Hubungi Kami

Saturday, March 8, 2025

Rusaknya Agama

Rusaknya agama disebabkan oleh tiga hal: Ulama yang berbuat maksiat, imam (pemimpin) yang zalim dan mujtahid yang bodoh. (Hadits riwayat Ad-Dailami dari ibnu Abbas).

Hadis ini memiliki makna mendalam dalam perspektif tasawuf, terutama terkait dengan kerusakan agama akibat penyimpangan dari tiga elemen penting dalam kehidupan umat: ulama, pemimpin, dan mujtahid. Dalam tasawuf, agama bukan hanya soal syariat lahiriah, tetapi juga batiniah, yang sangat dipengaruhi oleh kesucian hati, akhlak, dan kedalaman ilmu seseorang.


1. Ulama yang Berbuat Maksiat

Dalam tasawuf, ulama adalah pewaris para nabi, bukan hanya dalam aspek ilmu, tetapi juga dalam akhlak dan spiritualitas. Ulama yang berbuat maksiat akan merusak agama karena beberapa alasan:

  • Ilmunya tidak berbuah hikmah dan amal
    Ilmu yang tidak diamalkan adalah hujjah atas dirinya sendiri, sebagaimana disebutkan dalam hadis:
    "Orang yang paling keras siksaannya pada hari kiamat adalah seorang alim yang Allah tidak memberikan manfaat dari ilmunya." (HR. al-Baihaqi).

  • Menjadi fitnah bagi umat
    Ulama yang fasik akan membuat masyarakat kehilangan kepercayaan pada agama. Dalam tasawuf, ulama harus menjadi qudwah (teladan) dalam kebersihan hati dan ketaatan kepada Allah, bukan hanya dalam ilmu zahir.

  • Menyebarkan ilmu tanpa hakikatnya
    Ulama sufi selalu mengajarkan bahwa ilmu bukan sekadar hafalan, tetapi harus dibarengi tazkiyatun nafs (penyucian jiwa). Ulama yang berbuat maksiat menunjukkan bahwa ilmunya belum menyentuh hatinya.

Tasawuf mengajarkan:
Ilmu tanpa amal adalah hijab tebal antara seorang alim dan Allah.


2. Pemimpin yang Zalim

Dalam tasawuf, pemimpin yang zalim adalah penyebab utama kerusakan sosial dan kezaliman di masyarakat. Sebab, pemimpin bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyatnya, baik secara lahiriah maupun batiniah.

  • Zalim karena mencintai dunia
    Pemimpin yang terlalu mencintai dunia akan melupakan tanggung jawabnya sebagai khalifah Allah di bumi. Dalam tasawuf, cinta dunia (hubbud dunya) adalah sumber segala penyakit hati, termasuk kesewenang-wenangan dan ketidakadilan.

  • Menjadi penyebab kefasikan di tengah umat
    Ketika pemimpin zalim, masyarakat akan menganggap kezaliman sebagai hal biasa. Ini berbahaya karena akan merusak moral dan akhlak umat.

  • Menjauhkan rakyat dari spiritualitas
    Pemimpin yang zalim cenderung mematikan kehidupan spiritual masyarakat dengan berbagai cara, seperti menekan ulama yang haq, menyebarkan materialisme, dan melemahkan nilai-nilai agama.

Tasawuf mengajarkan:
Pemimpin yang adil adalah bayangan Allah di bumi. Sebaliknya, pemimpin yang zalim adalah kutukan bagi umat.


3. Mujtahid yang Bodoh

Mujtahid adalah orang yang melakukan ijtihad dalam memahami hukum-hukum agama. Jika seorang mujtahid bodoh, maka ia akan menjadi sumber kesesatan bagi umat.

  • Berfatwa tanpa ilmu yang mendalam
    Dalam tasawuf, ilmu harus bersumber dari hati yang bersih dan hubungan yang kuat dengan Allah. Mujtahid yang bodoh akan berfatwa berdasarkan hawa nafsu, bukan nur ilmu.

  • Menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal
    Jika seorang mujtahid bodoh, ia bisa salah dalam menetapkan hukum, sehingga umat tersesat. Para sufi selalu menekankan bahwa hakikat ilmu bukan hanya pada teks, tetapi juga pemahaman yang mendalam terhadap ruh syariat.

  • Menyesatkan umat dengan dalih agama
    Mujtahid bodoh sering kali memaksakan pendapatnya tanpa dasar yang kuat. Dalam tasawuf, ilmu harus didasarkan pada cahaya hati, bukan sekadar nalar tanpa hikmah.

Tasawuf mengajarkan:
Orang yang paling berbahaya adalah mereka yang merasa berilmu tetapi tidak memiliki cahaya dari Allah.


Kesimpulan

Hadis ini memberikan peringatan keras bahwa agama akan rusak jika:

Ulama tidak berakhlak → Ilmu tanpa amal akan menjadi fitnah bagi umat.
Pemimpin tidak adil → Kezaliman akan merusak spiritualitas dan moral masyarakat.
Mujtahid bodoh → Kesesatan akan menyebar karena salah memahami agama.

Dalam tasawuf, solusi dari kerusakan ini adalah kembali kepada pembersihan hati (tazkiyatun nafs), pengamalan ilmu dengan ikhlas, dan mendekatkan diri kepada Allah dengan dzikir dan akhlak yang baik.

Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang diamalkan dengan hati yang bersih.
Pemimpin yang baik adalah yang menegakkan keadilan sebagai bentuk ibadah kepada Allah.
Mujtahid yang benar adalah yang memiliki ilmu, kebijaksanaan, dan hati yang dekat dengan Allah.

Dengan menerapkan prinsip tasawuf ini, agama akan tetap terjaga dari kerusakan dan umat akan tetap berada di jalan yang lurus.

No comments:

Post a Comment