain, disebutkan bahwa ketika seorang Muslim membaca Al-Qur’an, ayat-ayat tersebut naik ke langit, dan malaikat membawa bacaan tersebut sebagai saksi di hadapan Allah.


Kesimpulan Umum

Dari dalil-dalil di atas, dapat disimpulkan bahwa ketika seseorang membaca ayat-ayat Al-Qur’an:

  1. Malaikat hadir dan bersaksi atas bacaan tersebut.
  2. Allah menyebut nama orang yang membaca Al-Qur’an di hadapan para malaikat-Nya.
  3. Malaikat mencatat, membawa bacaan itu ke langit, dan bersaksi atas amalan tersebut di hadapan Allah.

Hal ini menunjukkan betapa besar kedudukan Al-Qur’an dan bagaimana Allah memerintahkan penduduk langit (malaikat) untuk menjadi saksi atas orang-orang yang membaca dan mengamalkan firman-Nya.

Ayat qur'an ciptaan Allah.

 Al-Qur'an adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ melalui perantaraan Malaikat Jibril. Salah satu bukti bahwa Al-Qur'an adalah firman Allah adalah adanya ayat-ayat yang ketika dibaca atau diucapkan, Allah memberikan jawaban atau respon dalam bentuk wahyu lain atau dalam hadis qudsi.

Contoh Ayat yang Allah Jawab:

  1. Surah Al-Fatihah (1:1-7) dan Jawaban Allah dalam Hadis Qudsi
    Dalam hadis qudsi yang diriwayatkan oleh Muslim, Allah menjawab setiap ayat dari Surah Al-Fatihah yang dibaca oleh seorang hamba dalam shalat:

    • Hamba mengucap: Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin (Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam).
      Allah menjawab: Hamba-Ku telah memuji-Ku.
    • Hamba mengucap: Ar-Rahmanir Rahim (Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang).
      Allah menjawab: Hamba-Ku telah menyanjung-Ku.
    • Hamba mengucap: Maliki yaumid-din (Yang Menguasai Hari Pembalasan).
      Allah menjawab: Hamba-Ku telah mengagungkan-Ku.
    • Hamba mengucap: Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in (Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan).
      Allah menjawab: Ini antara Aku dan hamba-Ku, dan bagi hamba-Ku apa yang ia minta.
    • Hamba mengucap: Ihdinas-shiratal mustaqim... (Tunjukilah kami jalan yang lurus…).
      Allah menjawab: Ini milik hamba-Ku, dan baginya apa yang ia minta.

    Kesimpulan: Ayat-ayat ini bukan sekadar bacaan biasa, tetapi ada komunikasi langsung antara hamba dan Allah.

  2. Surah Ad-Duha (93:3-5) – Jawaban Allah terhadap Kesedihan Nabi
    Ketika wahyu sempat terhenti, Nabi Muhammad ﷺ merasa gelisah. Lalu Allah menurunkan ayat ini sebagai jawaban:

    • "Tuhanmu tidak meninggalkan engkau dan tidak pula membencimu."
    • "Dan sungguh, yang kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang permulaan."
    • "Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, sehingga engkau menjadi puas."

    Kesimpulan: Ini menunjukkan bahwa Allah menjawab kegelisahan Nabi secara langsung melalui wahyu.

  3. Surah Al-Anfal (8:9-10) – Jawaban Allah atas Doa di Perang Badar
    Ketika kaum Muslim dalam kondisi terdesak di Perang Badar, Nabi berdoa kepada Allah. Lalu Allah menurunkan ayat ini sebagai jawaban:

    • "(Ingatlah) ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu Dia mengabulkannya (dengan berfirman), 'Sungguh, Aku akan mendatangkan bala bantuan kepadamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut.'"

    Kesimpulan: Doa Nabi langsung dijawab dengan wahyu, bahkan diiringi dengan pertolongan nyata.

Kesimpulan Umum:

Bukti bahwa Al-Qur'an adalah firman Allah, bukan buatan manusia, adalah adanya ayat-ayat yang Allah jawab, baik melalui hadis qudsi, wahyu lanjutan, maupun peristiwa nyata yang terjadi sebagai bukti kebenaran firman-Nya. Ini menunjukkan bahwa Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui setiap ucapan hamba-Nya, lalu memberikan jawaban sesuai dengan kehendak-Nya.

Istiqomah kunci ikhlas

 Betul, istiqomah adalah kunci agar amal ibadah menjadi lebih ikhlas. Dengan terus menerus melakukan amal baik tanpa mengharap pujian atau balasan dari manusia, hati akan terbiasa untuk melakukannya hanya karena Allah.

Berikut beberapa cara agar amal ibadah semakin ikhlas melalui istiqomah:

  1. Niat yang Lurus – Sebelum beramal, luruskan niat hanya karena Allah, bukan karena ingin dilihat atau dipuji orang lain.
  2. Konsisten dalam Amal Kecil – Mulailah dari amal ibadah yang ringan dan terus lakukan, karena Allah lebih menyukai amal yang kecil tapi berkelanjutan (HR. Muslim).
  3. Tidak Mudah Terpengaruh Pujian atau Kritik – Jangan berhenti beramal karena takut riya, tetap lakukan dengan keyakinan bahwa Allah yang menilai.
  4. Memohon Kekuatan kepada Allah – Berdoa agar Allah meneguhkan hati untuk tetap beribadah dengan ikhlas.
  5. Berkumpul dengan Orang Shalih – Lingkungan yang baik akan membantu kita tetap istiqomah dan tidak tergoda oleh niat yang salah.
  6. Evaluasi Diri Secara Rutin – Tanya diri sendiri, apakah ibadah yang dilakukan masih untuk Allah atau mulai ada keinginan duniawi? Jika mulai melenceng, segera perbaiki niat.

Jika istiqomah sudah menjadi kebiasaan, maka ikhlas pun akan tumbuh dengan sendirinya, insyaAllah.

Ikhlas perlu latihan istiqomah

 Benar, ikhlas memang butuh latihan terus-menerus karena manusia secara alami cenderung mengharapkan balasan atau pengakuan. Tapi bukan berarti tidak bisa dilakukan. Berikut beberapa cara melatih keikhlasan agar semakin kuat:

1. Meluruskan Niat Sejak Awal

Sebelum melakukan sesuatu, tanyakan: "Apakah ini untuk Allah atau untuk pujian manusia?"

Jika muncul keinginan untuk dilihat atau dipuji, segera perbaiki niat.

2. Jangan Terpaku pada Balasan dari Manusia

Jangan berharap terima kasih atau penghargaan.

Ingat bahwa Allah Maha Melihat, dan balasan dari-Nya lebih baik dari apa pun.

3. Berlatih Berbuat Baik Secara Diam-Diam

Sedekah atau menolong orang tanpa ada yang tahu.

Tidak perlu mengumumkan semua amal kebaikan.

4. Fokus pada Keridhaan Allah, Bukan Opini Orang

Tidak semua orang akan menghargai kebaikan kita, dan itu tidak masalah.

Yang penting, Allah ridha dan kita tidak menyesal telah berbuat baik.

5. Banyak Berdzikir dan Berdoa

Memohon kepada Allah agar diberi hati yang ikhlas.

Perbanyak dzikir agar hati lebih tenang dan tidak mudah tergoda oleh pujian.

6. Ingat Bahwa Dunia Sementara

Jika mengharap balasan dunia, pasti akan kecewa.

Jika mengharap balasan dari Allah, pasti akan puas dan bahagia.

7. Sabar Ketika Tidak Dihargai

Tetap lakukan kebaikan meskipun tidak ada yang melihat.

Jangan berhenti berbuat baik hanya karena orang tidak menghargai.

8. Latihan dengan Hal-Hal Kecil

Mulai dengan membantu tanpa pamrih.

Mengucapkan salam tanpa berharap dibalas.

Mendoakan orang lain tanpa mereka tahu.

Ikhlas memang sulit, tapi jika terus dilatih, lama-kelamaan akan menjadi kebiasaan. Yang terpenting adalah selalu berusaha dan tidak menyerah.


Menjadi diri yang bermanfaat tanpa mengeluarkan harta

 Menjadi pribadi yang bermanfaat tidak selalu harus dengan harta. Ada banyak cara untuk membantu orang lain tanpa mengeluarkan uang. Berikut beberapa cara yang bisa dilakukan:

1. Membantu dengan Tenaga

  • Membantu mengangkat barang orang yang kesulitan.
  • Menolong orang tua atau tetangga dalam pekerjaan rumah.
  • Membantu membersihkan masjid atau tempat umum.

2. Berbuat Baik dengan Lisan

  • Memberikan nasihat yang baik dan membangun.
  • Menyemangati orang lain yang sedang sedih atau putus asa.
  • Menyampaikan kata-kata yang lembut dan menenangkan.

3. Menjadi Pendengar yang Baik

  • Mendengarkan keluh kesah orang lain tanpa menghakimi.
  • Memberi dukungan moral kepada teman atau keluarga yang sedang menghadapi masalah.
  • Tidak memotong pembicaraan dan memberikan perhatian penuh saat orang berbicara.

4. Berbagi Ilmu dan Pengalaman

  • Mengajarkan orang lain membaca Al-Qur'an atau ilmu yang bermanfaat.
  • Memberikan tips atau solusi berdasarkan pengalaman sendiri.
  • Menulis atau berbicara tentang hal-hal yang bisa menginspirasi.

5. Menjadi Contoh yang Baik

  • Berperilaku jujur dan amanah dalam setiap tindakan.
  • Disiplin dalam menjalankan ibadah dan tanggung jawab.
  • Tidak mudah marah dan selalu bersikap ramah.

6. Menebarkan Senyum dan Salam

  • Senyum kepada siapa saja, karena senyum adalah sedekah.
  • Menyebarkan salam kepada sesama muslim untuk mempererat ukhuwah.

7. Menjaga Kebersihan dan Kesehatan Lingkungan

  • Membuang sampah pada tempatnya.
  • Membersihkan lingkungan sekitar tanpa menunggu diperintah.
  • Menyingkirkan duri atau batu di jalan agar tidak membahayakan orang lain.

8. Menjadi Pendamai dalam Konflik

  • Mendamaikan teman atau saudara yang sedang bertengkar.
  • Tidak ikut menyebarkan fitnah atau gosip.
  • Memberikan solusi yang adil dan bijaksana.

9. Mendoakan Orang Lain

  • Mendoakan teman, saudara, dan sesama muslim tanpa mereka ketahui.
  • Memohonkan ampunan bagi orang lain dalam setiap doa.
  • Mendoakan orang yang telah berbuat baik kepada kita.

10. Bersikap Sabar dan Menolong dengan Ikhlas

  • Bersabar ketika diuji dan tetap tersenyum kepada orang lain.
  • Membantu dengan ikhlas tanpa mengharapkan imbalan.
  • Tidak mengeluh dan selalu bersyukur dalam kondisi apa pun.

Semua ini adalah bentuk kebaikan yang tidak membutuhkan harta, tetapi memiliki pahala besar di sisi Allah. Yang terpenting adalah niat yang ikhlas dan dilakukan secara konsisten.

Amal ibadah tanpa keluar harta

 Banyak amalan ibadah yang bisa dilakukan tanpa mengeluarkan harta, tetapi tetap memiliki pahala besar di sisi Allah. Berikut beberapa di antaranya:

1. Dzikir dan Doa

  • Tahlil: Laa ilaaha illallah
  • Tahmid: Alhamdulillah
  • Tasbih: Subhanallah
  • Takbir: Allahu Akbar
  • Istighfar: Astaghfirullah
  • Sholawat: Allahumma shalli ‘ala Sayyidina Muhammad
  • Doa pagi & petang: Dzikir yang diajarkan dalam Sunnah.

2. Sholat Sunnah

  • Sholat Dhuha (pembuka rezeki)
  • Sholat Tahajud (waktu mustajab untuk doa)
  • Sholat Witir (penutup malam)
  • Sholat Rawatib (menambah pahala wajib)

3. Menebar Senyum dan Salam

  • Senyum kepada saudara sesama muslim adalah sedekah.
  • Memberi salam (Assalamu’alaikum) kepada orang lain.

4. Membantu dan Melayani Orang Lain

  • Membantu tanpa mengharapkan balasan.
  • Membantu orang tua, saudara, atau tetangga.
  • Menolong orang yang kesusahan, seperti membantu orang tua menyeberang jalan.

5. Menuntut Ilmu dan Mengajarkannya

  • Membaca dan memahami Al-Qur’an.
  • Belajar ilmu agama dan mengamalkannya.
  • Mengajarkan ilmu kepada orang lain.

6. Menjaga Lisan dan Akhlak Baik

  • Menghindari ghibah dan perkataan sia-sia.
  • Berkata baik atau diam.
  • Bersikap sabar dan menahan marah.

7. Berbakti kepada Orang Tua

  • Mendoakan kedua orang tua.
  • Menyayangi dan membantu mereka.
  • Berbicara dengan lemah lembut.

8. Menjaga Kebersihan dan Lingkungan

  • Menyingkirkan duri atau batu dari jalan.
  • Menjaga kebersihan diri dan lingkungan.

9. Menghadiri Majelis Ilmu

  • Mendatangi pengajian atau kajian Islam.
  • Mendengarkan ceramah yang bermanfaat.

10. Bersabar dalam Ujian

  • Menerima takdir dengan lapang dada.
  • Menghadapi kesulitan dengan tawakal dan ikhlas.

Semua amalan ini bisa dilakukan tanpa biaya, tetapi memiliki nilai besar di sisi Allah jika dilakukan dengan ikhlas.

Cara ikhlas.

 Mengikhlaskan hati kepada Allah sepenuhnya adalah perjalanan spiritual yang memerlukan kesadaran, usaha, dan ketekunan. Berikut beberapa cara untuk mencapainya:

1. Memperkuat Tauhid

  • Yakin bahwa hanya Allah yang berhak disembah dan menjadi tujuan hidup.
  • Menyadari bahwa segala sesuatu terjadi atas kehendak-Nya.

2. Meningkatkan Kesadaran Akan Kehadiran Allah

  • Selalu merasa diawasi Allah dalam setiap tindakan (muraqabah).
  • Menjadikan Allah sebagai satu-satunya tempat bergantung (tawakal).

3. Menghilangkan Ketergantungan pada Dunia

  • Tidak menjadikan harta, jabatan, atau pujian manusia sebagai tujuan utama.
  • Sadar bahwa dunia hanya tempat singgah sementara.

4. Mengamalkan Ibadah dengan Khusyuk

  • Sholat dengan penuh kesadaran bahwa sedang berhadapan dengan Allah.
  • Memperbanyak dzikir, tahlil, tahmid, sholawat, dan istighfar.

5. Menerima Takdir dengan Lapang Dada

  • Menyadari bahwa semua yang terjadi adalah ketetapan terbaik dari Allah.
  • Tidak mengeluh atau menyalahkan keadaan, tetapi mengambil hikmah.

6. Bersedekah dan Berbuat Baik Tanpa Mengharap Balasan

  • Menolong sesama karena Allah, bukan karena ingin pujian.
  • Menyembunyikan amal shalih agar lebih ikhlas.

7. Menjauhi Riya’ dan Ujub

  • Tidak mencari perhatian manusia dalam ibadah atau kebaikan.
  • Menyadari bahwa semua kebaikan adalah anugerah dari Allah, bukan semata hasil usaha sendiri.

8. Memperbanyak Doa Memohon Keikhlasan

  • Berdoa kepada Allah agar diberikan hati yang ikhlas.

  • Contoh doa yang diajarkan Rasulullah:

    اللَّهُمَّ اجْعَلْ عَمَلِي كُلَّهُ صَالِحًا، وَاجْعَلْهُ لِوَجْهِكَ خَالِصًا، وَلَا تَجْعَلْ فِيهِ لِأَحَدٍ شَيْئًا
    “Ya Allah, jadikanlah seluruh amalku baik, jadikanlah karena-Mu semata, dan janganlah Engkau biarkan ada sesuatu pun dalamnya untuk selain-Mu.”

Keikhlasan adalah proses yang harus terus dijaga. Dengan latihan dan kesadaran, hati akan semakin tenang dan ringan dalam beribadah serta menjalani kehidupan karena semuanya dilakukan hanya untuk Allah.

Huruf qur'an

 Dalam Islam, Al-Qur’an diyakini sebagai wahyu dari Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui perantaraan Malaikat Jibril. Mengenai bentuk huruf dan bunyi huruf dalam Al-Qur'an, ada beberapa hal yang bisa dijelaskan:

  1. Wahyu dari Allah
    Isi Al-Qur'an, yaitu makna dan lafaznya, berasal dari Allah. Setiap ayat diturunkan dengan lafal yang sudah ditentukan, sehingga bacaan dan urutan kata dalam Al-Qur’an tidak bisa diubah oleh manusia.

  2. Bahasa Arab sebagai Wadah Wahyu
    Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab, sebagaimana disebutkan dalam Surah Yusuf ayat 2:
    "Sesungguhnya Kami menurunkannya sebagai Al-Qur'an dalam bahasa Arab, agar kamu memahaminya."
    Bahasa Arab memiliki struktur dan kaidah tersendiri, termasuk bentuk huruf dan cara pengucapan.

  3. Huruf-Huruf Hijaiyah
    Huruf-huruf yang digunakan dalam penulisan Al-Qur'an adalah huruf Hijaiyah (Arab), yang sudah ada sebelum Islam. Namun, penggunaan huruf-huruf ini dalam bentuk Al-Qur’an sebagai wahyu adalah ketetapan dari Allah.

  4. Tajwid dan Makharijul Huruf
    Cara membaca Al-Qur’an dengan aturan tajwid, termasuk panjang pendek dan sifat huruf, merupakan bagian dari cara penyampaian wahyu yang diajarkan oleh Nabi Muhammad kepada para sahabat. Bacaan Al-Qur’an bersumber dari cara Rasulullah membacanya, yang diajarkan oleh Malaikat Jibril.

Jadi, bentuk huruf dan bunyi huruf dalam Al-Qur’an berhubungan dengan bahasa Arab, tetapi pengaturan dan penyampaiannya dalam bentuk wahyu adalah ketetapan dari Allah.